Pengadilan Negeri Surakarta: Cagar Budaya Disekitar Situs Sejarah Nasional

Letaknya yang strategis di pusat Kota Surakarta, semakin meneguhkan kedudukannya sebagai cagar budaya dan bagian tidak terpisahkan dari penyelenggaraan negara di Kota Surakarta.
Gedung PN Surakarta Kelas 1A Khusus. Foto dokumentasi penulis.
Gedung PN Surakarta Kelas 1A Khusus. Foto dokumentasi penulis.

Surakarta merupakan salah satu kota administratif di Provinsi Jawa Tengah. Kota yang memiliki nama lain Solo, merupakan salah satu kota tertua di Indonesia. Usianya pada Februari lalu, memasuki 280 tahun.

Surakarta awalnya didirikan oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II, sebagai Ibu Kota Kerajaan Mataram Islam, setelah adanya peperangan yang menghancurkan istana di wilayah Kartasura.

Berdasarkan catatan sejarah, Pakubuwana II membeli tanah di Desa Sala (Surakarta saat ini) dari Kyai Sala, untuk memindahkan pusat Kerajaan Mataram Islam. 

Walaupun setelah perjanjian Giyanti, Kerajaan Mataram Islam terbagi menjadi dua yakni Kasunanan Surakarta dengan Rajanya yang disebut Pakubuwana dan Kesultanan Yogyakarta di bawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwana.

Selanjutnya, wilayah Kasunanan Surakarta terbagi setelah Perjanjian Salatiga, pada 17 Maret 1757 dan diakuinya Raden Mas Said sebagai adipati Mangkunegaran, yang memiliki otonomi atas wilayah Utara, Timur dan Tenggara pusat Kota Kasunanan Surakarta, di mana terdiri dari Kota Mangkunegaran, Karanganyar, Wonogiri dan Baturetno.

Mendengar proklamasi kemerdekaan Indonesia, Sunan Pakubuwana XII menyatakan, Negeri Surakarta Hadiningrat mendukung kemerdekaan dan menjadi bagian Indonesia. Kemudian, pemerintah Indonesia yang baru, memberikan status daerah istimewa kepada Surakarta melalui Penetapan Pemerintah Nomor 16/SD Tahun 1946.

Namun, kedudukan daerah Istimewa Surakarta, diubah menjadi bentuk Karisidenan Surakarta dengan wilayah, Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten dan Boyolali. Selanjutnya pada 4 Juli 1950, Surakarta menjadi Kotamadya yang tergabung dalam Provinsi Jawa Tengah. 

Ketika terjadinya agresi militer Belanda, Surakarta juga menjadi pusat perjuangan mempertahakan kemerdekaan, salah satunya melalui peristiwa serangan umum yang dilancarkan Tentara Keamanan Rakyat (saat ini TNI). Serangan Umum Surakarta tersebut, di bawah kepemimpinan Letkol Slamet Rijadi, pada 7-10 Agustus 1949.

Peristiwa serangan umum, menguatkan diplomasi pemerintah Indonesia, sehingga Indonesia memiliki kedudukan kuat dalam Konfrensi Meja Bundar, Desember 1949 dan berujung pengakuan kedaulatan Indonesia, secara internasional. 

Dalam rangka mengenang jasa Slamet Riyadi bagi kemerdekaan, namanya dikukuhkan sebagai salah satu ruas jalan protokol di Kota Surakarta. Di jalan tersebut, berdiri kantor pemerintahan dan sentra bisnis, antara lain gedung Pengadilan Negeri Surakarta Kelas 1A Khusus, Rutan Kelas 1 Surakarta, Rumah Dinas Wali Kota Surakarta, Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta.

Perjalanan historis sebagai salah satu pusat Kerajaan Mataram Islam dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, menjadikan Surakarta kaya akan bangunan bersejarahnya. 

Bahkan, beberapa bangunan telah ditetapkan sebagai cagar budaya, salah satu di antaranya Pengadilan Negeri Surakarta Kelas 1A Khusus, melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Tata Ruang dan Tata Kota Surakarta Nomor 646/40/I/2024 dan ditegaskan melalui Surat Keterangan Benda Cagar Budaya/Situs Nomor  1393/101.SP/BP.3/P-VI/2010, yang ditetapkan Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, Jawa Tengah.

Didirikan era kolonial, Pengadilan Negeri Surakarta awalnya terdiri dari dua pengadilan kolonial yakni pertama, Landraad atau pengadilan yang dikhususkan mengadili perkara golongan bumiputera (orang Indonesia asli) dan yang disetarakan dengan bumiputera, sebagaimana kelompok masyarakat Tionghoa yang terlibat tindak pidana akan diadili oleh Landraad.Selain di Surakarta, Landraad didirikan di Jakarta, Bandung, Semarang, Cirebon, Surabaya dan beberapa kota lainnya. 

Sedangkan bagian lain atau kedua, Pengadilan Negeri Surakarta, dahulunya merupakan Landgrecht atau pengadilan yang dibentuk di seluruh wilayah Karisidenan Jawa dan Madura. Wilayah hukumnya ditetapkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Adapun Landgrecht merupakan pengadilan tingkat awal dan akhir, serta seluruh warga negara Hindia Belanda dapat dihadapkan ke Landgrecht, bilamana lakukan pidana pelanggaran, yang ancaman pidana paling lama tiga bulan atau denda paling tinggi 300 gulden, serta tidak masuk kewenangan pengadilan lain dan beberapa ketentuan pidana yang diatur dalam wetboek van strafrecht (KUHP).

Berjalannya waktu, area Pengadilan Negeri Surakarta khususnya di bagian depannya, dibangun gedung yang dipergunakan sebagai Pengadilan Tentara. Sejak 1996, Pengadilan Negeri Surakarta yang awalnya menghadap jalan Dr. Soepomo Nomor 2 dan 4, diubah menghadap ke Jalan Slamet Riyadi Nomor 290, Surakarta.

Saat ini, Pengadilan Negeri Surakarta memiliki luas tanah 9640 meter persegi, yang diperuntukan sebagai bangunan Pengadilan seluas 5667 meter persegi dan halaman 4150 meter persegi. Sejak 2 September 2003, Pengadilan Negeri Surakarta menyandang kelas 1A Khusus, sebagaimana Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.

Letaknya yang strategis di pusat Kota Surakarta, semakin meneguhkan kedudukannya sebagai cagar budaya dan bagian tidak terpisahkan dari penyelenggaraan negara di Kota Surakarta. Tidak jauh dari Pengadilan Negeri Surakarta Kelas 1A Khusus, terletak situs warisan sejarah nasional lainnya, seperti Balaikota Surakarta, Istana Pura Mangkunegaran, Keraton Kasunanan Surakarta, Monumen Pers Nasional dan bangunan lainnya.
 

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews
Copy