Bukan Sekadar Gaji, Pertaruhan Nyawa dan Martabat di Kursi Hakim

Peningkatan kesejahteraan harus menjadi pemicu dan diimbangi upaya peningkatan kualitas dan kapasitas hakim, serta penerapan sistem pengawasan yang efektif.
Iustrasi putusan hakim. Foto pixabay.com
Iustrasi putusan hakim. Foto pixabay.com

Profesi hakim, salah satu pilar utama penegakan hukum yang tidak terpisahkan dari cita-cita negara hukum sejahtera. Namun, di balik citra independensi dan wibawa hakim, tersembunyi beban kerja, serta tanggung jawab sangat besar.

Bahkan, hingga menyangkut nasib dan nyawa seorang manusia, termasuk Hakim itu sendiri. Setiap putusan yang diketuk hakim, memiliki konsekuensi langsung terhadap kehidupan individu, keluarga, dan kepentingan masyarakat luas.

Para hakim mengemban tugas mulia, melindungi kepentingan masyarakat sosial atau dikenal dengan prinsip social defence. Sosoknya, adalah benteng terakhir dalam memastikan keadilan, menjaga ketertiban, dan mewujudkan negara hukum sejahtera (social welfare).

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, hakim harus mempertimbangkan berbagai aspek dengan cermat, termasuk fakta hukum, bukti-bukti, serta implikasi sosial dari putusannya.
Tidak hanya itu, pekerjaan hakim juga dibebani, berbagai kepentingan dan tekanan dari pihak-pihak berperkara. Setiap kasus membawa dinamika emosional dan psikologis yang kompleks. Hal tersebut, menuntut hakim tetap objektif, independen, dan teguh pada kebenaran. Tekanan ini, ditambah dengan volume perkara yang terus meningkat, seringkali jadi faktor stres yang signifikan dalam menjalankan tugas.

Selain itu, risiko lain di era digital, peretasan dan serangan siber, yang dapat berupa pencurian data pribadi hakim, peretasan, intimidasi, penyebaran informasi privasi untuk umum (doxing), penyebaran informasi berupa fitnah yang tidak benar, serta polarisasi opini atau propaganda. Hal tersebut, dapat dilakukan orang-orang tidak bertanggung jawab, untuk memengaruhi atau memberikan intervensi, demi kepentingan terselubung.

Lebih jauh lagi, risiko keamanan yang ancam profesi hakim adalah kenyataan pahit yang sering terabaikan. Bukan hal aneh, jika di berbagai platform media, hakim menghadapi pembacokan, penganiayaan, bahkan ancaman pembunuhan dan pembunuhan sebagai risiko jabatan yang harus para hakim pikul. Kasus-kasus semacam ini, jadi pengingat brutal, bahwa menegakkan keadilan di Indonesia, bukanlah tanpa bahaya.

Ironisnya, di tengah beratnya beban dan risiko yang diemban, tuntutan para hakim seringkali hanya berkisar pada hal-hal mendasar, seperti layaknya tunjangan dan fasilitas yang dijamin oleh Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 (PP Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim). Banyak dari jaminan ini, seperti jaminan keamanan, kedudukan protokol dan rumah dinas yang layak, serta gaji yang memadai untuk mengimbangi beratnya pekerjaan dan risiko, dimana masih belum sepenuhnya terlaksana. 

Pasal 2 PP Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim terdiri atas gaji pokok, tunjangan jabatan, rumah negara, fasilitas transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokol, penghasilan pensiun dan tunjangan lain.

Sedangkan Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Pemerintah tersebut, Hakim diberikan jaminan keamanan dalam pelaksanaan tugas. Sedangkan Ayat (2) menjelaskan, menerangkan jaminan keamanan hakim meliputi tindakan pengawalan dan perlindungan terhadap keluarga. Dalam Ayat (3), jaminan keamanan didapatkan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia atau petugas keamanan lainnya. Ketentuan lebih lanjut, mengenai jaminan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Keputusan Mahkamah Agung, sebagaimana Pasal 7 Ayat 4 PP Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim

Wacana kenaikan gaji hakim pun kerap menuai beragam reaksi, baik dari lingkungan peradilan maupun dari luar. Namun, pertanyaan mendasarnya Siapakah yang benar-benar peduli dengan kehidupan dan keamanan hakim, seandainya bukan Negara? Siapakah akan menjamin rumah dinas layak, aman, bebas bencana banjir, kebakaran, bebas intimidasi dan lain sebagainya? Dari mana pertanggungjawaban ini berasal, bilamana bukan dari negara? Mengingat hakim menduduki jabatannya demi kepentingan negara. Sebagai hakim jujur, cerdas dan berintegritas, dirinya dituntut independen, tidak boleh bergantung atau memiliki hutang budi, pada siapapun dalam melaksanakan pekerjaannya, selain daripada negara. Maka, sudah sewajarnya negara hadir, karena jabatan hakim ada, untuk menjalankan tugas dan fungsi kenegaraan.

Pemenuhan tunjangan dan fasilitas hakim, sebagaimana tertuang dan dijanjikan dalam peraturan pemerintah dan undang-undang, seharusnya menjadi hal yang terwujud dalam bentuk nyata. Kenaikan tunjangan gaji hakim, hal yang sudah sewajarnya diterima oleh hakim yang jujur, cerdas, dan bersih, yang hanya akan bergantung pada ketersediaan negara, karena panggilan jiwa. 

Tidak ada yang benar-benar, dapat merasakan bagaimana beratnya tanggung jawab seorang hakim dan risiko yang diterimanya, selain hakim itu sendiri. Gaji layak merupakan hal seharusnya, sebagaimana diamanatkan undang-undang dan peraturan pemerintah, guna memastikan agungnya martabat dan independensi peradilan.

Kenaikan gaji dan tunjangan yang layak bagi hakim, adalah sebuah keniscayaan dan bentuk penghargaan atas beban kerja serta risiko yang diemban, hal ini tidak boleh berdiri sendiri. Justru, peningkatan kesejahteraan, harus menjadi pemicu dan diimbangi upaya peningkatan kualitas dan kapasitas hakim, serta penerapan sistem pengawasan yang efektif. Keseimbangan ini krusial, untuk memastikan integritas dan profesionalisme lembaga peradilan tetap terjaga.

Tanpa diimbangi peningkatan kualitas, kapasitas, dan pengawasan, kenaikan gaji berisiko hanya menjadi beban anggaran tanpa dampak signifikan pada peningkatan mutu peradilan. Oleh karena itu, langkah strategis yang komprehensif diperlukan, antara lain negara harus memenuhi hak-hak hakim atas kesejahteraan yang layak, para hakim juga wajib menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas yang lebih tinggi, guna meningkatkan kapasitas dan pengetahuan. Hanya dengan demikian, kita dapat mewujudkan lembaga peradilan yang benar-benar adil, bersih, dan mampu menjadi penjaga tegaknya negara hukum sejahtera.

Copy