Baru-baru ini, Kepolisian Republik Indonesia melalui Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri berhasil memusnahkan ladang ganja seluas 25 hektare di kawasan Nagan Raya, Aceh.
Ladang ganja tersebut tersebar di delapan titik dan terletak di kawasan hutan Beutong Ateuh. Butuh waktu berjam-jam berjalan kaki dan naik motor trail bagi tim gabungan dari Polri, TNI, Bea Cukai, dan instansi terkait lainnya untuk menjangkau lokasi tersebut.
Temuan ini menunjukkan, peredaran narkotika di Indonesia sudah dalam tahap yang sangat memprihatinkan. Fakta adanya 25 hektare ladang ganja aktif adalah cerminan bahwa peredaran gelap narkoba tidak lagi hanya menyasar kota-kota besar, melainkan sudah merambah ke pelosok dan hutan-hutan terpencil.
Indonesia kini berada dalam status darurat narkoba. Oleh karena itu, diperlukan langkah komprehensif dan sinergis dari seluruh aparat penegak hukum-mulai dari kepolisian hingga kejaksaan. Mahkamah Agung (MA) sebagai institusi tertinggi di bidang peradilan juga memiliki tanggung jawab besar dalam merespons fenomena ini.
Salah satu langkah konkret yang telah diambil MA adalah menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang memberikan ruang bagi hakim untuk menjatuhkan vonis yang proporsional terhadap perkara narkotika, khususnya yang melibatkan pengguna. Hal ini menjadi penting agar aparat tidak hanya mengejar jumlah penahanan, tetapi benar-benar menilai substansi dari perkara yang ada.
Dalam konteks pemberantasan peredaran gelap, sinergi antara polisi, jaksa, dan hakim menjadi kunci utama. Penyidikan harus dilakukan dengan profesional, penuntutan harus transparan, dan putusan harus adil serta memberikan efek jera. Dengan pola ini, sistem hukum pidana di Indonesia akan lebih berorientasi pada keadilan substantif, bukan sekadar formalitas proses.
Pemusnahan ladang ganja di Aceh bukanlah akhir, melainkan sinyal bahwa perang terhadap narkoba masih panjang. Diperlukan komitmen berkelanjutan dan konsistensi dari semua pihak agar generasi muda Indonesia terselamatkan dari bahaya laten narkotika.