Dalam dinamika penegakan hukum administrasi negara, eksistensi lembaga peradilan menjadi elemen penting dalam menjamin keadilan dan perlindungan hukum bagi warga negara terhadap tindakan aparatur pemerintah.
Salah satu lembaga peradilan yang mengemban peran strategis tersebut adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul perdebatan di kalangan masyarakat, akademisi, dan pengamat hukum mengenai relevansi dan efektivitas keberadaan lembaga ini.
Minimnya jumlah perkara yang ditangani oleh PTUN Yogyakarta memunculkan pertanyaan kritis: apakah lembaga ini masih layak untuk terus berdiri secara mandiri? Atau, dalam semangat efisiensi dan optimalisasi sumber daya, akankah lebih baik bila PTUN Yogyakarta digabung kembali ke PTUN Semarang sebagaimana sebelum 1997?
Pertanyaan ini tentu relevan untuk dikaji dalam perspektif manajemen kelembagaan negara. Namun demikian, menjawab isu tersebut tidak bisa hanya berlandaskan kuantitas perkara semata. Perlu ditilik kembali hakikat dan tujuan utama pendirian PTUN Yogyakarta.
Pembentukan lembaga ini didasarkan pada kebutuhan untuk menghadirkan peradilan administrasi negara yang lebih dekat dan mudah diakses oleh masyarakat, khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 02 tanggal 29 Januari 1997, PTUN Yogyakarta didirikan sebagai pengadilan tingkat pertama yang memiliki kewenangan mengadili perkara-perkara sengketa tata usaha negara.
Sebelum pengadilan ini berdiri, masyarakat yang ingin mengajukan gugatan terhadap keputusan pejabat tata usaha negara di wilayah Yogyakarta harus melakukannya di PTUN Semarang. Ketentuan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1993 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan diperkuat melalui Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: KMA/012/SK.III/1993 tanggal 5 Maret 1993, yang menetapkan bahwa wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berada di bawah yurisdiksi PTUN Semarang.
Kondisi tersebut membawa sejumlah tantangan. Akses terhadap keadilan menjadi tidak efisien karena masyarakat harus menempuh perjalanan ke luar provinsi. Biaya transportasi, waktu yang terbuang, serta hambatan logistik lainnya menjadi beban tersendiri bagi masyarakat pencari keadilan. Selain itu, beban perkara yang terus bertambah di PTUN Semarang menjadi indikator perlunya desentralisasi fungsi peradilan tata usaha negara di wilayah-wilayah yang padat administrasi pemerintahan, termasuk Yogyakarta.
Pembentukan PTUN Yogyakarta pada akhirnya menjadi solusi strategis untuk memperpendek rentang kendali pelayanan hukum serta meningkatkan efektivitas penyelesaian perkara tata usaha negara. Selain memudahkan masyarakat dalam memperoleh keadilan, keberadaan pengadilan ini juga memperkuat sistem hukum administrasi negara di tingkat daerah.
Setelah melalui tahap perencanaan, pembangunan infrastruktur, dan pembentukan kelembagaan, gedung PTUN Yogyakarta diresmikan pada 29 Desember 1997 oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia saat itu, H. Oetojo Oesman, S.H. Sejak itu, PTUN Yogyakarta mulai beroperasi sebagai lembaga peradilan tingkat pertama di bawah Mahkamah Agung RI yang berkedudukan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sesuai Keputusan Presiden Nomor: 02 Tahun 1997, wilayah hukum PTUN Yogyakarta meliputi seluruh wilayah administratif Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu:
- Kota Yogyakarta
- Kabupaten Bantul
- Kabupaten Sleman
- Kabupaten Kulon Progo
- Kabupaten Gunungkidul
Dengan cakupan tersebut, PTUN Yogyakarta memiliki kewenangan untuk mengadili perkara-perkara sengketa tata usaha negara yang timbul akibat keputusan pejabat tata usaha negara di wilayah pemerintahan daerah se-DIY. Warga yang merasa haknya dilanggar oleh keputusan administratif pemerintah daerah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan ini sesuai dengan prosedur hukum acara yang berlaku.
Selain menjalankan fungsi yudisial, PTUN Yogyakarta juga berperan penting dalam menegakkan prinsip good governance, yaitu pemerintahan yang transparan, akuntabel, partisipatif, dan berbasis hukum. Melalui mekanisme kontrol yudisial, lembaga ini ikut menjaga agar tindakan pejabat pemerintah tetap dalam batas kewenangan yang sah dan tidak merugikan masyarakat secara sewenang-wenang.
PTUN Yogyakarta berada di bawah yurisdiksi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya sebagai pengadilan tingkat banding. Sistem ini memberikan jaminan hukum yang berjenjang bagi para pihak yang berperkara, memungkinkan mereka memperoleh keadilan secara objektif dan terbuka hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Meski jumlah perkara yang masuk mungkin belum setinggi pengadilan lain di kota besar, keberadaan PTUN Yogyakarta tetap memiliki nilai strategis. Peran edukatif, preventif, dan simbolik dari pengadilan ini terhadap pejabat daerah maupun masyarakat tidak bisa diabaikan. Dengan semakin meningkatnya kesadaran hukum, kualitas pemerintahan daerah, serta partisipasi publik dalam pengawasan pemerintahan, peran PTUN Yogyakarta diperkirakan akan semakin penting di masa mendatang.
Hingga saat ini, PTUN Yogyakarta terus berbenah dan berkembang, baik dari sisi tata kelola kelembagaan, pelayanan berbasis teknologi informasi, hingga penguatan kapasitas sumber daya manusia. Sebagai bentuk nyata komitmen reformasi birokrasi, PTUN Yogyakarta berhasil meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Capaian ini bukan hanya simbol keberhasilan, tetapi juga menjadi titik tolak untuk melangkah lebih jauh menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Dalam upaya menuju WBBM, PTUN Yogyakarta secara konsisten meningkatkan kualitas pelayanan publik yang transparan, cepat, dan akuntabel. Berbagai inovasi pelayanan berbasis teknologi informasi terus dikembangkan untuk mempermudah akses masyarakat terhadap keadilan administrasi. Selain itu, pembangunan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) juga sedang dilakukan sebagai bagian dari upaya memperkuat integritas institusi serta menciptakan budaya kerja yang bersih, jujur, dan bebas dari praktik koruptif.
Lembaga ini, tetap memegang teguh komitmennya untuk menjadi pilar keadilan tata usaha negara yang profesional, independen, berintegritas, dan berpihak pada kebenaran hukum serta kepentingan masyarakat. Melalui transformasi berkelanjutan tersebut, PTUN Yogyakarta tidak hanya menjaga eksistensinya, tetapi juga membuktikan diri sebagai institusi yang adaptif terhadap tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan hukum yang bermartabat.