Jakarta, MARINews: Mahkamah Agung RI menggelar diskusi dengan para pakar dari akademisi hukum lingkungan dunia, untuk membahas penguatan kapasitas peradilan Indonesia dalam menangani perkara lingkungan hidup, Selasa 2 Desember 2025 di ruang rapat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Hadir pada rapat ini yaitu Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Ketua Kamar Perdata, Ketua Kamar Pembinaan, serta Hakim Agung Lucas Prakoso.
Diskusi yang menghadirkan Profesor Louis Kotzé dari Wageningen University ini menggarisbawahi perlunya perubahan paradigma besar dalam hukum lingkungan serta pembaruan kurikulum pelatihan hakim.
Profesor Kotzé, Ketua Law Group Wageningen University, menyampaikan bahwa hukum lingkungan tradisional tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan krisis planet. Ia menekankan bahwa ketika aksi multilateral dan kebijakan pemerintah melemah, peradilan justru memegang peran kunci dalam mengisi kekosongan tata kelola lingkungan.
Menurutnya, ada empat peran strategis peradilan yang semakin penting:
1. mengisi kekosongan akibat lemahnya multilateralisme,
2. menyediakan jalur bagi warga untuk menuntut akuntabilitas negara dan korporasi,
3. memperkuat rule of law lingkungan, dan
4. menetapkan standar akuntabilitas baru yang lebih progresif.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Mahkamah Agung menjelaskan bahwa MA selama ini bersikap proaktif dalam isu lingkungan hidup. Konstitusi menegaskan hak warga atas lingkungan yang sehat, dan MA telah mengembangkan program sertifikasi hakim lingkungan yang hingga kini meluluskan lebih dari 1.000 hakim di seluruh Indonesia.
Guru Besar Universitas Airlangga itu juga menyampaikan bahwa kurikulum pelatihan terus diperbarui, termasuk rencana memasukkan prinsip-prinsip generasi baru seperti strong sustainability, konstitusionalisme ekologis, dan pendekatan berbasis HAM. MA membuka diri untuk kolaborasi internasional guna memperkuat kapasitas hakim dalam menghadapi kompleksitas perkara lingkungan.
Implementasi Putusan Masih Jadi Tantangan
Ketua Kamar Perdata yang hadir dalam diskusi menyoroti fakta bahwa banyak perkara lingkungan yang dimenangkan oleh masyarakat di pengadilan, termasuk gugatan polusi udara berskala besar, namun pelaksanaan putusan masih menjadi persoalan utama. Ia mengusulkan agar pelatihan hakim tidak hanya berfokus pada keterampilan teknis, tetapi juga melibatkan kementerian, pemerintah daerah, dan sektor bisnis untuk membangun pemahaman dan tanggung jawab moral dalam pelaksanaan putusan.
ICEL Perkenalkan ILED untuk Penguatan Materi Pelatihan
Perwakilan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) memaparkan ILED (International Landmarks of Environmental Decission). Sebuah portal yang mengkurasi putusan-putusan penting di bidang lingkungan. Mereka menilai yurisprudensi Indonesia memiliki relevansi global dan perlu diintegrasikan dalam kurikulum pelatihan. ICEL juga mendorong agar kurikulum tidak terlalu teknis, namun kembali menekankan aspek paradigmatik dan prinsip dasar hukum lingkungan.
Kolaborasi Lanjutan: Menuju Kurikulum Generasi Baru
Diskusi menghasilkan beberapa poin tindak lanjut antara lain:
• Pengembangan kurikulum kolaboratif antara MA, Lembaga lain ataupun Organisasi Pemerhati Lingkungan Hidup.
• Integrasi tema keberlanjutan kuat, ecological rule of law, HAM, komunitas rentan, dan penanganan bukti ilmiah.
• Metode pembelajaran baru yang lebih interaktif dan melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor.
• Penyusunan modul bersama untuk memperkuat pemahaman terkait implementasi putusan, termasuk studi kasus polusi udara.
• Pemutakhiran materi pelatihan lingkungan mulai Januari, seiring pembentukan kelompok kerja bersama untuk evaluasi berkelanjutan.