MARINews, Aceh Timur-Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Idi menjatuhkan vonis pidana penjara masing-masing selama lima tahun enam bulan terhadap tiga Terdakwa dalam kasus penyelundupan warga etnis rohingya di Wilayah hukum Kabupaten Aceh Timur.
Pembacaan putusan tersebut disampaikan oleh Reza Bastira Siregar, S.H., M.H., selaku Ketua Majelis, Zaki Anwar, S.H., M.H., dan Asra Saputra, S.H., M.H., selaku anggota yang dibaca secara bergantian.
Dari ketiga orang tersebut, dua di antaranya merupakan Warga Negara Indonesia (penduduk Aceh Timur) dan satu orang lainnya merupakan warga etnis Rohingya.
Pembacaan putusan tersebut juga dihadiri oleh penuntut umum serta para Terdakwa didampingi oleh penasihat hukumnya. Terhadap Terdakwa yang merupakan warga etnis Rohingya juga didampingi oleh penerjemah dari UNHCR.
Ketua Pengadilan Negeri Idi, Dikdik Haryadi, S.H., M.H., melalui Juru Bicara Pengadilan Negeri Idi, Tri Purnama, S.H., M.H., menyampaikan, Provinsi Aceh, terkhusus Aceh Timur merupakan salah satu pintu masuk penyelundupan orang (etnis Rohingya) sejak beberapa tahun yang lalu.
Pengadilan Negeri Idi sudah dua kali menyidangkan perkara yang serupa dan ini adalah perkara yang ketiga. Tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang ingin memperoleh keuntungan dengan cara memasukkan Warga Negara Asing (WNA) tanpa adanya dokumen kewarganegaraan yang sah ataupun melalui proses imigrasi ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengadilan Negeri (PN) Idi menjatuhkan vonis masing-masing selama lima tahun enam bulan dan denda Rp500 juta, subsider pidana kurungan selama tiga bulan terhadap tiga Terdakwa dalam kasus penyelundupan warga etnis Rohingya sebanyak 96 orang.
Ketiga Terdakwa, yakni Ismunandar Bin Muhammad Adam dan Armansyah Alias Apabit Bin Yusuf (merupakan warga Aceh Timur) dalam berkas perkara 231/Pid.Sus/2024/PN Idi dan Mokter Hussain Bin Basamea (merupakan warga etnis rohingya) dalam berkas perkara 232/Pid.Sus/2024/PN Idi, dinyatakan bersalah karena terbukti secara bersama-sama menjadi orang yang melakukan penyelundupan manusia ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya Aceh Timur, Provinsi Aceh.
Peran dari masing-masing Terdakwa yaitu: Terdakwa Mokter Hussain bin Basamea, merupakan nakhoda kapal yang membawa sembilan puluh enam warga etnis rohingya dari Cox Bazar, Bangladesh dengan tujuan negara Malaysia.
Terdakwa Armansyah alias Apabit bin Yusuf, merupakan pemilik kapal sekaligus nakhoda kapal yang menjemput 96 warga etnis rohingya di perairan Padang Tiji, Kabupaten Pidie.
Terdakwa Ismunandar bin Muhammad Adam merupakan orang yang dihubungi oleh agen penyelundupan yang berada di Bangladesh serta orang yang mengajak Terdakwa Armansyah alias Apabit bin Yusuf untuk menjemput 96 warga etnis Rohingya di perairan Padang Tiji, Kabupaten Pidie.
Barang bukti yang berhasil disita dari para Terdakwa yaitu: satu unit Kapal Motor (KM) Jeddah, satu buah Surat Izin Penangkapan Ikan, satu buah Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkapan Ikan, satu buah dokumen Surat Izin Usaha Perikanan, dan satu buah dokumen Pas Besar milik Terdakwa Armansyah Alias Apabit Bin Yusuf.
Kemudian, satu unit mobil Toyota Agya, uang tunai sejumlah Rp128 juta, satu unit handphone seluler merk Oppo type A18 warna biru, dan dua unit telepon satelit merk Inmarsat Isatphone dua warna hitam milik Terdakwa Ismunandar Bin Muhammad Adam.
Juga satu unit handphone seluler merk Vivo beserta dua buah kartu seluler milik Terdakwa Mokter Hussain Bin Basamea, satu buah kartu ATM Bank BSI, dan satu buah buku rekening Bank BSI milik istri Terdakwa Ismunandar Bin Muhammad Adam.
Barang bukti tersebut di atas adalah barang bukti yang dipergunakan para Terdakwa untuk melakukan tindak pidana.
Ketua Pengadilan Negeri Idi, Dikdik Haryadi, S.H., M.H., melalui Juru Bicara Pengadilan Negeri Idi, Tri Purnama, S.H., M.H., mengimbau agar masyarakat Aceh Timur tidak terlibat lagi dalam melakukan tindak pidana penyelundupan warga etnis Rohingya ke wilayah Indonesia, terkhusus Provinsi Aceh. Mengingat masuknya warga etnis Rohingya tersebut secara ilegal menjadi permasalahan sosial di Indonesia, terkhusus Provinsi Aceh.