Reformasi Mutasi melalui Sistem Ekspedisi yang Terintegrasi

Terdapat tantangan besar yang sering dihadapi oleh hakim dan aparatur pengadilan yang dimutasi, terutama dalam hal perpindahan barang pribadi dan perlengkapan rumah tangga.
Ilustrasi pindahan rumah. Foto go-truk.com
Ilustrasi pindahan rumah. Foto go-truk.com

Mutasi hakim dan aparatur pengadilan merupakan kebijakan dalam sistem peradilan yang bertujuan untuk memastikan pemerataan sumber daya manusia, meningkatkan profesionalisme, serta menjaga integritas dalam menjalankan tugas peradilan.

Namun di balik kebijakan ini, terdapat tantangan besar yang sering dihadapi oleh hakim dan aparatur pengadilan yang dimutasi, terutama dalam hal perpindahan barang pribadi dan perlengkapan rumah tangga.

Bagi hakim dan aparatur pengadilan yang dipindahkan ke daerah baru, tantangan tidak hanya terletak pada adaptasi terhadap lingkungan kerja yang baru, tetapi juga pada aspek logistik perpindahan yang kerap menjadi beban tersendiri. Proses pengiriman barang ke lokasi tugas baru dapat memakan biaya besar, membutuhkan waktu lama, serta berisiko mengalami kerusakan jika tidak ditangani dengan baik.

Dalam Rapat Kerja Mahkamah Agung (MA) dan Komisi III DPR RI pada 12 Februari 2025, disampaikan bahwa efisiensi anggaran berdampak langsung pada biaya mutasi hakim, yang kini tidak lagi sepenuhnya ditanggung oleh negara. Kebijakan ini sejalan dengan langkah efisiensi yang diterapkan di berbagai lembaga negara, termasuk Mahkamah Agung. Akibatnya, akan banyak hakim dan aparatur pengadilan harus mengurus ekspedisi secara mandiri tanpa dukungan institusi, sehingga perpindahan menjadi lebih sulit dan menambah beban finansial bagi mereka.

Isu ini juga disinggung oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) Mahkamah Agung dalam pertemuan dengan para pimpinan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri seluruh Indonesia yang bertepatan dengan Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2024.

Dalam sambutannya, Dirjen Badilum mengungkapkan, pada 2025 terjadi pemotongan anggaran signifikan, dari Rp55 miliar menjadi Rp26 miliar. Salah satu dampaknya adalah pengurangan anggaran mutasi dan promosi tenaga teknis, yang hanya tersisa Rp3,1 miliar dari kebutuhan awal sebesar Rp17 miliar.

Saat ini, peradilan umum menaungi 416 satuan kerja, dengan jumlah tenaga teknis yang terdiri dari 4.612 hakim, 409 panitera, 2.639 panitera pengganti, serta 738 jurusita dan jurusita pengganti.

Mengingat kendala yang dihadapi akibat keterbatasan anggaran, Mahkamah Agung perlu mengambil langkah strategis untuk memastikan proses mutasi tetap berjalan dengan lancar dan efisien. Salah satu solusi yang dapat diupayakan adalah menjalin kerja sama dengan perusahaan ekspedisi. Sehingga, proses perpindahan hakim dan aparatur pengadilan dapat dilakukan dengan lebih mudah, terjangkau, serta tidak membebani mereka secara finansial. Dengan adanya solusi ini, diharapkan kebijakan mutasi tetap dapat berjalan optimal tanpa menghambat tugas peradilan di daerah.

Tantangan dalam Mutasi Hakim dan Aparatur Pengadilan

Setiap kali terjadi mutasi, hakim dan aparatur pengadilan harus berpindah ke tempat tugas baru, yang sering kali berlokasi jauh dari tempat sebelumnya. Bahkan, perpindahan tersebut bisa melintasi pulau, dari satu pulau ke pulau lainnya, atau dari Barat ke Timur maupun sebaliknya.

Dalam proses ini, mereka harus membawa serta barang-barang pribadi dan perlengkapan rumah tangga dalam jumlah besar. Salah satu tantangan utama adalah biaya pengiriman yang tinggi, yang sering kali menjadi beban finansial. 

Selain itu, tidak semua hakim dan aparatur pengadilan memiliki akses mudah ke layanan ekspedisi yang andal, terutama di daerah terpencil. Kesulitan ini semakin diperparah dengan proses yang tidak praktis dan memakan waktu, karena tanpa adanya sistem yang terkoordinasi, mereka harus mencari ekspedisi sendiri, mengurus biaya pengiriman, serta mengawasi pemindahan barang secara mandiri. Hal ini dapat menghambat penyesuaian mereka di tempat tugas baru dan berisiko mengurangi fokus serta kinerja dalam menjalankan tugasnya.

Bayangkan seorang hakim atau aparatur pengadilan yang menerima surat keputusan mutasi ke daerah baru. Selain harus menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang berbeda, mereka juga dihadapkan pada tantangan besar dalam mengurus perpindahan barang pribadi dan perlengkapan rumah tangga.

Tanpa sistem yang terkoordinasi, mereka harus mencari jasa ekspedisi sendiri, menegosiasikan harga, mengemas barang, dan memastikan semuanya tiba dengan selamat di tempat tugas baru. Tidak jarang, barang datang terlambat, rusak, atau bahkan hilang di perjalanan, menambah beban di tengah proses adaptasi yang sudah cukup berat.

Reformasi Mutasi Terintegrasi untuk Efisiensi dan Keberlanjutan

Untuk mengatasi kendala dalam proses mutasi, penulis mengusulkan kepada Mahkamah Agung untuk menjalin kerja sama resmi dengan perusahaan ekspedisi yang memiliki jangkauan luas serta pengalaman dalam menangani pengiriman barang dalam jumlah besar. Kerja sama ini, dapat diwujudkan melalui skema kontrak jangka panjang dengan penyedia jasa ekspedisi nasional yang menawarkan layanan door-to-door ke seluruh wilayah Indonesia. Alternatif lainnya, Mahkamah Agung dapat membuka sistem lelang bagi beberapa perusahaan jasa ekspedisi untuk menawarkan layanan terbaik dengan harga yang kompetitif.

Dalam skema ini, setiap hakim dan aparatur pengadilan yang menerima surat mutasi akan langsung mendapatkan akses ke layanan ekspedisi yang telah ditunjuk tanpa perlu mengurusnya sendiri. Mereka cukup mendaftarkan kebutuhan pengiriman melalui platform digital yang disediakan. Tim profesional akan datang dan menangani seluruh proses, mulai dari penjemputan, pengemasan yang aman, hingga pengantaran langsung ke lokasi baru. Sistem ini juga memungkinkan pelacakan real-time serta kepastian biaya yang lebih terjangkau melalui subsidi atau tarif khusus yang telah disepakati.

Manfaat dari kerja sama ini antara lain:

1. Layanan Door-to-Door:

Hakim dan aparatur pengadilan tidak perlu lagi repot mencari jasa ekspedisi sendiri, karena barang mereka akan dijemput dan dikirim langsung ke lokasi baru.

2. Biaya yang Lebih Terjangkau:

Mahkamah Agung dapat memperoleh tarif khusus atau potongan harga untuk menekan biaya perpindahan, sehingga mereka tidak lagi terbebani oleh pengeluaran yang besar.

3. Keamanan dan Keandalan Pengiriman:

Ekspedisi yang terpercaya akan menjamin barang tiba dalam kondisi baik dan tepat waktu, mengurangi risiko kehilangan atau kerusakan.

4. Sistem Terpadu untuk Efisiensi:

Dengan sistem yang terintegrasi, hakim dan aparatur pengadilan dapat mengakses layanan ekspedisi melalui platform digital yang memudahkan pengajuan permohonan, pelacakan barang, serta transparansi biaya dan administrasi.

5. Pendampingan dan Bantuan Teknis:

Mahkamah Agung dapat menyediakan layanan konsultasi atau pendampingan bagi mereka yang akan berpindah tugas, termasuk informasi mengenai prosedur pengiriman barang dan estimasi waktu kedatangan di tempat tujuan.

Agar skema ini berjalan efektif, Mahkamah Agung perlu membuat aturan internal yang mengatur mutasi menggunakan layanan ekspedisi. Salah satu langkahnya adalah membangun sistem digital yang terintegrasi dengan manajemen kepegawaian, sehingga begitu hakim dan aparatur pengadilan yang dimutasi dapat langsung mengakses layanan ekspedisi yang telah ditunjuk.

Selain itu, perlu ada standar dalam proses pengiriman, seperti jenis barang yang bisa dikirim, waktu pengiriman, dan prosedur klaim jika terjadi kerusakan atau kehilangan. Aturan ini harus menjadi bagian dari kontrak dengan penyedia ekspedisi. 

Untuk menekan biaya perpindahan, Mahkamah Agung perlu mengupayakan skema tarif khusus atau potongan harga dari perusahaan ekspedisi yang bekerja sama. Dengan demikian, beban finansial yang akan ditanggung oleh hakim dan aparatur pengadilan yang dimutasi dapat dikurangi secara signifikan, sehingga proses mutasi menjadi lebih efisien dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Sudah saatnya Mahkamah Agung mengambil langkah strategis dengan menjalin kerja sama dengan perusahaan ekspedisi. Dengan adanya sistem yang terintegrasi, biaya perpindahan dapat ditekan, keamanan barang lebih terjamin, serta hakim dan aparatur pengadilan yang dimutasi bisa lebih fokus pada tugasnya tanpa harus terbebani urusan logistik.

Mutasi yang efisien dan terorganisir bukan hanya menguntungkan individu yang bersangkutan, tetapi juga meningkatkan efektivitas dan kelancaran sistem peradilan secara keseluruhan. 

Dengan langkah ini, Mahkamah Agung tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memberikan kepastian dan kenyamanan bagi hakim dan aparatur pengadilan dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya. Inilah saatnya reformasi mutasi melalui sistem ekspedisi yang terintegrasi untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
 

Penulis: Iqbal Lazuardi
Editor: Tim MariNews