Manusia hidup untuk belajar. Terkadang dalam proses pembelajaran menjadi tempatnya salah dan khilaf, setiap manusia terlahir tanpa terbalut suatu apapun dan belum mengetahui apapun, setiap perjalanan hidup manusia adalah pembelajaran dan pemetik hikmah untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Teladan, contoh, dan bimbingan adalah metode pembinaan paling efektif dalam bernegara dan berhukum. Pendekatan ini melampaui sekadar aturan, ucapan, perintah atau teori, karena melibatkan implementasi nilai-nilai secara langsung dan konsisten. Ketika seorang pemimpin atau figur otoritas memberikan teladan yang baik, hal itu akan lebih mudah dicontoh dan diterapkan oleh masyarakat.
Mengapa Teladan Penting? Landasan Ilahi dan Kenabian
Teladan menunjukkan kepada kita bagaimana suatu prinsip atau hukum bekerja dalam praktik. Ini mengubah konsep abstrak menjadi tindakan konkret. Ketika kita melihat seseorang hidup sesuai dengan nilai-nilai luhur seperti keadilan, kejujuran, dan integritas, kita akan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Teladan juga membangun kepercayaan; masyarakat akan lebih patuh pada hukum atau kebijakan yang datang dari pemimpin yang mereka yakini menjalankan prinsip-prinsip tersebut.
Konsep ini ditegaskan dalam Al-Qur'an, yang menyeru kita untuk mengikuti panutan terbaik:
QS. Al-Ahzab (33): 21 “Sungguh, benar-benar ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.”
Ayat ini secara eksplisit menyebut Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai uswatun hasanah (suri teladan yang baik), menunjukkan betapa sentralnya peran teladan dalam Islam, tidak hanya dalam aspek spiritual tetapi juga kemasyarakatan dan kenegaraan.
Contoh Nyata: Nabi Muhammad SAW Sang Teladan Utama
Salah satu contoh paling nyata dari kekuatan teladan dalam pembinaan adalah Nabi Muhammad SAW. Beliau tidak hanya mengajarkan ajaran agama, tetapi juga secara langsung menunjukkan bagaimana ajaran tersebut diaplikasikan dalam setiap aspek kehidupan: sebagai pemimpin negara, hakim, panglima perang, pedagang, dan kepala keluarga.
Dalam Bernegara
Nabi Muhammad SAW membentuk masyarakat Madinah berdasarkan prinsip persatuan, keadilan, dan kesetaraan, yang dikenal sebagai Piagam Madinah. Beliau tidak hanya menyusun piagam tersebut, tetapi juga secara konsisten menegakkannya, memberikan contoh bagaimana keadilan harus diterapkan tanpa memandang status atau kekayaan.
Dalam Berhukum
Beliau adalah hakim yang adil, menyelesaikan sengketa dengan kebijaksanaan dan integritas. Keputusan-keputusan beliau selalu didasarkan pada prinsip keadilan, bahkan ketika itu merugikan dirinya sendiri atau orang-orang terdekatnya. Kejujuran dan keadilan beliau adalah dasar bagi setiap keputusan hukum.
Sejalan dengan ini, Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:
Dari Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhuma berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa menjaga diri dari perkara syubhat, sungguh ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia telah terjerumus dalam perkara haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan, hampir saja ia memasukinya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan. Ketahuilah, tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati."
Hadis ini, meskipun lebih umum, menunjukkan pentingnya kehati-hatian dalam setiap tindakan, dan menegaskan bahwa setiap raja ada batasan, termasuk dalam berhukum, dan bahwa integritas internal (hati yang baik) akan memengaruhi tindakan lahiriah, sebuah cerminan dari teladan.
Bimbingan Personal Nabi Muhammad SAW tidak hanya memberikan aturan umum, tetapi juga bimbingan personal kepada para sahabatnya, menjelaskan makna di balik hukum, dan bagaimana menginternalisasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah bentuk bimbingan langsung yang efektif.
Dalam konteks bimbingan dan menasihati kebaikan, Rasulullah SAW bersabda:
Hadis Riwayat Muslim (Kitab Iman): “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan seluruh kaum muslimin.”
Hadis ini menekankan pentingnya nasihat (bimbingan dan ketulusan) dalam agama, yang mencakup hubungan dengan Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, serta sesama manusia, termasuk para pemimpin. Ini menegaskan bahwa bimbingan adalah bagian integral dari ajaran Islam dan pembinaan masyarakat.
Pendekatan Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa pembinaan yang paling mendalam datang dari seseorang yang tidak hanya berbicara dan memerintahkan tentang kebaikan, tetapi juga menjalankannya secara nyata dan konkret, tidak terbelenggu dalam dosa pencitraan. Ini menciptakan efek bola salju, orang yang melihat pemimpin teladan akan meniru, dan mereka yang meniru akan menjadi teladan bagi orang lain, begitupun sebaliknya.
Dengan demikian, baik dalam konteks bernegara maupun berhukum, teladan, contoh, dan bimbingan yang konsisten dari para pemimpin adalah fondasi utama untuk menciptakan masyarakat yang patuh, adil, dan berintegritas. Tanpa itu, hukum dan aturan akan kehilangan ruhnya dan sulit untuk diterapkan secara efektif. Implementasi nilai-nilai ini, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan didukung oleh Al-Qur'an serta hadis, bahwa contoh dan teladan pemimpin adalah kunci menuju kemaslahatan umat dan negara.