“Breaking The Law” dalam Krisis Hukum serta Sosial di Inggris pada 1980

Makna "melanggar hukum (breaking the law)” dalam lirik lagu ini tidak dimaknai sebagai dorongan untuk melakukan tindakan kriminal, melainkan sebagai simbol perlawanan terhadap sistem yang dianggap tidak lagi sah secara moral.
Band heavy metal asal Inggris Judas Priest. Sumber foto: Instagram @judaspriest
Band heavy metal asal Inggris Judas Priest. Sumber foto: Instagram @judaspriest

British Steel adalah album keenam milik band heavy metal asal Inggris, Judas Priest, yang dirilis pada 1980 melalui label CBS Records serta Columbia Records. Salah satu lagu dalam album tersebut yang hingga saat ini masih sering dibawakan oleh Judas Priest dalam pertunjukan konsernya adalah lagu berjudul Breaking The Law. Dengan riff gitar yang ikonik dan memorable serta lirik yang tajam, lagu ini selalu memancing sing along para Defenders of Faith (sebutan untuk penggemar setia Judas Priest) ketika Rob Halford dkk., beraksi di atas panggung.

Di balik popularitas lagu Breaking The Law, menyiratkan pesan sosial yang mendalam dan merefleksikan kondisi krisis yang tengah melanda Inggris pada waktu itu. Judas Priest ternyata berusaha menggambarkan keresahan kolektif masyarakat Inggris terhadap ketidakadilan sosial dan sistem hukum yang dianggap timpang.

Lagu ini menjadi gambaran budaya dari kondisi di mana hukum dan keadilan menjadi dua hal yang tidak selalu berjalan seiring. Dalam kondisi masyarakat yang demikian, melakukan tindak kriminal atau melanggar hukum dapat muncul bukan karena watak kriminal, tetapi karena rasa tidak percaya terhadap institusi atau lembaga yang seharusnya berkewajiban untuk melindungi masyarakat.

Kondisi Sosial dan Politik Inggris pada 1979 hingga Awal 1980-an

Menjelang dekade 1980-an, Inggris sedang berada dalam fase transisi yang penuh dengan gejolak. Krisis ekonomi yang tengah melanda ditandai dengan tingkat inflasi yang melonjak, meningkatnya jumlah pengangguran dan banyak industri pertambangan serta manufaktur yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Inggris mengalami kehancuran. Kota-kota industri seperti Liverpool, Birmingham, dan Sheffield, banyak masyarakat kelas pekerja tinggal, menjadi wilayah yang paling terdampak.

Margaret Hilda Thatcher mulai menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris pada 1979. Pada masa itu, dia menerapkan kebijakan ekonomi neoliberal, lantang melawan komunisme dan dominasi Uni Soviet serta mendukung kapitalisme. Kebijakan Thatcher fokus pada privatisasi, deregulasi dan pemangkasan peran negara dalam kesejahteraan sosial.

Pada saat itu, kebijakan ini justru memperlebar kesenjangan sosial dan memperburuk nasib masyarakat kelas bawah. Hukum pada akhirnya tidak lagi dipandang sebagai pelindung keadilan, tetapi justru sebagai alat represi dari negara terhadap mereka yang berada dalam kondisi yang terpinggirkan. Hukum menjadi simbol otoritas yang lebih banyak mengayomi kepentingan elite ekonomi dibanding rakyat biasa.

Makna Perlawanan dan “Suara” Frustasi

Dalam bait pertama lirik lagu tersebut, kalimat “There I was completely wasting, out of work and down. All inside, it's so frustrating as I drift from town to town” menggambarkan sudut pandang dari seseorang yang telah kehilangan gairah hidupnya, kehilangan pekerjaaan, harapan dan rasa keadilan. Rasa putus asa dan kemarahan yang mendalam dapat tergambar dari kalimat “Feel as though nobody cares if I live or die. So I might as well begin to put some action in my life…. Breaking the law…Breaking the law..”. 

Kesan dalam bait pertama tersebut kembali diulang pada bait kedua, dengan kalimat “So much for the golden future, I can't even start…, there's anger in my heart…… You don't know what it's like, you don't have a clue. If you did, you'd find yourselves doing the same thing too…breaking the law….breaking the law…”. Judas Priest dalam lagu ini tidak sedang menggambarkan seorang penjahat dalam arti harfiah, melainkan seseorang yang menjadi korban dari sistem yang gagal memberikan kesempatan dan perlindungan yang adil.

Makna "melanggar hukum (breaking the law)” dalam lirik lagu ini tidak dimaknai sebagai dorongan untuk melakukan tindakan kriminal melainkan sebagai simbol perlawanan terhadap sistem yang dianggap tidak lagi sah secara moral.

Rob Halford dkk., secara jeli menangkap keresahan tersebut sebagai ekspresi dari kondisi di mana masyarakat merasa tidak memiliki pilihan lain selain menolak aturan dan kebijakan yang sudah tidak adil. Dengan kata lain, kalimat Breaking The Law menggambarkan keputusasaan sekaligus bentuk simbolik dari perlawanan individu terhadap tatanan sosial yang represif.

Hukum sebagai Simbol Ketimpangan

Pada masa Inggris 1980-an tersebut, hukum tidak lagi dianggap sebagai instrumen keadilan, melainkan sebagai representasi dari kekuasaan elite yang meminggirkan rakyat. Banyak peraturan perundang-undangan yang diberlakukan pada masa itu, justru memperberat kehidupan kaum pekerja, termasuk hukum terkait buruh, pemogokan, dan kebebasan berorganisasi.

Pemerintah Thatcher bahkan dikenal keras terhadap serikat pekerja, seperti yang ketika konfrontasi besar dengan National Union of Mineworkers beberapa tahun setelah lagu ini dirilis, yaitu pada 1984-1985.

Melalui lirik yang singkat nan-tajam, yang tergambar pada artwork cover album British Steel, Judas Priest menangkap denyut nadi keresahan tersebut. Seperti yang telah Penulis sampaikan pada paragraf awal tulisan ini, lagu Breaking The Law menjadi manifestasi budaya dari kondisi dimana antara hukum dan keadilan menjadi dua hal yang tidak selalu berjalan seiring. Dalam masyarakat seperti itu, melanggar hukum bisa muncul bukan karena watak kriminal, tetapi karena rasa tidak percaya terhadap institusi yang seharusnya melindungi.

Kesimpulan

"Breaking the Law" bukan sekadar lagu heavy metal dengan lirik satir sebagaimana ciri khas lagu karya grup band New Wave Of British Heavy Metal (NWOBHM) pada masa itu. Melalui lagu-lagunya dalam album British Steel, Judas Priest berhasil merekam kegelisahan sosial dan krisis legitimasi hukum di Inggris pada awal 1980-an. Rob Halford, dkk., dapat menggambarkan realitas pahit yang dialami oleh masyarakat Inggris di masa itu yaitu realitas tentang ketidakadilan, keputusasaan dan pencarian makna di tengah tatanan hukum yang tidak lagi berpihak.

Lagu ini juga sekaligus dapat menjadi bukti bahwa musik heavy metal pun bisa menjadi media ekspresi politik yang kuat, penggugah kesadaran, dan dapat menyuarakan perlawanan terhadap sistem yang tak adil.

Penulis: Dio Dera Darmawan
Editor: Tim MariNews