Apakah Tindakan Israel Mengadang Relawan Gaza Melanggar Hukum Internasional? Analisis Detail Aturan

Solusi untuk isu ini, memerlukan tekanan diplomatik berkelanjutan dan penegakan hukum internasional oleh badan-badan seperti PBB dan ICC, bilamana ada bukti kejahatan.
Tindakan Israel menghentikan kapal bantuan kemanusiaan Madleen, yang membawa relawan ke Gaza, mendapatkan respons dari dunia. Foto istimewa
Tindakan Israel menghentikan kapal bantuan kemanusiaan Madleen, yang membawa relawan ke Gaza, mendapatkan respons dari dunia. Foto istimewa

Tindakan Israel menghentikan kapal bantuan kemanusiaan yang membawa relawan ke Gaza, seperti insiden kapal Madleen baru-baru ini, telah menuai kecaman berbagai pihak internasional, termasuk Menteri Luar Negeri Indonesia.

Pertanyaan penting yang muncul adalah apakah tindakan Israel ini melanggar hukum internasional? Untuk menjawabnya, kita perlu mengkaji sejumlah prinsip-prinsip dan peraturan hukum internasional, yang relevan dan berlaku secara Internasional, sebagai berikut: 

1. Hukum Laut Internasional dalam United Nations Convention on the Law of The Sea (UNCLOS)

Salah satu, argumen utama yang sering dikemukakan adalah pelanggaran kebebasan navigasi di lautan bebas. Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, yang telah diratifikasi banyak negara (meski Israel tidak), menetapkan hak dan kewajiban negara di laut.

Mengenai laut lepas (high seas), dalam Pasal 87 UNCLOS menekankan prinsip kebebasan di laut lepas, termasuk kebebasan navigasi, penerbangan, pemasangan kabel dan pipa bawah laut, penangkapan ikan, dan penelitian ilmiah. Kebebasan ini, berlaku untuk semua negara, baik negara pantai maupun negara nonpantai. Jika pencegatan terjadi di luar perairan teritorial atau zona ekonomi eksklusif (ZEE) Israel, maka tindakan tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran kebebasan navigasi.

Mengenai zona ekonomi eksklusif (ZEE), dalam Pasal 58 UNCLOS menyatakan dalam ZEE (hingga 200 mil laut dari garis pantai), semua negara memiliki kebebasan navigasi dan penerbangan. Meskipun negara pantai, memiliki hak terhadap eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di ZEE, kebebasan navigasi harus tetap dihormati.

Mengenai hak lintas damai (innocent passage), Pasal 17 UNCLOS bagian tiga lintas yang tidak berbahaya di laut teritorial, merupakan aturan yang berlaku bagi semua kapal. Di perairan teritorial (hingga 12 mil laut dari garis pantai), kapal asing mempunyai hak untuk lintas damai, yaitu melintas dengan cepat, tanpa mengancam perdamaian atau keamanan negara pantai yang menguasai wilayah tersebut. Namun, hak ini tidak berlaku jika kapal tersebut, melakukan tindakan agresif atau yang merupakan ancaman keamanan.

2. Hukum Humaniter Internasional dalam International Humaniter Law (IHL)

Blokade dan pencegatan bantuan kemanusiaan juga perlu dianalisis dari sudut Hukum Humaniter Internasional, khususnya Konvensi Jenewa IV tahun 1949 mengenai Perlindungan Orang Sipil dalam Konflik Bersenjata.

Akses kemanusiaan, khususnya Pasal 23 Konvensi Jenewa IV menentukan pada pokoknya pihak-pihak yang bersengketa, harus mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan jika kebutuhan warga sipil di wilayah yang diduduki tidak terpenuhi. Prinsip ini, diperkuat Protokol Tambahan I. Meskipun, Israel beralasan dengan masalah keamanan, blokade total atau pencegatan bantuan penting, dapat menjadi pelanggaran terhadap prinsip kemanusiaan.

Proporsionalitas, diperjelas Pasal 9 Konvensi Jenewa IV yang pada pokoknya tidak menghalangi bagi kegiatan-kegiatan perikemanusiaan, dalam konflik bersenjata, tindakan militer harus sebanding dan hanya dilakukan untuk mencapai tujuan militer yang sah. Blokade yang menyebabkan penderitaan besar bagi warga sipil, tidak sebanding dengan tujuan keamanan yanng dapat dianggap melanggar HHI.

Dalam perlindungan warga sipil, dimana kapal yang membawa bantuan kemanusiaan dan relawan harus dilindungi. Tindakan pencegatan yang bersifat kekerasan atau penahanan relawan, dianggap melanggar prinsip perlindungan warga sipil, yang ditujukan dalam konvensi ini. 

3. Resolusi Dewan Keamanan PBB (United Nations Security Council) 

Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan beberapa resolusi yang menyerukan akses bantuan yang tidak terhalang ke Gaza dan pengangkatan blokade. Meskipun resolusi tersebut bisa mengikat, sering kali veto dari anggota tertentu menghalangi implementasinya.

Namun, keberadaan resolusi ini, menunjukkan konsensus internasional tentang pentingnya akses humanitas kepada Gaza. Bahwa negara-negara Internasional, harus terus mendorong dan mendukung resolusi yang telah diperjuangkan, meskipun sering kali terhalang hak veto. 

4. Yurisdiksi Pidana Internasional (ICC)

Meskipun Israel tidak meratifikasi Statuta Roma yang mendirikan ICC, Palestina melakukannya dan memungkinkan ICC lakukan penyelidikan terhadap dugaan kejahatan perang di wilayah Palestina. Tindakan yang melibatkan pencegatan dengan kekerasan, bisa masuk dalam yurisdiksi ICC sebagai kejahatan perang jika unsur-unsur yang ada terpenuhi.

Argumen Israel dan Kontroversi

Dalam beberapa platform media Internasional, Israel berpendapat blokade Gaza adalah langkah keamanan mencegah masuknya senjata. Mereka mengeklaim, pencegatan dilakukan karena kapal tersebut, berupaya melanggar blokade. Namun, banyak pihak menganggap blokade ini, telah menyebabkan krisis kemanusiaan parah di Gaza, bertentangan dengan tujuan keamanan yang sah. Penilaian umum blokade tersebut, merupakan bentuk hukuman kolektif terhadap penduduk Gaza.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis Hukum Laut Internasional dan Hukum Humaniter Internasional, tindakan Israel yang mencegat kapal relawan Gaza, terutama jika dilakukan di laut lepas dan melibatkan kekerasan atau menghalangi bantuan kemanusiaan, kemungkinan besar merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional yang mencakup:

Pelanggaran kebebasan navigasi dapat terjadi, jika pencegatan dilakukan di laut lepas.
Pelanggaran hukum humaniter terjadi jika tindakan tersebut, menghambat pengiriman bantuan penting bagi sipil di Gaza, terutama jika dianggap sebagai hukuman kolektif.
Pelanggaran hak asasi manusia terhadap relawan yang ditahan dan diperlakukan dengan tidak manusiawi juga mungkin terjadi.

Kecaman dari negara-negara dan organisasi internasional termasuk Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, menunjukkan pandangan luas tindakan Israel dimaksud, bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Solusi untuk isu ini, memerlukan tekanan diplomatik berkelanjutan dan penegakan hukum internasional oleh badan-badan seperti PBB dan ICC, bilamana ada bukti kejahatan.
 

Copy