Telaah Putusan Ganti Rugi Mobil Kijang, Antara Anny R Gultom Dkk Melawan PT Securindo Packatama Indonesia

Pengelola parkir sebagai penerima titipan benda, wajib menjaga kendaraan bermotor yang diparkir dari kehilangan atau pencurian.
Ilustrasi tempat parkir. Foto pixabay.com
Ilustrasi tempat parkir. Foto pixabay.com

Kita tentunya sering mendengar pepatah kuno “pembeli adalah raja”. Pepatah tersebut menerangkan kedudukan konsumen atau pembeli dalam suatu transaksi perdagangan barang ataupun jasa, yang wajib dilindungi hak-haknya.

Misalkan saja pelindungan terhadap hak pembeli antara lain hak mendapatkan keselamatan dari pembelian suatu barang atau penggunaan layanan jasa, memperoleh informasi yang benar tentang kondisi barang atau jasa yang dibeli/dibayarnya, hak didengarkan komplain atas benda atau jasa yang digunakannya, memperoleh kompensasi atau ganti rugi bilamana tidak sesuai perjanjian dan hak lainnya yang selayaknya diperoleh pembeli.

Bahkan United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa), telah menerbitkan pedoman untuk melindungi konsumen (United Nations Guidelines For Consumer Protection). Pedoman dimaksud, digunakan Majelis Umum PBB sesuai resolusi 39/248, sejak 16 April 1985  dan selanjutnya dilakukan penyempurnaan oleh Majelis Umum PBB sebagaimana resolusi Nomor 70/186 tanggal 22 Desember 2015.

Penyusunan pedoman tersebut, guna menciptakan pelindungan hukum terhadap pembeli benda atau pengguna jasa di berbagai negara melalui pembentukan peraturan perundang-undangan secara nasional. Selain itu, memperkokoh kerja sama para negara dan pembentukan payung hukum yang melindungi konsumen dalam konteks regional, seperti Asia Tenggara dan wilayah lainnya di dunia.

Di dalam negeri, pemerintah Indonesia setelah Era Reformasi, telah membuat aturan hukum yang melindungi konsumen sebagaimana Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Demikian juga, telah disusun payung hukum pelaksana dari undang-undang tersebut, antara lain pembentukan Peraturan Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Selain itu, telah diatur juga eksistensi LSM yang dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen, sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah RI Nomor 89 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

Meskipun terdapat ketentuan hukum nasional yang melindungi hak konsumen dalam membeli barang atau menggunakan suatu jasa layanan, tetapi tidak menghilangkan praktik “nakal” dari pelaku usaha. Salah satu bentuknya, tidak memberikan ganti kerugian atas rusaknya benda yang dibeli atau tidak optimalnya jasa yang diberikan kepada konsumen.

Komplain terhadap kondisi benda atau layanan jasa dimaksud, sering tidak ditanggapi secara serius. Ketiadaan ganti rugi dan tanggapan yang layak dari pelaku usaha, mengakibatkan sengketa konsumen di pengadilan ataupun Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 

Sengketa konsumen yang berakhir di ruang pengadilan, salah satunya hilangnya kendaraan bermotor di parkiran publik seperti pusat perbelanjaan modern atau tradisional, gedung perkantoran dan lokasi lainnya. Adapun, dalam kasus penitipan kendaraan bermotor di mana pengguna layanan parkir tidak mendapatkan penggantian atas hilangnya kendaraannya selanjutnya mengajukan gugatan sengketa konsumen di Pengadilan Negeri.

Terdapat sengketa hilangnya kendaraan bermotor in casu mobil kijang super di salah satu parkiran pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat yang menjadi perhatian publik, khususnya akademisi dan praktisi hukum.

Bahkan, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 551/Pdt.G/2000/PN Jkt.Pst yang diketuai oleh Dr. H. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H., (Kelak menjadi Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Periode 2021-2023), terus menjadi referensi dalam mengadili perkara gugatan ganti kerugian atas hilangnya kendaraan bermotor di parkiran umum dan menjadi kajian dalam ruang perkuliahan. 

Majelis Hakim yang diketuai oleh Andi Samsan Nganro dalam putusan,  menyatakan PT Securindo Packatama Indonesia (secure parking) sebagai Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum untuk membayar ganti rugi materiil atas hilangnya mobil kijang super sejumlah Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) kepada Para Penggugat (Anny R. Gultom dan Hontas Tambunan), selaku pemilik mobil kijang dimaksud.

Selain, menghukum ganti kerugian materiil, Tergugat dihukum membayar ganti kerugian immateriil sejumlah Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

Putusan tersebut, telah dikuatkan sampai tingkat kasasi sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1264 K/Pdt/2003 dan berkekuatan hukum tetap, kecuali terhadap kerugian immateriil yang telah dihilangkan melalui Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dan dikuatkan pada tingkat kasasi. 

Penulis akan menguraikan pertimbangan hukum putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 551/Pdt.G/2000/PN Jkt.Pst, sehingga dapat menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca dan rujukan bagi praktisi hukum dalam menyelesaikan sengketa hilangnya kendraan bermotor di parkiran publik.     

Penitipan Kendaraan Bermotor di Parkiran Umum Ditinjau dari Hukum Perdata

Pengguna layanan parkir publik memiliki hubungan hukum keperdataan dengan pengelola parkir. Hubungan hukum keperdataannya, termasuk kategori sebagai penitipan barang.

Adapun terjadinya penitipan barang, bilamana pihak yang menerima barang orang lain, berjanji untuk menyimpannya dan kemudian akan mengembalikannya dalam keadaan yang sama, sebagaimana Pasal 1694 KUHPerdata.

Penggunaan layanan parkir, termasuk dalam penitipan barang murni secara sukarela sesuai ketentuan Pasal 1699 KUHPerdata, karena adanya timbal balik berupa pembayaran tarif parkir yang besarannya ditentukan oleh pengelola parkir.

Adapun untuk pengelola parkir sebagai penerima titipan kendaraan bermotor wajib mengembalikan kendaraan yang diparkir di areanya dalam kondisi, seperti saat awal penitipan barang, sesuai Pasal 1714 dan 1715 KUHPerdata.

Maka kesimpulannya, pengelola parkir sebagai penerima titipan benda, wajib menjaga kendaraan bermotor yang diparkir dari kehilangan atau pencurian. Sehingga, dapat mengembalikan kendaraan bermotor kepada pengguna layanan parkir.

Demikian juga, ada kaitan dengan hukum perlindungan konsumen, di mana pengguna layanan parkir memiliki hak sebagai konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau pergantian, bilmana jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, sesuai Pasal 4 Huruf h Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pengelola layanan parkir tidak dapat memuat klausul baku dalam karcis parkir, yang menyatakan tidak bertanggung jawab apabila terjadi hilangnya kendaraan dalam areal parkir. Ini karena, pelaku usaha dilarang membuat klausul baku yang mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha, pada dokumen dan/atau perjanjian barang atau jasa yang diperdagangkan sesuai Pasal 18 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Konsumen layanan parkir yang dirugikan pengelola layanan parkir, karena hilangnya kendaraan bermotor miliknya dapat mengajukan gugatan ke badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK) atau langsung melalui Pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum sesuai Pasal 45 Ayat 1 jo Pasal 47-49 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Hilangnya kendaraan bermotor dalam parkiran umum, tidak harus dilihat berdasarkan perspektif perikatan penitipan barang atau hukum perlindungan konsumen. Perbuatan tidak bertanggung jawab dari pengelola parkir yang tidak melakukan ganti kerugian atas hilangnya mobil atau motor di areal parkir yang dikelolanya, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata.

Demikian juga atas kelalaian dari pegawai dari perusahaan pengelola parkir yang termasuk dalam perbuatan melawan hukum, masih menjadi tanggung jawab dari perusahaan pengelola parkir sesuai Pasal 1367 KUHPerdata. Pendekatan perbuatan melawan hukum, banyak diadopsi oleh berbagai putusan yang mengadili sengketa tersebut, salah satunya akan diuraikan penulis di bawah ini.

Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Atas Hilangnya Mobil Kijang Super milik Anny R Gultom dan Hontas Tambunan

Sebagaimana uraian di atas, hilangnya mobil Kijang Super milik Anny R Gultom dan Hontas Tambunan telah diadili dan berkekuatan hukum tetap. Adapun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara Nomor 551/Pdt.G/2000/PN Jkt.Pst, mempertimbangkan dalam putusannya sebagai berikut:

1. Eksepsi Gugatan Tidak Memiliki Dasar Hukum

Tergugat menyatakan, tidak adanya bukti mobil yang dimiliki para Penggugat (Anny R Gultom dan Hontas Tambunan) masuk dalam area parkir Plaza Cempaka Mas yang dikelola Tergugat (PT Securindo Packatama Indonesia/secure parking).

Majelis Hakim dalam pertimbangannya menguraikan, tidak sesuai dengan hukum eksepsi tersebut, karena tidak logis bilamana Tergugat menyatakan mobil kijang super milik para Penggugat tidak berada dalam area parkiran yang dikelola Tergugat tersebut.

Faktanya, pegawai Tergugat telah salah dalam mencatat nomor polisi dari mobil kijang milik Para Penggugat dan seharusnya mobil tersebut masih ada dalam area parkir karena karcisnya masih berada di tangan Para Penggugat, sehingga secara faktual mobil kijang super para Penggugat telah hilang dari parkiran yang dikelola Tergugat.

2. Eksepsi Gugatan Tidak Cukup Bukti

Tergugat mendalilkan gugatan yang diajukan para Penggugat tidak didasarkan cukup bukti, karena wajib menunggu putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Apalagi, para Penggugat telah melaporkan kehilangan kendaraanya ke kepolisian.

Terhadap eksepsi dimaksud, Majelis Hakim menolaknya dengan pertimbangan tidak ada relevansi antara pembuktian peristiwa pidana pencurian dengan gugatan ganti kerugian atas hilangnya kendaraan bermotor yang diajukan para Penggugat, terhadap Tergugat selaku pengelola parkir.

3. Eksepsi Gugatan Salah Alamat

Tergugat mendalilkan bukanlah pihak yang mengambil mobil kijang super milik para Penggugat atau sampai saat ini belum ada bukti hilangnya kendaraan akibat kelalaian Tergugat. Majelis Hakim menolak eksepsi tersebut, karena hak para Penggugat untuk mengajukan gugatan kepada pengelola parkir, di area hilangnya mobilnya para Pengguggat. 

Menimbang, bahwa dalam pokok perkara, Majelis Hakim telah mempertimbangkan perbuatan Tergugat masuk dalam kategori melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi Para Penggugat. Hal ini dikarenakan  Tergugat tidak melakukan pengamanan yang maksimal di area parkir yang dikelolanya. 

Bahkan setelah mobil kijang super tersebut hilang, para Penggugat tidak melakukan pencarian secara maksimal. Selain itu, terhadap karyawan Tergugat yang pekerjaannya masih dalam supervisi dan tanggung jawab Tergugat, melakukan kelalaian dengan salah melakukan pencatatan nomor polisi dari kendaraan milik para Penggugat, sehingga dapat dimanfaatkan bagi orang yang mengambil mobil tersebut untuk mengeluarkannya dari area parkir yang dikelola Tergugat. Sedangkan karcis parkirnya masih berada di tangan para Penggugat. 

Demikian juga karyawan Tergugat tidak responsif dalam melakukan pengamanan area parkir dan melakukan pencegahan hilangnya mobil dimaksud. Hal ini sesuai fakta, setelah 1,5 jam laporan hilangnya kendaraan, ada informasi dari pegawai Tergugat yang menerangkan mobil baru ke luar dari area parkiran.

Maka, Majelis Hakim menilai perbuatan Tergugat telah melanggar ketentuan Pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata. Demikian juga atas perbuatan melawan hukum pegawai Tergugat, maka sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab Tergugat sebagai pihak pemberi kerja sesuai Pasal 1367 KUHPerdata. 

Adapun karcis parkir Tergugat yang mencantumkan klausul baku mengenai tidak bertanggung jawab terhadap kehilangan kendaraan bermotor di area parkir yang dikelolanya, sesuai Pasal 36 Ayat 2 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran, Majelis Hakim menyatakan klausul baku tersebut cacat hukum.

Di mana, pelaku usaha dilarang membuat klausul baku yang mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha pada dokumen dan/atau perjanjian barang atau jasa yang diperdagangkan. Hal itu, sesuai ketentuan Pasal 18 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Karena secara hierarki peraturan perundang-undangan kedudukan perda lebih rendah dari undang-undang, maka seharusnya pembentukan Perda DKI Jakarta tentang perparkiran tersebut merujuk dan tidak boleh bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen. 

Sedangkan mengenai ganti kerugian materiil, Majelis Hakim perkara a quo mengabulkan ganti kerugian materiil sebagai bentuk kompensasi atas hilangnya mobil kijang tersebut dan nilainya disesuaikan dengan harga pasarannya saat itu. Terhadap pertimbangan perbuatan melawan hukum Tergugat dan ganti kerugian telah dikuatkan sampai Mahkamah Agung.

Sementara, untuk kerugian immateriil, pengenaan denda immateriil karena adanya stres atau guncangan jiwa dari hilangnya mobil telah dibatalkan oleh Pengadilan Tingkat banding dan dikuatkan oleh Mahkamah Agung.

Putusan atas gugatan hilangnya mobil kijang super tersebut, telah menjadi rujukan berbagai putusan perkara sejenis dan disampaikan oleh Dr. H. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H. saat fit and proper tes menjadi calon Hakim Agung RI, di Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.

Bahkan dalam uji kelayakan tersebut diterangkan, putusan tersebut dijatuhkan tidak hanya berdasarkan legal justice, tetapi moral justice dan mendapatkan apresiasi masyarakat.

Semoga artikel ini dapat menjadi sumber pengetahuan  dan referensi penegakan hukum, bagi para pembacanya.

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews