Menyikapi Fenomena KKB dan Keadilan Hak Asasi Manusia

KKB bukanlah kelompok separatis biasa. Mereka menggunakan kekerasan bersenjata yang mengancam keselamatan masyarakat sipil dan aparat keamanan.
Operasi bersama antara TNI di bawah Kogabwilhan dan Polri yang tergabung dalam Satgas Ops Damai Cartenz-2025 serta Polda Papua mengevakuasi korban serangan yang dilakukan KKB di Kabupaten Yahukimo, Papua, Minggu (23/3/2025). foto tribratanewssikka.com
Operasi bersama antara TNI di bawah Kogabwilhan dan Polri yang tergabung dalam Satgas Ops Damai Cartenz-2025 serta Polda Papua mengevakuasi korban serangan yang dilakukan KKB di Kabupaten Yahukimo, Papua, Minggu (23/3/2025). foto tribratanewssikka.com

Dalam beberapa waktu terakhir, isu tentang Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kembali mencuat ke permukaan. Banyak laporan media memberitakan prajurit TNI yang gugur akibat serangan brutal dari KKB, terutama di wilayah Papua. Kondisi ini menyisakan duka mendalam, tidak hanya bagi institusi pertahanan negara, tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia.

KKB bukanlah kelompok separatis biasa. Mereka menggunakan kekerasan bersenjata yang mengancam keselamatan masyarakat sipil dan aparat keamanan. Langkah-langkah penyelesaian terhadap KKB tentu membutuhkan strategi yang kompleks dan terintegrasi, mulai dari pendekatan keamanan hingga dialog damai. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh KKB sering kali mengarah pada tindakan teror yang tidak manusiawi.

Yang menjadi tantangan utama adalah ketika TNI melaksanakan tugas untuk menindak atau mempertahankan diri dari serangan KKB, maka tindakan tersebut kerap dipandang sebagai pelanggaran HAM. Padahal dalam banyak kasus, prajurit TNI menjadi korban utama. Ini menimbulkan pertanyaan besar dalam praktik keadilan HAM: mengapa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh KKB jarang, atau bahkan tidak pernah, dikaitkan sebagai pelanggaran HAM?

Dalam konteks hukum internasional dan nasional, pelanggaran HAM berat haruslah diproses melalui mekanisme peradilan yang adil, termasuk melalui Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Akan tetapi, prinsip keadilan juga menuntut agar perlakuan terhadap pelaku kekerasan harus setara, tidak hanya kepada negara atau aparatnya, tetapi juga terhadap kelompok bersenjata yang jelas-jelas melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap aparat maupun warga sipil.

Keadilan tidak boleh dipersepsikan hanya berdasarkan siapa pelaku, tetapi pada tindakan yang dilakukan. Oleh karena itu, penting bagi seluruh elemen penegak hukum dan masyarakat untuk melihat persoalan ini dengan jernih. Penyelesaian terhadap KKB harus mengedepankan supremasi hukum, perlindungan HAM, dan juga perlindungan terhadap aparat negara yang menjalankan tugasnya dengan penuh risiko.

Dengan memperkuat sistem hukum yang adil dan tidak memihak, serta menegakkan HAM secara proporsional dan tidak selektif, diharapkan keadilan sejati dapat tercapai. Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan penegakan hukum yang adil, tanpa tekanan, dan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan universal.
 

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews
Copy