Kenapa Koruptor Enggak Pernah Jera?

Ke depan, pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan vonis berat, tetapi juga dengan memperkuat integritas aparat penegak hukum, memperjelas regulasi, dan meningkatkan pengawasan publik.
Ilustrasi korupsi. Foto freepik.com
Ilustrasi korupsi. Foto freepik.com

Setiap kali kasus korupsi mencuat ke publik, pertanyaan yang sama kerap muncul: kenapa koruptor tidak pernah jera? Meskipun sudah banyak vonis berat dijatuhkan, praktik korupsi tetap terjadi dan bahkan berkembang dengan modus yang makin canggih. Ini menunjukkan bahwa hukuman saja belum tentu cukup memberikan efek jera, apalagi jika tidak diiringi pembenahan sistemik.

Dalam konteks hukum, kerugian negara adalah salah satu elemen penting dalam perkara tindak pidana korupsi. Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerugian negara diartikan sebagai kekurangan uang, surat berharga, atau barang, yang nyata-nyata dikuasai oleh negara, akibat perbuatan melawan hukum.

Untuk membuktikan unsur ini, biasanya hakim mempertimbangkan hasil audit dari lembaga resmi seperti BPK atau BPKP. Unsur kerugian negara ini harus dibuktikan secara jelas agar tidak terjadi kriminalisasi atas tindakan administratif biasa.

Selain itu, dalam menjatuhkan vonis, hakim juga mempertimbangkan posisi pelaku. Apakah ia merupakan pejabat tinggi yang memiliki tanggung jawab besar terhadap anggaran publik? Apakah tindakannya melibatkan penyalahgunaan kewenangan? Posisi pelaku menentukan besar kecilnya tanggung jawab moral dan hukum. Makin tinggi jabatan, makin besar pula ekspektasi publik terhadap integritas pelaku, dan ini dapat menjadi faktor pemberat.

Dampak sosial juga menjadi pertimbangan penting. Korupsi bukan hanya soal angka dalam laporan keuangan, tapi juga menyangkut kehidupan masyarakat. Dana yang dikorupsi bisa jadi adalah anggaran untuk pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur. Ketika uang itu hilang, yang dirugikan bukan hanya negara, tapi rakyat yang tidak mendapatkan haknya.

Peran Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif sangat krusial dalam memastikan penegakan hukum berjalan adil, proporsional, dan memberikan efek jera. Hakim-hakim di bawah koordinasi MA harus diberi ruang independen dalam menilai kasus, sekaligus didorong untuk mempertimbangkan dampak sosial dan keadilan substantif.

Ke depan, pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan vonis berat, tetapi juga dengan memperkuat integritas aparat penegak hukum, memperjelas regulasi, dan meningkatkan pengawasan publik. Koruptor harus sadar bahwa perbuatannya bukan hanya mencuri uang negara, tapi juga merampas masa depan rakyat.


Batang, 04 July 2025
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Batang
 

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews