Setiap tahunnya, kita merayakan Hari Anak sebagai sebuah momen global yang didedikasikan untuk menghargai hak-hak, kebahagiaan, dan masa depan anak-anak di seluruh dunia.
Hari ini, seharusnya menjadi pengingat akan janji kita untuk melindungi dan memberdayakan generasi penerus. Kita berbicara tentang hak untuk bermain, belajar, tumbuh dalam lingkungan yang aman, dan mewujudkan impian mereka. Konsep ini bukan sekadar keinginan luhur, melainkan pondasi dari keadilan, bahwa setiap anak, tanpa terkecuali, berhak atas kehidupan yang bermartabat dan kesempatan yang setara.
Keadilan sejati menuntut agar hak-hak anak tidak hanya diakui secara formal di atas kertas, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata. Hak-hak tersebut, telah diatur secara komprehensif dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak atau United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC) pada 1989. Perjanjian internasional ini, telah diratifikasi oleh hampir seluruh negara di dunia, menjadikannya sebagai standar global dalam perlindungan hak anak.
UNCRC secara tegas menjamin berbagai hak fundamental anak, di antaranya:
- Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan (Pasal 6)
- Hak atas perlindungan dari kekerasan, penyiksaan, dan perlakuan kejam lainnya (Pasal 37)
- Hak atas pendidikan yang layak (Pasal 28)
- Hak untuk mengakses layanan kesehatan (Pasal 24)
Konvensi ini, berfungsi sebagai panduan moral dan hukum bagi setiap negara untuk memastikan perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan terhadap hak-hak anak di semua aspek kehidupan.
Namun, di tengah perayaan Hari Anak, hati kita tidak bisa tidak tergerak oleh realitas pahit yang dihadapi oleh anak-anak di berbagai belahan dunia, terutama yang terjebak dalam konflik krisis kemanusiaan yang parah. Tak ada tempat yang menggambarkan kontras ini lebih jelas daripada Gaza.
Pelanggaran Keadilan dan Konvensi di Gaza
Ketika kita membayangkan anak-anak bermain riang di taman atau tekun belajar di sekolah, kenyataan yang dihadapi anak-anak di Gaza sungguh kontras. Mereka tumbuh dalam bayang-bayang blokade yang mencekik selama bertahun-tahun, konflik bersenjata yang terus berulang, dan kerusakan infrastruktur yang sistematis. Bagi mereka, masa kecil bukanlah tentang keceriaan, melainkan tentang bertahan hidup di tengah penderitaan. Realitas ini adalah bentuk pelanggaran nyata terhadap prinsip keadilan dan pasal-pasal dalam United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC).
Penderitaan anak-anak Gaza tak bisa hanya diringkas dalam angka. Mereka menghadapi trauma psikologis yang mendalam akibat dentuman bom dan kehilangan orang-orang tercinta-pelanggaran serius terhadap hak mereka atas kesehatan fisik dan mental sebagaimana dijamin dalam Pasal 24 UNCRC.
Kondisi gizi buruk dan keterbatasan akses terhadap air bersih menimbulkan berbagai penyakit dan mengancam hak mereka untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan (Pasal 6), serta hak atas layanan kesehatan yang layak (Pasal 24). Sementara itu, sekolah-sekolah yang hancur dan akses pendidikan yang terputus menghancurkan impian mereka untuk masa depan, yang merupakan pelanggaran langsung terhadap hak atas pendidikan (Pasal 28).
Konflik bersenjata di Gaza secara fundamental menempatkan anak-anak dalam posisi yang sangat rentan, melanggar hak mereka untuk perlindungan dari segala bentuk kekerasan (Pasal 19 dan 37) dan hak mereka untuk perlindungan dalam konflik bersenjata (Pasal 38).
UNCRC secara tegas menyatakan, negara-negara pihak harus mengambil semua langkah yang layak untuk memastikan perlindungan dan perawatan anak-anak yang terkena dampak konflik bersenjata. Pengeboman infrastruktur sipil, termasuk sekolah dan rumah sakit, serta pembatasan akses bantuan kemanusiaan, merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip ini dan hukum humaniter internasional.
Bayangkan, seorang anak yang tumbuh hanya dengan mengetahui perang, ketakutan, dan kehancuran. Bayangkan seorang anak yang tidak pernah merasakan keamanan, atau yang hanya mengenal rumah sakit sebagai tempat yang penuh dengan luka dan tangisan. Inilah realitas bagi ribuan anak di Gaza. Mereka adalah korban yang tidak bersalah dari konflik yang bukan pilihan mereka, dan penderitaan mereka adalah noda pada hati nurani kemanusiaan.
Seruan untuk Keadilan dan Penegakan Konvensi
Hari Anak lebih dari sekadar perayaan. Harus menjadi panggilan agar lebih peka dan berempati. Ini adalah saatnya untuk mengingatkan diri kita akan tanggung jawab moral dan etika untuk melindungi anak-anak yang paling rentan. Keadilan menuntut agar pelanggaran hak-hak anak di Gaza tidak diabaikan, dan para pihak yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban. Karena sejatinya anak anak tidak itu tak berdosa dan tidak mewariskan dosa dan konflik orang tua mereka.
Kita harus bersama-sama mendesak diakhirinya blokade dan konflik bersenjata di Gaza. Bantuan kemanusiaan harus dapat menjangkau setiap anak dan keluarga yang membutuhkan, serta mendukung upaya pemulihan untuk membangun kembali kehidupan yang layak bagi mereka. Ini bukan semata isu kemanusiaan-ini adalah ujian atas komitmen kita terhadap hukum internasional dan prinsip keadilan global.
Setiap negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak (UNCRC) memikul tanggung jawab moral dan hukum untuk menjamin bahwa hak-hak anak dihormati di mana pun, termasuk di wilayah yang dilanda konflik. Tidak ada pengecualian.
Setiap anak di dunia berhak atas masa kecil yang aman, penuh harapan, dan kesempatan untuk tumbuh dan bermimpi. Mereka berhak bermain tanpa rasa takut, belajar tanpa gangguan, dan membayangkan masa depan yang cerah.
Mari jadikan Hari Anak ini sebagai momen refleksi dan aksi nyata. Saatnya kita memperbarui komitmen untuk anak-anak di Gaza dan di seluruh dunia-agar suatu hari nanti, mereka pun dapat merayakan masa kecil mereka dengan tawa, bukan air mata; dengan harapan, bukan ketakutan.
Penderitaan anak-anak di Gaza bukan sekadar berita. Itu adalah cerminan kegagalan kolektif kita dalam menegakkan hak asasi manusia yang paling dasar: hak hidup, hak aman, dan hak atas masa depan. Mari bersatu untuk bersuara, bertindak, dan memperjuangkan keadilan. Karena setiap anak berhak dilindungi-bukan karena belas kasihan, tetapi karena hukum dan hati nurani menuntutnya.