Ustaz Adi Hidayat: Allah Tinggikan Derajat Menjadi Hakim, Jangan Turunkan dengan Nilai Duniawi!

Profesi hakim merupakan profesi terhormat karena pertaruhan terbesar adalah untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Tuhan. Keputusan menjadi seorang hakim dan aparatur peradilan adalah bagian dari proyek akhirat yang besar.
Mahkamah Agung menggelar Kajian Bada Zuhur. Hadir sebagai narasumber pada kajian tersebut yakni ustaz Dr. Adi Hidayat, Lc., MA., di Masjid Al-Mahkamah, Kamis (10/7/2025). Foto YouTube MA
Mahkamah Agung menggelar Kajian Bada Zuhur. Hadir sebagai narasumber pada kajian tersebut yakni ustaz Dr. Adi Hidayat, Lc., MA., di Masjid Al-Mahkamah, Kamis (10/7/2025). Foto YouTube MA

MARINews, Jakarta-Umat Islam memasuki awal babak baru dengan adanya momen pergantian Tahun Baru Islam 1447 Hijriyah pada Juni 2025. Berdasarkan kalender Hijriyah, Muharram merupakan bulan pertama yang menandai dimulainya Tahun Baru Islam begitu juga halnya dengan momentum hijrah.

Dengan semangat pergantian Tahun Baru Islam tersebut, menjadi momen penting bagi umat Islam khususnya bagi insan peradilan untuk berintropeksi diri atau muhasabah dengan merencanakan resolusi-resolusi baru guna menjalani aktivitas dalam setahun, sehingga terjaga dalam nilai-nilai kebaikan yang diridhoi Allah SWT.

Untuk itu, Mahkamah Agung menggelar Kajian Ba'da Dzuhur dengan mengusung tema “Hijrah: Membangun Integritas Dalam Perubahan Diri Menuju Ridha Allah”. Hadir sebagai narasumber pada kajian tersebut yakni ustaz Dr. Adi Hidayat, Lc., MA., bertempat di Masjid Al-Mahkamah, Mahkamah Agung, pada Kamis (7/10).

Ustaz Adi Hidayat menuturkan, Al Muharram adalah bulannya para hakim. Ada irisan yang lekat dengan nilai-nilai mahkamah atau peradilan pada pergantian tahun dalam Islam tersebut. Apabila memutuskan jadi hakim dan jabatan lain yang terlibat di dunia peradilan, tambah Ustaz Adi, harus mempunyai motivasi sebagaimana ketentuan syariat tentang apa yang dapat dibanggakan di hadapan Allah kelak.

“Hakim itu bukan sekedar profesi, tetapi ada nilai yang diagungkan di dalamnya, sehingga dengan itu kita dapat ‘pulang’ dengan membawa kebanggaan.” ucapnya.

Berkecimpung di Dunia Peradilan Merupakan Bagian dari Proyek Akhirat

Profesi hakim, ustaz Adi memandang, merupakan profesi terhormat karena pertaruhan terbesar adalah untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Tuhan. Keputusan menjadi seorang hakim dan aparatur peradilan adalah bagian dari proyek akhirat yang besar.

Berangkat dari hal itu, ia melanjutkan, muncul istilah wakil Tuhan di muka Bumi, sebab hakim membawa nilai-nilai cahaya ketuhanan dan sifat-sifatnya untuk mewujudkan keadilan. Oleh karenanya, ketika orang Islam memutuskan masuk dalam dunia peradilan, proyeknya adalah bagian proyek akhirat yang sangat prestisius untuk kepentingan puncak pulangnya di akhirat.

“Jangan tanamkan pada diri Bapak/Ibu, ketika Allah sudah tinggikan menjadi hakim, terus Anda geser orientasinya ke dunia. Itu merendahkan apa yang sudah Allah tinggikan. Jangan tukar dengan dunia,” tegas ustaz Adi.

Ia mengajak para hadirin agar senantiasa berkeyakinan, apabila memilih akhirat, maka dunia akan otomatis ikut dengan sendirinya. Ustaz Adi Hidayat turut membagikan tip bagi para hakim yang sedang menangani perkara agar membiasakan membaca ayat kursi diiringi dengan Al-Fatihah dan tiga ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah yaitu ayat 284-286 pada malam hari.

“Maksudnya di ayat 284 itu, kita menyerahkan semua hal daya upaya kita kepada Allah penguasa langit dan bumi. Ayat 285, kita mengikuti putusan yang berkeadilan berdasarkan sunah para nabi. Sedangkan ayat 286, kita memohon kalau ada yang salah dalam putusan, Allah tidak menghukum.” jelas ustaz Adi Hidayat.

Pedomani Lima Sifat Hakim dalam Al-Qur’an

Pada kesempatan yang sama, ustaz Adi Hidayat menuturkan, menjadi wakil tuhan di bumi tak sekedar menjadi kebanggaan, tetapi ada konsekuensi besar untuk dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Ustaz kelahiran Pandeglang itu kemudian menyebutkan lima sifat hakim dalam Al-Qur’an yang harus dipedomani para hakim, agar dapat mengikis berbagai nilai penyimpangan, sehingga melahirkan suatu putusan berkeadilan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Lima sifat hakim yang dimaksud yaitu, pertama adalah Al Aziz Al Hakim, disebutkan setidaknya 29 kali dalam Al-Qur’an. Dalam dunia peradilan, kata “hakim” dilekatkan dengan kata “Al-Aziz” sebab hal pertama yang dihadapi dalam memberikan putusan adalah, menjaga kehormatan sebagai hakim dengan cara menampilkan dan mempertahankan integritasnya.

Selanjutnya, Ustaz Adi Hidayat turut menjelaskan dari sisi numerasi, alasan dibalik disebutkannya kata Al Aziz Al Hakim sebanyak 29 kali itu. Menurutnya, hakim boleh jadi tidak sedang menangani perkara namun, akan ada ujian di waktu-waktu berkehidupan selama 29 hari tersebut, yaitu orang-orang yang mencoba meruntuhkan integritas sebagai hakim.

“Maka yang tertinggi pada dirinya adalah, bagaimana dalam setiap hari hakim bisa menjaga integritas, sehingga tampil terhormat dalam keadaan apapun.” ujar Ustaz Adi Hidayat.

Kedua, ia menyebutkan sifat ‘Alimul Hakim yang setidaknya 14 kali disebutkan dalam Al-Qur’an. Dalam rangka menguatkan tugas-tugas yudisial, seyogianya para hakim senantiasa meningkatkan pengetahuan agar jangan sampai menangani perkara yang tidak dikuasainya.

Ketiga, sifat Wasi’ul Hakim yang disebutkan sebanyak satu kali dalam Al-Qur’an. Ustaz Adi Hidayat menuturkan, ketika hakim dalam menangani perkara memiliki sifat kelapangan hati yang luas dan merasa selalu diawasi oleh Allah, maka akan terhindarkan dari berbagai macam kesempitan. Dengan demikian, putusan yang dilahirkan akan objektif dan berorientasi pada keadilan.

Keempat, yakni sifat Hakimul Khabir dan sifat yang kelima adalah Tawwabun Hakim.

Kemudian ustaz Adi Hidayat turut mengingatkan dalam kajian itu, apabila terpikir untuk berbuat yang menyimpang dan keliru, bayangkan pada saat itu pula diwafatkan oleh Allah SWT.

Mengakhiri sambutannya, ustaz Adi mengutip salah satu hadist Nabi Muhammad SAW dalam HR. Muslim. Adapun bagian dari makna hadis dimaksud, adalah hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Ia menyebut, jika negara ingin stabil dan keamanan didapatkan dengan baik, maka salah satu yang paling berperan adalah nilai-nilai keadilan yang ditampakkan dalam dunia mahkamah. 

“Dengan demikian, ada kepastian hukum yang menjamin hak-hak warga negara sehingga tiga pilar utama stabilnya suatu negara akan tercipta, yaitu keamanan dan ketertiban, stabilitas ekonomi dan kuatnya nilai spiritual.” tutupnya.

Penulis: Nadia Yurisa Adila
Editor: Tim MariNews