Karo Humas MA RI: Penguatan Mediator Nonhakim, Solusi Penyelesaian Sengketa Berkeadilan

Mediasi di pengadilan masih didominasi mediator berlatar belakang hakim, karena belum ada aturan teknis atau fasilitas yang mendukung keterlibatan dan penguatan mediator nonhakim.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA RI Dr. H. Sobandi, S.H., M.H., saat menjadi keynote speaker seminar nasional yang diselenggarakan Pengurus Pusat Mediasi dan Resolusi Konflik, di Surabaya (26/4/2025). Foto dokumentasi humas MA
Kepala Biro Hukum dan Humas MA RI Dr. H. Sobandi, S.H., M.H., saat menjadi keynote speaker seminar nasional yang diselenggarakan Pengurus Pusat Mediasi dan Resolusi Konflik, di Surabaya (26/4/2025). Foto dokumentasi humas MA

Mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata adalah sebuah kepastian, terkecuali perkara yang bersifat sederhana dan khusus karena sebelum melalui jalur litigasi telah menempuh alternatif penyelesaian sengketa, serta terbatas waktu penyelesaiannya.

Secara spesifik pelaksanaan mediasi di pengadilan diatur Perman Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan Perma Nomor 3 Tahun 2022 tentang Mediasi di Pengadilan Secara Elektronik.

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 Ayat 7 dan Pasal 20 Ayat 1 Perma Nomor 1 Tahun 2016, para pihak bersengketa dapat menggunakan jasa mediator non hakim sebagai fasilitator penyelesaian sengketa di mediasi. Namun secara praktik, para pihak lebih memilih mediator dari kalangan hakim.

Penggunaan mediator berlatar belakang hakim menilai lebih praktis karena tidak dibebankan biaya penggunaan jasa mediator. Selain itu, mayoritas para pihak berperkara telah berorientasi, sengketa yang dihadapinya wajib dimenangkan dan tidak memiliki perspektif bahwa forum mediasi sebagai wadah penyelesaian sengketa yang menguntungkan para pihak bersengketa, sehingga mediasi hanya sebagai formalitas dan tidak perlu mengeluarkan biaya jasa mediasi, dengan memilih mediator nonhakim. 

Hal ini, selaras dengan pendapat Kepala Biro Hukum dan Humas MA RI Dr. H. Sobandi, S.H., M.H., saat menjadi keynote speaker seminar nasional yang diselenggarakan Pengurus Pusat Mediasi dan Resolusi Konflik, di Surabaya (26/4).

Mediasi di pengadilan masih didominasi mediator berlatar belakang hakim, karena belum ada aturan teknis atau fasilitas yang mendukung keterlibatan dan penguatan mediator nonhakim.

Selain itu, budaya hukum masyarakat Indonesia, masih berorientasi kepada jalur litigasi dalam menyelesaikan suatu sengketa hukum dan belum terciptanya kepercayaan publik mengenai penyelesaian sengketa melalui mediasi, apalagi mengenai kedudukan mediator nonhakim. 

 “Selain itu, mediasi yang dibebankan kepada hakim dapat menimbulkan konflik kepentingan, karena tidak menutup kemungkinan hakim mediator menangani perkara pokok sengketanya, khususnya di pengadilan yang jumlah hakimnya terbatas. Demikian juga, hakim telah memiliki beban penyelesaian perkara di luar menyelesaikan perkara mediasi, sehingga kosenterasi dan fokusnya terpecah saat menjadi mediator”, ujar mantan Ketua PN Denpasar itu.

Ketua Biro Hukum dan Humas MA RI menambahkan, penggunaan mediator nonhakim yang secara sosiologis, umumnya memiliki kesamaan budaya dan adat istiadat dengan penduduk lokal yang bersengketa, menjadi kekuatan lebih dibandingkan mediator hakim yang tidak selalu memiliki kesamaan budaya dengan para pihak bersengketa, karena hakim penempatan tugasnya seluruh Indonesia dan sebagian besar tidak di home base-nya. 

Dengan demikian, perlunya penguatan regulasi yang mendukung kedudukan mediator nonhakim, mendorong lebih banyak sertifikasi mediator nonhakim berkualitas, menciptakan kolaborasi antara lembaga pemerintah pusat/daerah, organisasi keagamaan dan komunitas masyarakat dengan mediator nonhakim, agar penyelesaian sengketa perdata dapat difasilitasi oleh mediator nonhakim yang lebih memahami karakter masyarakat yang bersengketa karena terintegrasi secara kultural, serta pemberian insentif mediasi dari negara kepada mediator nonhakim yang memimpin mediasi.

"Pemberian insentif dapat mencontoh penerapan dana bantuan hukum yang diberikan kepada lembaga bantuan hukum yang melaksanakan layanan bantuan hukum pro bono atau cuma-cuma,' ungkap mantan Wakil Ketua PN Jakpus dimaksud.

Semoga dengan menguatkan kedudukan dan memberdayakan mediator nonhakim, di mana sengketa antarmasyarakat dapat terselesaikan dengan optimal dan menguntungkan para pihak bersengketa atau berkeadilan.
 

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews