Pembebanan Biaya Perkara dalam Perkara Pidana

Siapapun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
ilustrasi suasana persidangan. Foto freepik.com
ilustrasi suasana persidangan. Foto freepik.com

Pembebanan biaya perkara dalam perkara pidana merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam sebuah putusan pengadilan, karena dalam pasal 222 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menjelaskan, siapapun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. 

Biaya perkara dibebankan pada negara dan dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebutkan, pembebanan biaya perkara kepada terdakwa, bukanlah merupakan jenis hukuman, namun atas dasar peri kemanusiaan dan keadilan yang bermartabat.

Kemudian, dalam pasal 197 ayat 1 huruf (i) juga menjelaskan ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti.

Putusan pengadilan merupakan mahkota hakim yang disusun secara sistematis berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun praktik peradilan dan isinya melandaskan pemikiran serta analisis hakim untuk menyelesaikan suatu perkara.

Putusan hakim menguraikan berbagai macam penafsiran hukum, bersifat konkrit, mengikat, dan sistematika. Putusan hakim dalam perkara pidana pada mulanya berpedoman pada format lama yang dibenarkan dalam praktik peradilan. 

Selanjutnya, putusan pidana pada Mahkamah Agung (MA) mengikuti sistematika dalam ketentuan Pasal 90 ayat (1) bagian 4 "Pembuktian dan Putusan" Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Susunan, Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. 

Adapun sistematika tersebut terdiri dari tujuh kriteria yakni, mulai dari identitas terdakwa, keputusan tentang kesalahan, requisitoir Jaksa Agung, hukuman bagi terdakwa yang bersalah beserta pasal-pasal, ongkos perkara, hari tanggal diputus beserta nama hakim, serta perintah menahan atau melepaskan.

Amar dalam putusan hakim merupakan aspek yang penting dalam sebuah  isi putusan dimulai dengan kata-kata ‘Mengadili”, kemudian suatu pernyataan yang mengatakan terdakwa terbukti/tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, disertai kualifikasi tindak pidana yang terbukti tersebut, lamanya penahanan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, penegasan terdakwa dalam tahanan Pasal 22 ayat (1) KUHAP, adanya penetapan Majelis Hakim terhadap barang bukti (Pasal 197 ayat (1), Pasal 46 dan Pasal 194 KUHAP dan adanya pembebanan biaya perkara yang dibebankan kepada terdakwa.

Pada dasarnya, pembebanan biaya perkara ini berasal dari asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Asas ini terdapat dalam pasal 2 ayat (4), pasal 4 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 dan penjelasan umum angka 3 huruf e KUHAP.

Secara konkret, apabila dijabarkan dengan yang dilakukan peradilan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan, dimaksudkan supaya terdakwa tidak diperlakukan dan diperiksa secara berlarut-larut dan memperoleh kepastian prosedural hukum serta proses administrasinya biaya perkara yang ringan dan tidak membebaninya.

Sedangkan terhadap peradilan dengan biaya ringan khususnya dalam perkara pidana berorientasi kepada pembebanan biaya bagi terdakwa yang dijatuhkan hukuman pidana sebagaimana tercantum dalam pasal (197 ayat (1) huruf I jo pasal 222 ayat (1) KUHAP dimana berdasarkan SEMA RI kepada ketua Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia No. KMA/155/X/1981 tanggal 19 Oktober 1981 jo Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. SE-MA/17 Tahun 1983 tertanggal 8 Desember 1983 dan angka 27 lampiran keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor  No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP, ditentukan pedoman biaya perkara minimal Rp500,00 dan maksimal Rp10.000,00, dengan penjelasan maksimal Rp10.000,00 tersebut, Pengadilan Negeri membebankan Rp7.500,00 dan bagi Pengadilan Tinggi Rp2.500,00. 

Kemudian, untuk mengisi kekosongan hukum terhadap pembebanan biaya perkara pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa yang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung tahun 2017 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan, dalam Rumusan Hukum Kamar pidana poin ke 3 (tiga), tentang pembebanan biaya perkara terhadap terdakwa yang dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, yang menurut penjelasan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung ini, bahwa menurut Pasal 222 Ayat (1) KUHAP siapa pun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara, kecuali dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum biaya perkara dibebankan pada negara, dan sesuai Pasal 10 KUHP bahwa pembebanan biaya perkara kepada terdakwa, bukanlah merupakan jenis hukuman, namun atas dasar peri kemanusiaan dan keadilan yang bermartabat, sehingga kepada terdakwa yang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, biaya perkara tersebut diambil alih dan dibebankan kepada negara.
 

Penulis: Enggar Wicaksono
Editor: Tim MariNews