MARINews, Tangerang-Penegakan hukum yang adil dan transparan merupakan fondasi utama bagi terwujudnya negara hukum yang demokratis. Namun dalam praktiknya, lembaga peradilan di Indonesia, termasuk di wilayah yurisdiksi peradilan agama, masih menghadapi berbagai tantangan yang mengancam integritas dan kepercayaan publik. Salah satu persoalan klasik yang sulit dihilangkan adalah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), khususnya dalam bentuk penyuapan.
Penyuapan dalam penyelenggaraan peradilan bukan hanya merusak prinsip keadilan substantif, tetapi juga melemahkan legitimasi lembaga peradilan sebagai institusi yang dipercaya masyarakat. Di lingkungan peradilan agama, yang mengurusi perkara-perkara sensitif seperti perceraian, waris, dan hak asuh anak, praktik penyuapan bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan sosial yang berdampak luas.
Komitmen Mahkamah Agung dalam mendorong peradilan yang bersih tidak berhenti pada retorika reformasi. Salah satu langkah monumental ditunjukkan melalui peluncuran Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) oleh Bawas MA pada 2022. SMAP ini disusun mengacu pada standar internasional ISO 37001:2016 dan menjadi salah satu instrumen penting dalam membangun sistem pencegahan korupsi yang terukur, terdokumentasi, dan dapat diaudit secara berkala.
Sebagai bentuk keseriusan Mahkamah Agung dalam mendorong penyelenggaraan peradilan yang bersih dan bebas dari praktik penyuapan, pada 2024, Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) telah menetapkan Surat Keputusan Nomor 15/BP/SK/PW.1.1.1/II/2024 tentang Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) di Pengadilan.
SK ini menjadi tonggak penting dalam pelembagaan prinsip-prinsip antipenyuapan ke dalam sistem kerja satuan-satuan kerja peradilan, termasuk di antaranya Pengadilan Agama Tangerang. Melalui regulasi ini, setiap satuan kerja yang ingin membangun Zona Integritas dan meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) maupun Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), diarahkan untuk mengintegrasikan SMAP ke dalam manajemen organisasinya secara sistemik dan terukur.
Dengan adanya SK tersebut, satuan kerja tidak lagi bergerak sporadis, melainkan memiliki pedoman teknis dan acuan formal dalam menyusun kebijakan antipenyuapan, mengidentifikasi titik rawan korupsi, dan membangun mekanisme pelaporan serta pengendalian internal yang efektif.
Pada Rabu (5/3), pencanangan SMAP 2025 menjadi langkah strategis dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas peradilan. Plt. Kepala Badan Pengawasan menegaskan, kasus suap yang mengguncang peradilan pada tahun 2024 menjadi peringatan bagi seluruh insan peradilan untuk memperkuat komitmen integritas. (bawas.mahkamahagung.go.id, 2025)
Terkait itu, Ketua Tim SMAP Dr. Saiful, S.Ag.,M.H., dan Panitera Muda Permohonan Eka Kurniati Khadam, S.H.,M.H. mensosialisasikan penerapan SMAP kepada para pihak berperkara di Pengadilan Agama Tangerang. (16/07/2025)
Penyelenggaraan peradilan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah pilar utama bagi terwujudnya negara hukum yang demokratis. Dalam konteks ini, Pengadilan Agama Tangerang telah mengambil langkah strategis dengan mengimplementasikan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) sebagai bagian dari upaya memperkuat integritas dan tata kelola lembaga peradilan.
Berbagai upaya reformasi Pengadilan Agama Tangerang telah dilakukan, termasuk pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan sedang menuju proses Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Namun, keberhasilan reformasi tersebut sangat bergantung pada sistem pengendalian internal yang efektif dan budaya kerja berintegritas.
Landasan Yuridis Implementasi SMAP
Langkah yang diambil oleh Pengadilan Agama Tangerang merupakan bentuk nyata dari pelaksanaan berbagai norma hukum yang berlaku. Upaya ini bukan sekadar formalitas administratif atau pencapaian teknis birokrasi, melainkan perwujudan komitmen terhadap amanat peraturan perundang-undangan yang menekankan integritas dan akuntabilitas lembaga peradilan.
Beberapa regulasi yang menjadi dasar pelaksanaan ini antara lain:
- Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang melarang pemberian dan penerimaan suap oleh penyelenggara negara.
- Pasal 3 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan bahwa peradilan harus bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
- Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 7, 8, dan 9 Tahun 2016, yang menjadi pedoman penanganan pelanggaran kode etik serta perilaku hakim dan aparatur pengadilan.
- Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2016, yang mendorong penguatan sistem pencegahan korupsi di seluruh instansi pemerintah.
- ISO 37001:2016 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP), sebagai standar internasional dalam mengelola risiko penyuapan di lingkungan lembaga.
Dengan menerapkan seluruh regulasi ini, Pengadilan Agama Tangerang menunjukkan komitmen serius dalam membangun peradilan yang bersih, transparan, dan berintegritas.
Dimensi Kunci Peluncuran SMAP
Peluncuran SMAP oleh Bawas menandai langkah strategis dalam memperkuat integritas lembaga peradilan. Setidaknya, terdapat tiga dimensi kunci yang menjadi fokus dalam peluncuran ini.
Pertama, pelembagaan integritas sebagai sistem, bukan sekadar nilai
SMAP mengubah pendekatan integritas menjadi bagian dari manajemen risiko kelembagaan. Ia bukan hanya berbicara tentang etika individu, tetapi tentang bagaimana institusi secara sistemik menutup ruang terjadinya suap.
Kedua, integrasi dengan reformasi birokrasi dan Zona Integritas
Peluncuran SMAP memperkuat komitmen Mahkamah Agung dalam pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di seluruh lingkungan peradilan, termasuk peradilan agama. Bawas mewajibkan seluruh satuan kerja yang mengusulkan predikat WBK/WBBM agar terlebih dahulu membangun sistem pengendalian gratifikasi dan pelaporan pelanggaran berbasis SMAP.
Ketiga, tidak sekadar peluncuran simbolis, Bawas juga menginisiasi penerapan SMAP secara bertahap melalui program pelatihan, penyusunan pedoman teknis, serta evaluasi awal terhadap satuan kerja percontohan. Beberapa pengadilan agama, termasuk Pengadilan Agama Tangerang, telah dipilih menjadi pilot project implementasi SMAP di lingkungan peradilan tingkat pertama, sebagai bagian dari upaya uji coba sekaligus pembinaan berkelanjutan.
Dampak Penerapan SMAP di Pengadilan Agama Tangerang
Penerapan SMAP di lingkungan Pengadilan Agama Tangerang, membawa dampak yang signifikan tidak hanya terhadap tata kelola internal, tetapi juga terhadap kualitas pelayanan publik dan persepsi masyarakat terhadap lembaga peradilan itu sendiri.
Pertama, pelayanan publik yang lebih transparan dan terstandardisasi, dengan adanya SMAP, proses pelayanan publik menjadi lebih terdokumentasi, terstruktur, dan bebas dari praktik transaksional yang selama ini rawan terjadi di titik-titik pelayanan. Setiap prosedur layanan harus mengikuti SOP berbasis manajemen risiko, di mana semua potensi titik rawan suap dipetakan dan dikendalikan. Hal ini mendorong aparatur peradilan untuk memberikan pelayanan yang berdasarkan prosedur.
Kedua, peningkatan kepercayaan publik, dalam hal ini, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan tidak dibangun dalam sehari, melainkan melalui proses panjang dan konsistensi tindakan. Penerapan SMAP memperlihatkan kepada publik bahwa lembaga peradilan agama secara serius berkomitmen untuk berubah ke arah yang lebih bersih dan profesional.
Ketiga, penguatan akuntabilitas kelembagaan, SMAP mewajibkan setiap satuan kerja untuk menyusun dan mengevaluasi kebijakan anti-penyuapan secara berkala. Ini memaksa lembaga peradilan untuk tidak hanya tunduk pada pengawasan eksternal, tetapi juga membangun mekanisme pertanggungjawaban internal yang sistemik. Dengan demikian, setiap tindakan aparatur bisa ditelusuri, diaudit, dan diperbaiki bila perlu.
Implementasi SMAP di lingkungan Pengadilan Agama Tangerang merupakan langkah strategis dan progresif dalam menjaga marwah peradilan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Melalui SMAP, institusi peradilan tidak hanya berkomitmen pada nilai integritas, tetapi juga membangun sistem yang mampu mencegah dan mengendalikan praktik penyuapan secara berkelanjutan.
Dengan sinergi yang kuat antara sistem manajemen antipenyuapan, pengawasan Badan Pengawasan Mahkamah Agung, dan kesadaran kolektif akan pentingnya integritas, maka cita-cita peradilan yang bebas dari KKN bukanlah sekadar mimpi.
Menolak suap bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga panggilan moral dan sosial untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Mari bersama-sama menjaga marwah peradilan demi tegaknya keadilan yang hakiki bagi seluruh rakyat Indonesia.