Mahkamah Agung Republik Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan dengan Kekayaan Intelektual, terutama dalam ranah sengketa Merek. Hal ini tercermin jelas dalam Laporan Tahunan 2025 Mahkamah Agung, yang menyoroti sebuah putusan penting di 2024 sebagai Landmark Decision.
Putusan ini secara substansial memberikan panduan yang jelas dalam menangani sengketa merek. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung menegaskan prinsip bahwa gugatan ganti rugi dan penghentian penggunaan merek seharusnya ditujukan kepada merek yang statusnya tidak terdaftar atau telah dibatalkan secara hukum, selain itu, putusan tersebut menegaskan bahwa suatu merek tidak dapat dibatalkan apabila terbukti terdaftar dengan itikad baik dan tidak memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek pihak yang merasa haknya dilanggar, Mahkamah Agung mengukuhkan prinsip bahwa entitas pemilik merek terdaftar memiliki hak eksklusif atas mereknya, selama merek tersebut belum dibatalkan oleh putusan pengadilan.
Keputusan Mahkamah Agung ini menjadi tonggak penting (landmark decision) dalam penegakan hukum kekayaan intelektual di Indonesia, memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi para pelaku usaha khususnya pemilik merek, serta menunjukkan komitmen Mahkamah Agung dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui perlindungan Kekayaan Intelektual yang efektif dan berkeadilan.
Dijadikannya putusan ini sebagai landmark decision dalam Laporan Tahunan 2025 semakin menegaskan Mahkamah Agung serius dalam menangani dan memberikan panduan hukum yang jelas terkait sengketa merek di Indonesia.
Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 13 PK/Pdt.Sus-HKI/2024 dari Mahkamah Agung RI telah mengukuhkan prinsip-prinsip penting dalam hukum merek, khususnya terkait dengan gugatan ganti rugi dan penghentian penggunaan merek. Putusan ini tidak hanya menyelesaikan sengketa antara para pihak, tetapi juga memberikan panduan hukum yang jelas dan tegas bagi para pelaku usaha dan praktisi hukum di Indonesia.
Salah satu poin penting yang ditegaskan di dalam putusan Majelis Hakim yang beranggotakan I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., Dr. H. Panji Widagdo, S.H., M.H., Dr. Rahmi Mulyati, S.H., M.H. tersebut, adalah gugatan penghentian penggunaan merek dan ganti rugi serta perbuatan menghentikan produksi dan memusnahkan produk hanya dapat diajukan terhadap merek yang tidak terdaftar atau merek yang pendaftarannya telah dibatalkan.
Prinsip ini memberikan kepastian hukum bagi para pemilik merek terdaftar, selama merek mereka masih terdaftar dan belum ada putusan pembatalan, pemegang merek memiliki hak eksklusif untuk menggunakannya tanpa takut digugat atas pelanggaran merek.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan, gugatan yang diajukan oleh pemohon Peninjauan Kembali merupakan gugatan ganti rugi dan penghentian penggunaan merek berdasarkan pasal 83 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Majelis Hakim menekankan, gugatan semacam ini seharusnya ditujukan kepada pengguna merek yang tidak terdaftar atau merek yang pendaftarannya telah dibatalkan. Mengacu pada konteks perkara, merek-merek termohon peninjauan kembali, adalah merek-merek terdaftar.
Lebih lanjut, Majelis Hakim mencermati bahwa tidak ditemukan adanya putusan yang membatalkan pendaftaran merek-merek terdaftar milik tergugat atas dasar persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek lain, dan pendaftarannya pun dilakukan dengan iktikad baik.
Dengan demikian, merek milik tergugat masih memiliki kekuatan hukum dan eksistensi. Atas dasar pertimbangan tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa tindakan tergugat I dan II dalam menggunakan, menguasai, memberikan lisensi, dan memperdagangkan mereknya merupakan perbuatan yang sah dan bukan pelanggaran merek penggugat.
Konsekuensinya, gugatan tuntutan ganti rugi dan penghentian penggunaan merek tergugat dinilai tidak memiliki dasar hukum, terutama karena bukti putusan yang diajukan pemohon tidak cukup kuat untuk mengubah status merek yang diperselisihkan. Prinsip ini memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek terdaftar, bahwa selama merek mereka sah dan belum dibatalkan, mereka memiliki hak eksklusif untuk menggunakannya tanpa khawatir digugat atas pelanggaran merek.
Lebih lanjut, Mahkamah Agung melalui putusan tersebut menegaskan bahwa gugatan ganti rugi dan penghentian penggunaan merek menjadi prematur jika belum ada putusan pengadilan yang menyatakan adanya persamaan pada pokoknya antara merek yang dipermasalahkan. Hal ini mencegah gugatan yang tidak berdasar dan melindungi pemilik merek terdaftar dari tuntutan yang belum terbukti. Dengan demikian, putusan ini menciptakan keseimbangan antara hak pemilik merek terdaftar dan hak pihak lain yang merasa dirugikan.
Putusan ini juga memperkuat hak eksklusif pemilik merek terdaftar untuk menggunakan, menguasai, memberikan lisensi, dan memperdagangkan mereknya. Selama merek tersebut terdaftar dengan itikad baik dan belum dibatalkan, tindakan pemilik merek dalam menggunakan haknya adalah sah dan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH). Hal ini memberikan insentif bagi para pelaku usaha untuk mendaftarkan merek mereka dan membangun reputasi merek yang kuat.
Selain itu, putusan ini menekankan pentingnya bukti putusan yang bernilai positif untuk membuktikan status tertentu terhadap merek yang diperselisihkan. Bukti-bukti lain yang tidak secara jelas membuktikan pembatalan atau persamaan merek tidak cukup untuk membenarkan gugatan ganti rugi dan penghentian penggunaan merek. Hal ini mendorong para pihak untuk mengajukan bukti-bukti yang kuat dan relevan dalam sengketa merek.
Dengan mempertimbangkan aspek kepastian hukum, perlindungan hak eksklusif pemilik merek, serta dampaknya terhadap dunia usaha, putusan Mahkamah Agung ini layak dijadikan landmark decision. Putusan ini menjadi rujukan bagi para pemilik merek, praktisi hukum, serta pengadilan dalam menyelesaikan sengketa merek dagang secara adil dan proporsional, sekaligus meneguhkan supremasi hukum dalam perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia.
Dampak pada dunia usaha dan Kesadaran Publik akan Hukum Merek
Keputusan ini memberikan dampak yang besar bagi dunia usaha di Indonesia. Dengan adanya kepastian hukum mengenai merek terdaftar, pelaku usaha dapat lebih percaya diri dalam mengembangkan dan memasarkan produk mereka. Hal ini juga mendorong investasi di sektor perdagangan, karena dengan kepastian hukumlah investor merasa aman dengan adanya perlindungan hukum yang jelas terhadap merek dagang di Indonesia.
Putusan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum merek di kalangan masyarakat. Dengan adanya landmark decision ini, masyarakat diharapkan lebih memahami pentingnya pendaftaran merek dan perlindungan hak atas merek terdaftar. Hal ini dapat mengurangi potensi pelanggaran maupun sengketa merek di masa mendatang.
Secara keseluruhan, Putusan PK Mahkamah Agung Nomor 13 PK/Pdt.Sus-HKI/2024 memberikan kontribusi yang signifikan pada pengembangan hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia. Putusan ini tidak hanya menyelesaikan sengketa antara para pihak, tetapi juga memberikan panduan hukum yang jelas dan tegas bagi para pelaku usaha dan praktisi hukum di Indonesia.
Sebagai landmark decision, putusan ini dapat menjadi rujukan dalam kasus-kasus serupa di masa mendatang, baik di tingkat pengadilan niaga maupun Mahkamah Agung. Dengan adanya preseden ini, hakim dalam perkara serupa dapat mengambil pendekatan yang lebih seragam dan berbasis pada prinsip kepastian hukum.