Pendekatan hyperrealism menawarkan kerangka filosofis yang relevan dan aplikatif bagi hakim Indonesia dalam mengatasi tantangan intervensi publik dalam proses penjatuhan putusan.
Judicial restraint tetap menjadi panduan penting bagi hakim Indonesia, terutama dalam menerapkan batasan waktu dan jumlah hukuman. Namun, sistem hukum yang hidup membutuhkan fleksibilitas untuk menghadapi kompleksitas dan keunikan setiap perkara.
Karangan bunga dalam pelantikan pejabat pengadilan bukan sekadar ornamen seremonial. Ia adalah bagian dari praktik simbolik yang menyampaikan makna sosial tertentu dan berpotensi menciptakan persepsi negatif terhadap independensi peradilan.
Dengan pendekatan yang tepat, predictive justice dapat menjadi prinsip yang berharga dalam meningkatkan sistem peradilan, asalkan digunakan dengan cara yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan hak asasi manusia.
Pendekatan ini mengakui keterbatasan epistemik dalam mengakses realitas objektif, tetapi tetap berkomitmen pada pencarian kebenaran melalui proses dialogis dan reflektif.
Saat teknologi kuantum terus berkembang, sistem peradilan perlu beradaptasi dengan membuat kerangka hukum yang sesuai untuk mengatur penggunaan teknologi ini.