Putusan yang dijatuhkan oleh Eka Kurnia, seorang hakim anak di Pengadilan Negeri Curup, baru-baru ini menjadi perbincangan luas di masyarakat. Dalam perkara pengeroyokan yang melibatkan anak sebagai pelaku, ia menjatuhkan vonis berupa kerja sosial, yakni membersihkan masjid. Meskipun korban mengalami luka cukup serius, putusan tersebut dijatuhkan dengan mempertimbangkan pendekatan restoratif dan kepentingan terbaik bagi anak.
Sebagai hakim anak, Eka Kurnia memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menegakkan keadilan sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan anak dalam sistem hukum nasional. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pendekatan yang digunakan dalam menangani perkara anak berbeda dari perkara orang dewasa. Tujuan utama dari sistem ini bukan hanya untuk menghukum, tetapi untuk memperbaiki dan mendidik anak agar tidak mengulangi perbuatannya.
Dalam proses hukum anak, diversi dan keadilan restoratif menjadi dua prinsip utama. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, sedangkan keadilan restoratif menekankan pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Putusan kerja sosial dalam bentuk membersihkan tempat ibadah merupakan contoh konkret penerapan keadilan restoratif yang bertujuan membangun kesadaran dan tanggung jawab sosial anak.
Perlu diketahui bahwa hakim yang menangani perkara anak harus memiliki sertifikat khusus sebagai hakim anak. Sertifikasi ini diberikan setelah melalui pelatihan khusus untuk memastikan bahwa hakim mampu memahami psikologi anak, pendekatan hukum yang tepat, serta mampu mengedepankan prinsip perlindungan anak dalam setiap tahap pemeriksaan perkara.
Meskipun putusan tersebut menimbulkan pro dan kontra, penting untuk mendukung independensi hakim dalam memutus perkara. Setiap putusan hakim adalah hasil dari pertimbangan hukum, fakta persidangan, serta nilai-nilai keadilan yang diyakini dapat memberikan dampak positif bagi pelaku maupun masyarakat.
Mahkamah Agung melalui berbagai peraturan dan pelatihan terus mendorong terciptanya sistem peradilan anak yang adil, humanis, dan berpihak pada kepentingan terbaik anak. Dalam konteks ini, langkah yang diambil oleh Hakim Eka Kurnia sepatutnya dipandang sebagai bagian dari inovasi hukum yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan hukum progresif.
Sudah saatnya publik mendukung hakim-hakim progresif yang mencoba memberikan putusan dengan pendekatan alternatif demi masa depan generasi muda yang lebih baik. Keadilan bukan hanya tentang hukuman, tetapi juga tentang kesempatan untuk memperbaiki diri dan kembali ke jalan yang benar.