Tindak Pidana Penghasutan untuk Tidak Lakukan Karantina Kesehatan

Dengan adanya putusan kasasi ini, menjadi yurisprudensi yang dapat digunakan hakim lainnya, dalam memeriksa dan memutus perkara serupa kaidah hukumnya.
Virus Corona. Foto dokumentasi: website World Health Organization.
Virus Corona. Foto dokumentasi: website World Health Organization.

Pendahuluan

Penyakit virus korona (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Kebanyakan orang terinfeksi virus ini, mengalami penyakit pernapasan ringan, hingga sedang dan sembuh, tanpa memerlukan perawatan khusus. Namun, beberapa orang akan mengalami sakit parah dan memerlukan perawatan medis.

Orang lanjut usia dan mereka yang memiliki kondisi medis seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, atau kanker lebih rentan mengalami penyakit serius. Siapa pun dapat terjangkit Covid-19 dan menjadi sakit parah atau meninggal pada usia berapapun.

Terdapat perkara mengenai tindak pidana penghasutan untuk tidak melakukan karantina kesehatan, yang dilakukan Moh. Rizieq bin Sayyid Shihab Alias Habib Muhammad Rizieq Shihab, sebagaimana termuat dalam putusan-putusan penting (landmark decisions) dalam Laporan Tahunan 2022 Mahkamah Agung.

Dalam perkara tersebut, Habib Rizieq didakwa dengan dakwaan berbentuk kombinasi antara alternatif dan kumulatif, dengan dakwaan pertama melanggar Pasal 160 KUHP jo Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau kedua melanggar Pasal 216 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau ketiga melanggar Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau keempat melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, dan kelima melanggar Pasal 82A Ayat (1) jo Pasal 59 Ayat (3) huruf c dan d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 10 huruf b KUHP jo Pasal 35 Ayat (1) KUHP.

Selanjutnya, atas dakwaan tersebut di atas, Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan pada pokoknya, memohon menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun, dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan perintah terdakwa tetap ditahan.

Terhadap dakwaan dan tuntutan tersebut, pengadilan tingkat pertama menjatuhkan putusan pada pokoknya, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tidak mematuhi kekarantinaan kesehatan dilakukan secara bersama-sama, sebagaimana didakwakan pada dakwaan ketiga, melanggar Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara delapan bulan.

Atas putusan pengadilan negeri, terdakwa dan penuntut umum mengajukan upaya hukum banding dan pengadilan tingkat banding pada pokoknya dalam amar putusan menguatkan putusan pengadilan negeri tersebut.

Upaya hukum kasasi diajukan ke Mahkamah Agung dan atas perkara tersebut terdaftar dengan nomor 3705 K/Pid.Sus/2021 dan yang menjadi sang pengadil perkara tersebut adalah Majelis Hakim Agung Dr. Suhadi, S.H., M.H., Dr. Desnayeti M., S.H., M.H. dan Soesilo, S.H., M.H., dengan klasifikasi tolak kasasi penuntut umum.

Pertimbangan Hukum oleh Majelis Hakim Kasasi

Majelis Hakim Kasasi menilai, alasan kasasi penuntut umum tidak dapat dibenarkan, karena judex facti tidak salah menerapkan hukum dalam mengadili terdakwa, pertimbangan hukum judex facti sudah tepat dan benar, serta tidak melampaui kewenangannya.

Alasan kasasi penuntut umum, hanya merupakan pengulangan terhadap penilaian hasil pembuktian, yang merupakan kewenangan judex facti dan seluruhnya telah dipertimbangkan dengan tepat dan benar oleh judex facti.

Dakwaan penuntut umum telah disusun secara alternatif kumulatif, dan sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan, Majelis Hakim telah memilih dan telah mempertimbangkan, serta berkesimpulan dengan tepat dan benar, bahwa perbuatan terdakwa dan Panitia Acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, serta sekaligus acara pernikahan putri terdakwa, dilakukan dalam masa kedaruratan kesehatan (sesuai Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional) dan saat sedang diterapkannya masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dengan demikian, menyebabkan terjadi kerumunan massa yang mengabaikan protokol kesehatan, di mana bertentangan dengan penetapan pemerintah dalam rangka penanggulangan penyebaran virus corona (Covid-19) dan telah melanggar Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Majelis Hakim Kasasi menilai, terhadap dakwaan kumulatif penuntut umum yaitu, dakwaan kelima Pasal 82A Ayat (1) juncto Pasal 59 Ayat (3) huruf c dan d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 10 huruf b KUHP jo Pasal 35 Ayat (1) KUHP tidak terbukti, perbuatan terdakwa tidak ternyata memenuhi unsur-unsur pasal dakwaan kumulatif kelima penuntut umum tersebut, karena berdasarkan fakta persidangan, tidak terbukti terjadi tindak kekerasan, tidak ternyata mengganggu ketentraman atau ketertiban umum, dan tidak terbukti adanya perusakan fasilitas umum, serta sosial. Sedangkan penutupan jalan petamburan, bukan dilakukan oleh terdakwa, tetapi dilakukan aparat keamanan dengan pengalihan arus lalu lintas.

Dalam akhir pertimbangan, Majelis Hakim Kasasi menyatakan bahwa judex facti, sebelum menjatuhkan pidana telah mempertimbangkan keadaan memberatkan dan meringankan pidana secara proporsional, sesuai Pasal 197 Ayat (1) huruf f KUHAP.

Majelis Hakim Kasasi, dalam amar putusannya menyatakan menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur tersebut dan membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara kasasi sebesar Rp2.500.

Dengan adanya putusan kasasi ini, menjadi yurisprudensi yang dapat digunakan hakim lainnya, dalam memeriksa dan memutus perkara serupa kaidah hukumnya, serta menjadi pemahaman bagi praktisi hukum, akademisi hukum, mahasiswa hukum dan masyarakat pada umumnya.

Penulis: Andy Narto Siltor
Editor: Tim MariNews
Copy