Jurnalisme Peradilan (Pandangan Pram Host Tempo Bocor Alus)

Pram justru menegaskan bahwa pengkondisian memang diperlukan. Namun, pengkondisian yang ia maksud adalah dalam bentuk briefing yang terarah dan informatif.
Host acara "Tempo Bocor Alus" Stefanus Pramono mendapatkan undangan dari Ditjen Badilum untuk tampil dalam Perisai Episode 8 yang mengusung tema "Pengadilan, Media, dan Keriuhan Netizen" pada Senin (7/7/2025). Foto dokumentasi Humas MA
Host acara "Tempo Bocor Alus" Stefanus Pramono mendapatkan undangan dari Ditjen Badilum untuk tampil dalam Perisai Episode 8 yang mengusung tema "Pengadilan, Media, dan Keriuhan Netizen" pada Senin (7/7/2025). Foto dokumentasi Humas MA

MARINews, Jakarta-Stefanus Pramono, host acara "Tempo Bocor Alus," baru saja mendapatkan undangan istimewa dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) untuk tampil dalam Perisai Episode 8.

Acara yang mengusung tema "Pengadilan, Media, dan Keriuhan Netizen" ini berlangsung pada Senin (7/7) dan menjadi wadah diskusi menarik tentang interaksi antara lembaga peradilan, media massa, serta opini publik di era digital.

Dalam kesempatan tersebut, Stefanus Pramono, yang akrab disapa Pram, menyambut baik undangan ini dengan antusiasme. Namun, sebagai seorang jurnalis senior yang memiliki pengalaman luas di dunia media, ia tak segan menyampaikan kritik konstruktif terhadap gaya penulisan yang digunakan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui kanal berita resminya, baik MARINews maupun Dandapala.com.

Menurut Pram, Mahkamah Agung, layaknya institusi lain yang memanfaatkan media massa, wajib mengikuti kaidah dan tren penulisan yang berlaku di ranah jurnalistik. Ia menjelaskan secara rinci, prinsip-prinsip penulisan untuk media massa menekankan sebuah tulisan berita atau opini, harus memiliki ketegasan dalam menyampaikan sikap penulis.

Dia mengambil contoh dari tulisan opini yang sering dimuat di Majalah Tempo, yang selalu mengharuskan adanya dasar riset, data, dan teori yang kuat untuk mendukung setiap pernyataan sikap yang disampaikan. Praktik ini penting agar informasi yang disajikan tidak hanya bersifat naratif, tetapi juga memiliki landasan faktual dan analitis yang kokoh.

Pram menegaskan, Mahkamah Agung memiliki kewajiban untuk melakukan publikasi media massa yang tegas dalam menyatakan sikap. Tujuannya sangat jelas: agar masyarakat luas semakin mengenal dan memahami kiprah dunia peradilan, terutama terkait dengan permasalahan hukum yang sedang hangat atau kontroversial. Dengan penyampaian yang lugas dan informatif, publik diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai kompleksitas isu-isu hukum yang relevan.

Menanggapi kritikan tersebut, Andi Saputra, selaku host dan moderator acara, mengafirmasi pandangan Pram. Namun, Andi juga menjelaskan adanya keterbatasan yang dihadapi oleh para hakim sebagai penulis media massa di kanal berita Mahkamah Agung. Keterbatasan ini terutama bersumber dari kode etik dan pedoman perilaku hukum yang mengikat para hakim, membatasi mereka dalam menyampaikan pendapat atau informasi tertentu secara terbuka di media massa.

Tantangan dan keterbatasan ini sepenuhnya dipahami oleh Pram. Dia kemudian menegaskan, penegasan sikap dari Mahkamah Agung adalah hal yang sah dan dapat dilakukan, selama mampu menjelaskan kaidah hukum yang ada dengan gamblang dan mudah dipahami oleh publik.

Pram menekankan, karena target audiens media massa adalah masyarakat umum, maka cara penyampaian informasi hukum harus disederhanakan tanpa mengurangi esensi atau akurasi. Ini adalah kunci agar pesan yang ingin disampaikan oleh Mahkamah Agung dapat diterima dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat. 

Menanggapi pertanyaan krusial tentang potensi pengkondisian media massa oleh lembaga peradilan terkait perkara kontroversial, Pram memberikan pandangan yang sangat menarik. Alih-alih menolak ide pengkondisian, ia justru menegaskan bahwa pengkondisian semacam itu memang diperlukan. Namun, ia segera menambahkan klarifikasi penting: ini bukanlah pengkondisian untuk membungkam media massa, apalagi memanipulasi narasi.

Sebaliknya, Pram menekankan bahwa pengkondisian yang ia maksud adalah dalam bentuk briefing yang terarah dan informatif. Dengan adanya briefing tersebut, media massa dapat memahami secara utuh dan akurat fakta-fakta yang hendak disampaikan oleh pihak peradilan. Dengan adanya briefing yang efektif, diharapkan tidak akan terjadi miskonsepsi ataupun miskomunikasi dari pihak media saat memberitakan kasus tersebut.