Praktik pembuktian dalam perkara penyalahgunaan narkotika yang hanya mengandalkan testimoni saksi penangkap, terbukti tidak efektif dalam mendukung tercapainya tujuan rehabilitatif, sebagaimana amanah UU Narkotika.
Dalam konteks perubahan iklim, keadilan tidak lagi dapat dibatasi pada kesetaraan prosedural antarindividu, tetapi harus mencakup kesetaraan intergenerasi dan kesetaraan antarspesies.
Menjaga martabat hakim di era tuntutan kesederhanaan bukanlah tentang memilih antara yang satu atau yang lain, melainkan tentang menemukan sintetis yang otentik dan berkelanjutan
Keadilan restoratif di Indonesia akan menjadi test case yang penting untuk memahami bagaimana inovasi konsep hukum dapat diadaptasi dalam konteks pembangunan negara dengan tantangan struktural yang kompleks.
Harus terus berupaya mencari keseimbangan yang terbaik dalam setiap kasus, dengan selalu mengingat bahwa tujuan akhir sistem peradilan adalah menegakkan keadilan dalam kerangka rule of law.
Kesejahteraan yang memadai memungkinkan hakim untuk fokus pada tugasnya tanpa terganggu oleh masalah finansial. Sekaligus meningkatkan status sosial profesi sehingga mendorong rasa bangga dan tanggung jawab profesional.
Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip deliberasi demokratis ke dalam fungsi peradilan, pengadilan Indonesia dapat membangun fondasi legitimasi yang lebih kuat dan tahan lama.
Pendekatan hyperrealism menawarkan kerangka filosofis yang relevan dan aplikatif bagi hakim Indonesia dalam mengatasi tantangan intervensi publik dalam proses penjatuhan putusan.
Judicial restraint tetap menjadi panduan penting bagi hakim Indonesia, terutama dalam menerapkan batasan waktu dan jumlah hukuman. Namun, sistem hukum yang hidup membutuhkan fleksibilitas untuk menghadapi kompleksitas dan keunikan setiap perkara.