MARINews, Cilegon-Hakim perempuan pada Pengadilan Agama (PA) Cilegon, Aisyah Kahar, S.H., membagikan pengalamannya saat berkunjung dan mengikuti persidangan pada Federal Circuit and Family Court of Australia (FCFOA) di Melbourne. Hal tersebut disampaikan saat wawancara dengan MARINews secara virtual, Senin (5/5) siang.
Bagaimana cerita Aisyah dapat terpilih sebagai penerima beasiswa sehingga berkesempatan mendapatkan pengalaman berharga dari FCFOA tersebut? Selengkapnya simak bersama, yuk!
Aisyah Melalui Tiga Tahapan Seleksi
Aisyah Kahar menerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) Master Degree pada Agustus 2023. Aisyah, sapaan hangatnya, mengambil program Master of Laws (LLM) di Melbourne Law School, University of Melbourne.
Sebagaimana diketahui, University of Melbourne merupakan universitas peringkat ketigabelas terbaik di dunia berdasarkan penilaian dari QS World University ranking pada 2024.
Australia Awards merupakan sebuah program beasiswa yang diselenggarakan Pemerintah Australia untuk mendukung para profesional dari negara berkembang, termasuk Indonesia, guna memperdalam pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang termasuk hukum.
Beasiswa yang didapat oleh Aisyah, memberikan kesempatan bagi dirinya untuk menempuh studi di Australia sejak Januari 2024 hingga Februari 2025.
Hukum keluarga dan penyelesaian sengketa nonlitigasi, khususnya dalam konteks mediasi menjadi fokus studi Aisyah. Alumni Universitas Indonesia itu mengaku, bidang tersebut sangat relevan dengan latar belakang diri Aisyah sebagai hakim di lingkungan peradilan agama di Indonesia.
“Terutama, karena saya banyak menangani perkara-perkara keluarga yang membutuhkan pendekatan keadilan restoratif dan berorientasi pada perlindungan anak.” imbuh Aisyah.
Proses seleksi yang panjang telah ditempuh oleh Aisyah mulai dari seleksi administratif, wawancara dan tes kemampuan Bahasa Inggris. Ia mengaku, proses panjang tersebut terbayarkan dengan pengalaman belajar berharga yang ia dapatkan di Melbourne, Australia.
Menurutnya, pengalaman belajar di Melbourne tidak hanya memperluas wawasan akademik untuk Aisyah, tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai jalannya sistem hukum di negara lain, khususnya dalam hal perlindungan hak-hak perempuan dan anak dalam perkara keluarga.
Dalam kesempatan wawancara tersebut, Aisyah bercerita, telah menyelesaikan seluruh perkuliahan dan kewajiban akademik serta telah menerima ijazah Master of Law. Aisyah menyebut, prosesi wisuda rencananya dilaksanakan pada Agustus 2025.
Komposisi Hakim pada Family Court of Australia (FCFOA)
Selama menempuh studi Strata-2 di University of Meulborne, Aisyah mendapat kesempatan untuk mengunjungi Family Court of Australia (FCFOA) yang terletak di pusat Kota Melbourne.
Aisyah menjabarkan, FCFOA adalah lembaga peradilan yang khusus menangani perkara-perkara keluarga, seperti perceraian, hak asuh anak, nafkah anak, dan pembagian harta gono-gini.
FCFOA memiliki dua divisi utama, yaitu Division 1 yang menangani perkara yang lebih kompleks, seperti hak asuh anak yang melibatkan elemen-elemen rumit dan perkara dengan nilai properti yang tinggi. Sedangkan Division 2 menangani perkara-perkara yang lebih sederhana, seperti masalah nafkah anak dan hak asuh anak dalam konteks yang lebih langsung.
Pada kunjungannya tersebut, Aisyah berkesempatan untuk menyaksikan seluruh rangkaian persidangan pada FCFOA. AIsyah mengaku, mendapatkan banyak wawasan mengenai cara pengadilan di Australia menangani berbagai perkara keluarga. Ia mendapati, sebagian besar sidang, khususnya di Family Court, dipimpin Hakim Tunggal.
“Hal ini dimungkinkan karena sistem peradilan di sini menekankan efisiensi dan kepercayaan pada kapasitas individual hakim dalam menangani perkara. Hakim memiliki peran sentral dalam memandu jalannya sidang, memastikan prosedur berjalan adil, dan sering kali juga aktif mendorong upaya mediasi atau penyelesaian damai antar pihak.” beber Aisyah panjang lebar.
Kendati demikian, sistem Hakim Majelis juga diterapkan dalam perkara-perkara tertentu terutama di tingkat banding. Aisyah mengambil contoh, ketika ada banding dari putusan pengadilan keluarga maka perkara tersebut akan diperiksa oleh Full Court yang terdiri dari tiga hakim.
“Hal ini menunjukkan, Australia juga menganut prinsip kolegialitas dalam situasi hukum yang lebih kompleks, yaitu dalam hal ketika suatu putusan memerlukan pertimbangan yurisprudensi yang mendalam.” imbuhnya.
Mengikuti Sidang Bersama The Honourable Justice, J D Wilson
Aisyah kemudian menceritakan salah satu pengalaman menarik yang didapatkan saat menghadiri sidang nafkah anak dan hak asuh anak. Sidang dipimpin oleh The Honourable Justice J D Wilson, LLM., PhD., hakim senior yang sangat dihormati di Division 1 FCFOA.
Ia menuturkan, The Honourable Justice J D Wilson dikenal sebagai sosok yang berintegritas tinggi dan sikap tegasnya dalam membuat keputusan, khususnya dalam perkara yang berkaitan dengan kesejahteraan anak. Sidang tersebut, jelas Aisyah, melibatkan dua pihak yang sedang dalam proses perceraian, dengan fokus pada masalah nafkah dan hak asuh anak.
“Sidang yang dipimpin oleh Justice Wilson cukup kompleks. Pengadilan sangat menekankan pada perlindungan hak-hak anak dan upaya untuk memastikan keputusan yang diambil benar-benar memenuhi kepentingan terbaik anak-anak yang terlibat.” ungkap Aisyah.
Tata Tertib dan Proses Persidangan pada FCFOA
Tak jauh berbeda dengan pengadilan di Indonesia, Aisyah menjabarkan, seluruh peserta dan pengunjung sidang serta pihak yang hadir akan berdiri dan membungkuk sebagai tanda penghormatan ketika hakim memasuki atau keluar dari ruang sidang. Setelah hakim duduk, pengunjung sidang mengikuti untuk duduk kembali pada posisinya masing-masing.
Pada kesempatan itu, Aisyah berkesempatan untuk duduk di sebelah Justice Wilson selama persidangan. Ia mengaku, kesempatan tersebut memberikan pemahaman lebih untuk mengamati cara Justice Wilson memimpin sidang yang dijalani dengan saksama dan penuh perhatian.
“Meskipun peserta dan pengunjung sidang bebas keluar-masuk di ruang sidang, namun mereka tetap harus membungkuk ke arah hakim ketika melintasi pintu. Hal ini menunjukkan penghormatan yang tinggi terhadap profesi hakim di Australia.” ujar Aisyah.
Selanjutnya, ada hal yang tak biasa ditemukan pada pengadilan di Indonesia. Aisyah menuturkan, terdapat meja yang dilengkapi dengan minuman bagi hakim dan para pihak yang terlibat dalam sidang saat itu. Hal tersebut, menurutnya, menambah kenyamanan selama proses berlangsung.
Adanya Asisten Hakim dan Sarana Persidangan Berupa Mikrofon
Salah satu aspek yang sangat menarik menurut Aisyah adalah, penggunaan mikrofon (mic) di ruang sidang. Mikrofon ini, berfungsi untuk merekam seluruh peristiwa dalam persidangan dengan sangat detail dan mengubahnya menjadi teks.
“Dengan adanya fasilitas ini, persidangan tak lagi memposisikan panitera atau panitera pengganti selaku juru tulis dalam persidangan seperti di Indonesia. Semua percakapan dan peristiwa yang terjadi dalam sidang terekam dengan akurat, memudahkan administrasi dan memastikan semua informasi tercatat dengan baik.” papar Aisyah singkat.
Selanjutnya, Aisyah turut menjabarkan mengenai tata kelola ruang sidang yang ia kunjungi. Di sana, hanya ada satu hakim dan dua asisten hakim yang mendampingi hakim. Asisten hakim berfungsi untuk mendukung hakim dalam hal penyusunan bahan pertimbangan hukum, memberikan masukan mengenai prosedur dan membantu dalam administrasi sidang.
Asisten hakim juga memiliki peran penting dalam berkomunikasi dengan para pihak yang terlibat dalam perkara, termasuk membalas email dari para pihak yang mengajukan pertanyaan atau klarifikasi seputar jalannya proses hukum. Ia menilai, meskipun asisten hakim tidak berwenang untuk memutuskan perkara, asisten hakim ini berperan sangat penting dalam kelancaran jalannya persidangan dan memastikan semua prosedur berjalan dengan lancar.
Hal yang menarik selanjutnya, mengenai latar belakang asisten hakim tersebut. Aisyah menemui kebanyakan asisten hakim adalah seorang fresh graduate yang baru lulus dari pendidikan Strata-1, seperti kedua asisten hakim yang mendampingi Justice Wilson pada hari itu.
Pengamanan Persidangan
Aisyah turut membagikan pengalamannya terkait dengan pengamanan persidangan di Australia. Ia menjabarkan, umumnya pengadilan di Australia memiliki petugas keamanan internal yang disebut court security officers. Petugas keamanan ini bertugas untuk menjaga ketertiban di lingkungan pengadilan dan mengamankan jalannya persidangan.
Kendati demikian, dalam situasi tertentu ketika adanya ancaman keamanan atau perkara berisiko tinggi, kepolisian dapat dilibatkan untuk memperkuat pengamanan. Sistem ini, tambah Aisyah, sedikit berbeda dengan praktik di Amerika Serikat yang memiliki lembaga khusus seperti U.S. Marshals untuk keamanan pengadilan.
Adapun di Indonesia, keamanan pengadilan biasanya ditangani petugas internal peradilan yang dibantu satuan pengamanan atau kepolisian dalam perkara tertentu.
Pesan dan Saran Bagi Hakim dan Mahkamah Agung
Mengakhiri wawancara dengan MARINews, Aisyah menyampaikan beberapa pesan dan saran sebagai refleksi dari pengalamannya tersebut. Untuk para hakim di Indonesia, ia berharap agar semakin banyak hakim yang terbuka untuk mengembangkan pendekatan alternatif penyelesaian sengketa, seperti mediasi dan konsiliasi, khususnya dalam perkara keluarga.
Pendekatan ini, menurutnya, terbukti lebih efektif dalam menjaga hubungan baik antara para pihak dan mengurangi dampak psikologis bagi anak-anak yang terlibat dalam konflik keluarga.
Hakim Pengadilan Agama Cilegon tersebut, turut menyarankan agar para hakim terus memperbarui pemahaman mereka tentang dinamika sosial dan budaya masyarakat, karena hukum keluarga sangat erat kaitannya dengan norma-norma lokal.
Adapun untuk Mahkamah Agung, Aisyah berharap agar sistem informasi peradilan terus ditingkatkan baik dari sisi transparansi, aksesibilitas maupun efisiensi. Investasi dalam pelatihan berkelanjutan bagi hakim tentunya akan sangat bermanfaat, khususnya dalam bidang psikologi keluarga, perlindungan anak dan keterampilan mediasi.
“Saya juga mendukung adanya pembaruan terhadap regulasi yang memungkinkan hakim lebih fleksibel dalam menerapkan pendekatan keadilan restoratif, terutama dalam kasus yang menyangkut kepentingan terbaik anak.” ujar Aisyah.
Aisyah berharap, pengalaman yang ia dapatkan ini, dapat menjadi referensi dan inspirasi untuk memperkuat sistem peradilan di Indonesia, khususnya dalam menangani perkara-perkara keluarga.
Kiranya, pengalaman menarik dari sosok Hakim Pengadilan Agama Cilegon tersebut, dapat memberikan perspektif baru mengenai sistem peradilan keluarga yang diterapkan secara efektif guna kepentingan terbaik anak.