Seorang hakim tentunya wajib menggali, mengikuti, memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sebagai seorang hakim yang lebih dari lima tahun bertugas di Maluku, penulis sering sekali mendengar istilah-istilah tanah adat dalam perspektif hukum adat di Maluku, salah satu nya adalah istilah Tanah Dati.
Tanah Dati adalah tanah yang mulanya diberikan kepada orang yang diharuskan melakukan tugas-tugas negeri. Tanah Dati sendiri merupakan tanah adat bagi masyarakat adat Ambon. Mulanya tanah dari ini diberikan kepada orang yang melaksanakan tugas tanpa upah dan sebagai gantinya para dati tersebut oleh pemerintah negeri diberikan hak pakai atas tanah.
Orang yang memperoleh Tanah Dati dari pemerintah negeri Ambon tersebut mempunyai hak dan wewenang atas tanah untuk dapat mempergunakan ataupun mengambil manfaat dari tanah dati tersebut,
Menurut François Valentijn yang merupakan misionaris, naturalis, penulis yang juga merupakan pendeta yang pernah bertugas di Gubernemen VOC Ambon dan Banda pada akhir abad ke-17, istilah dati diterapkan pada orang-orang dalam masa hofdienst yang tidak lain merupakan masa pelayanan istana atau pelayanan kerajaan, yang mana pada bulan-bulan tertentu saat dilaksanakannya pelayaran. Maka, setiap keluarga (huisgezin) diwajibkan menyerahkan seorang laki-laki untuk bekerja selama kurang lebih satu bulan kepada maskapai VOC untuk melakukan melakukan tugas dan pekerjaan tanpa mendapat upah atau bayaran. Namun sebagai kompensasinya, diberikan hak atas tanah.
Dalam perkembangannya Tanah Dati di Ambon menggunakan sistem pewarisan kolektif. Di mana, para ahli waris mewarisi harta peninggalan pewaris secara bersama-sama dan mengenal sistem kekerabatan adat patrilineal yang mengutamakan garis keturunan laki-laki (kebapaan) sehingga ahli waris hanyalah anak laki-laki sedangkan anak perempuan bukanlah sebagai ahli waris.
Hal-hal tersebut kemudian membentuk dati menjadi hukum keluarga yang mengatur tentang harta kekayaan dan pewarisannya. Mengatur juga tentang perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah, urusan administratif yang secara langsung diatur oleh pemerintah negeri setempat. Segala ketetapan bersama melalui keputusan pemimpin juga dihormati dan dipatuhi oleh warga dati sehingga setiap pelanggaran yang dilakukan oleh mereka akan mendapatkan sanksi.
Tanah Dati tidak terlepas dari dusun-dusun, istilah dusun juga dapat dibedakan dengan;
a. Dusun Perusahan adalah dusun yang dibuka atau diperusah sendiri-sendiri atau bersama-sama oleh anak negeri di atas tanah petuanan, biasanya tanah yang masih ewang;
b. Dusun Negeri yaitu hutan yang sudah dipelihara dan dijaga, rakyat tidak lagi bebas dalam mengambil hasilnya, karena segala hasilnya adalah untuk kas Negeri. Dusun negeri biasanya mempunyai tanam-tanaman yang menghasilkan buah-buahan seperti bambu, rotan, damar, dan pohon-pohon yang menghasilkan buah-buahan seperti durian, langsat, kelapa, dan pohon-pohon lainnya yang menghasilkan buah dan pohon mayang yang dapat disadap airnya;
c. Dati Raja (Dusun Dati,Tanah Dati) dati Raja atau dusun dati atau yang lebih di kenal dengan istilah tanah dati adalah tanah atau dusun yang diberikan kepada seorang pemerintah selama ia mengaku jabatan pemerintah dari negerinya, kalau sampai diganti, maka haknya atas dusun dati raja sendirinya dihapus;
d. Dusun Pusaka adalah dusun yang merupakan milik bersama dari suatu kelompok ahli waris yang mereka peroleh melalui pewarisan. Pada mulanya dusun pusaka itu adalah milik seseorang secara pribadi yang biasa di perolehnya melalui beberapa cara:
- Dengan menggarap atau memperusah sepotong tanah negeri yang masih merupakan hutan atau ewang dengan izin pemerintah Negeri;
- Untuk mendapatkan dusun pusaka bisa juga melalui pembelian oleh seseorang yang dinamakan dusun babalian;
- Jika dusun babalian ini kemudian sampai diwarisi oleh keturunannya, maka statusnya berubah menjadi dusun pusaka.
Register dati di dalam pembuktian di persidangan juga seringkali dijadikan sebagai dasar pertimbangan oleh hakim di dalam memberikan keputusan. Sebagai contoh, dalam perkara perdata Putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 189/Pdt.G/2019/PN Amb yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 32/PDT/2020/PTAMB, dalam putusan tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan bukti register dati yang diajukan sebagai alat bukti oleh kedua belah pihak yang belum memiliki sertifikat, untuk menentukan siapa yang memiliki hak atas tanah tersebut.
Dengan demikian, register dati yang tentunya dilengkapi dengan persyaratan lainnya dapat dipergunakan sebagai alat bukti untuk didaftarkan sebagai bukti kepemilikan, dengan memperhatikan ketentuan pasal 96 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah yang berbunyi:
Alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya peraturan pemerintah ini.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, maka alat bukti tertulis tanah bekas milik adat dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian hak atas tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka Pendaftaran Tanah.
Dari pasal tersebut dapat dinilai, ke depannya untuk bukti kepemilikan yang diakui adalah bukti yang dikeluarkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, berupa Sertifikat Hak Milik yang mana hal tersebut mulai berlaku pada Februari 2026, selain dari bukti tanah bekas milik adat hanya berlaku sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah.