Penulis: B. Herry Priyono
Publisher: PT. Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-06-1905-7
Tahun terbit: 2018
Buku ini, bukan merupakan panduan memberantas korupsi. Begitu tulis penulis B. Herry Priyono atau yang biasa dipanggil Romo Herry pada Bab I dalam bukunya. Buku ini, berpusat pada satu pertanyaan: Apa itu korupsi? Buku ini adalah upaya menjawab pertanyaan tunggal tersebut.
Dari pertanyaan tersebut, Romo Herry menjelaskan latar belakang mengapa ia menulis buku ini. Latar belakang pertama menurut pandangan Romo Herry adalah, belum tersedia literatur yang menyajikan pembahasan komprehensif mengenai arti korupsi.
Latar belakang kedua, berangkat dari kegelisahan Romo Herry saat diminta oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi untuk merintis jurnal ilmiah Integritas: Jurnal Antikorupsi pada pertengahan 2015. Kegelisahan Romo Herry saat itu adalah, tidak adanya kajian konseptual mengenai korupsi.
Sedangkan latar belakang ketiga adalah alasan yang lebih mendalam. Di mana, Romo Herry menempatkan dirinya sebagai salah satu aktivis antikorupsi yang memandang perlu sebuah pergulatan di tataran pemahaman untuk memerangi korupsi.
Pada Bab 2, buku ini akan bercerita mengenai arti dan definisi korupsi. Apa itu korupsi? Bagaimana korupsi diartikan? Bagaimana korupsi didefinisikan? Bab 2 buku ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bagian ini akan membahas pokok yang menyangkut upaya pembentukan arti (meaning) dan definisi (definition) korupsi.
Romo Herry menarasikan pada Bab 3 mengenai latar belakang dan pengertian korupsi pada zaman kuno, Yunani dan Romawi. Dalam bagian ini, Romo Herry juga menyajikan dua contoh pengertian korupsi dari Aristoteles, seorang filsuf Yunani Kuno, dan Kautilya, seorang Pujangga India Kuno.
Kemudian, Romo Herry juga mengangkat tentang definisi arti korupsi di abad pertengahan dalam pemikiran Agustinus dan Thomas Aquinas yang erat kaitannya dengan teologisasi kemerosotan.
Romo Herry juga mengangkat arti korupsi dalam tradisi Islam, sebagai agama yang secara mendalam menentukan lanskap keagamaan, politik, sosial dan kultural sejarah dunia. Bab 3 ini ditutup dengan pemikiran Nicolo Machiavelli yang memberikan pengertian baru atas pengertian korupsi selama zaman Renaissance.
Romo Herry kemudian mengajak pembaca menyelami pengertian korupsi di zaman modern yang membentang dari awal abad 17 hingga akhir abad 19 pada Bab 4. Pada zaman modern, pengertian korupsi masih terikat pada nostalgia atas pengertian korupsi zaman sebelumnya yakni sebuah ciri degeneratif, namun mulai juga menyeruak muncul paham baru atas korupsi.
Bab 4 akan dimulai memahami pemikiran Thomas Hobbes, dan dilanjutkan dengan pemahaman Montesquieu. Pemahaman atas pengertian korupsi yang cukup kontras antara zaman kuno/klasik dengan zaman modern digambarkan oleh Romo Herry saat menarasikan pemikiran dari Adam Ferguson dan Adam Smith.
Pengertian korupsi terus berubah selama zaman modern, di mana pengertian korupsi dalam pengertian baru telah terlihat dalam pemikiran Jeremy Bentham.
Jeremy Bentham (1748-1832) merupakan pemikir yang hidup di negara Inggris saat itu dengan kondisi “tidak tertata, tidak punya perencanaan, tidak punya poros pusat, tidak efisien dan tidak banyak berbuat bagi kemaslahatan warga biasa.” Dari kemarahan seorang Jeremy Bentham atas hal tersebut, arti korupsi disandarkan pada pemikirannya yang bersifat utilitarian.
Pada Bab 5, pembaca akan dibawa Romo Herry menyelami arti korupsi pada zaman kontemporer, yang embrionya pada awal abad ke-19 sudah memberi arti korupsi dekat dengan apa yang dikenal dewasa ini, yaitu rusaknya tata kelola pemerintahan, penyelewengan kekuasaan, dan jabatan publik.
Bab 5 akan diawali dengan pergeseran paham kekuasaan negara dan jabatan publik sebagai mandat rakyat. Selanjutnya, Romo Herry menyelami pemikiran Max Weber mengenai birokrasi modern. Romo Herry kemudian akan membawa kita memahami persoalan korupsi sebagai objek studi ilmu sosial, dan masa surut selama periode dekade 1980-an, serta melonjaknya kembali pengertian dan minat atas studi korupsi pada paruh kedua dekade 1990-an hingga saat ini.
Setalah mengarungi pengertian korupsi dalam lintasan sejarah, Romo Herry pada Bab 6 membahas pendekatan studi korupsi yang berkembang dalam ilmu-ilmu sosial. Menurut Romo Herry, saat ini kekayaan pendekatan ilmu sosial dalam studi korupsi telah berkembang pesat. Bab ini akan menceritakan beberapa contoh pendekatan ilmu sosial yang menonjol dalam studi korupsi, serta survei atas beberapa contoh pendekatan studi korupsi.
Romo Herry di ujung bukunya menuliskan persoalan korupsi sebagai persoalan moral. Pada Bab 7, Romo Herry mencoba menjawab beberapa pertanyaan dalam bab ini. Apa maksud korupsi sebagai persoalan moral? Mengapa memahami jantung moral korupsi dapat membantu menyingkapkan alasan menyalahgunakan kekuasaan mandat disebut korup? Mengapa hukum menetapkan penyelewengan kepentingan publik sebagai korup? Apakah korupsi ilegal karena immoral, ataukah immoral karena ilegal?
Pada Bab Penutup yaitu Bab 8, Romo Herry mencoba menjelaskan arti dari subjudul buku yang ditulisnya ini. Pada subjudul ‘Melacak Arti’, Romo Herry akan menjelaskan di Bab ini mengenai pokok-pokok yang terkait dengan lintasan perkembangan arti korupsi. Sedangkan pada bagian ‘Menyimak Implikasi’ akan berisi beberapa relevansi dari buku ini bagi studi korupsi dan kebijakan atau gerakan anti korupsi.
Romo Herry, penulis buku ini, dilahirkan di Yogyakarta pada 31 Mei 1960 dan wafat pada 21 Desember 2020 di Rumah Sakit Carolus, Jakarta. Romo Herry merupakan dosen tetap dan Ketua Program Studi Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara. Ia mengampu mata kuliah ilmu-ilmu sosial, pengantar studi filsafat, filsafat politik, filsafat ekonomi, filsafat ilmu-ilmu sosial, korupsi & antikorupsi, dan masalah globalisasi.
Setelah bekerja beberapa tahun, ia berangkat ke London, Inggris, untuk belajar ekonomi-politik dan teori sosial di London School of Economics and Political Science (LSE), lulus M.Sc. (distinction), lalu melanjutkan studi sampai gelar Ph.D. Romo Herry juga merupakan penerima The Robert McKenzie Prize pada 1998 dari LSE untuk prestasi akademik.
Selain terlibat dalam berbagai forum internasional dan nasional, ia juga menulis dalam bentuk buku, bagian buku, artikel jurnal, dan opini di media nasional dan internasional. Romo Herry aktif dalam gerakan advokasi paruh pertama dekade 1990-an, yang aktif mendampingi kaum miskin kota dan melakukan advokasi bagi hak-hak dasar. Sampai akhir hayatnya, ia membagi keterlibatan antara dunia akademis dan dunia gerakan, dua dunia yang diterimanya sebagai panggilan menghidup tegangan antara kontemplasi dan aksi.