Reformasi Hukum Acara Pidana, Mahkamah Agung Bahas Bersama Hakim Seluruh Indonesia

Pertemuan tersebut, untuk membahas Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang sedang digodok oleh Komisi III DPR RI bersama Kementerian Hukum.
Mahkamah Agung melaksanakan pertemuan dengan hakim seluruh Indonesia yang berlangsung secara daring dari command centre. Foto dokumentasi humas MA
Mahkamah Agung melaksanakan pertemuan dengan hakim seluruh Indonesia yang berlangsung secara daring dari command centre. Foto dokumentasi humas MA

MARINews, Jakarta- Mahkamah Agung melaksanakan pertemuan dengan hakim seluruh Indonesia yang berlangsung secara daring dari command centre Mahkamah Agung. Pertemuan tersebut, untuk membahas Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang sedang digodok oleh Komisi III DPR RI bersama Kementerian Hukum.

Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H. yang didampingi oleh Jubir MA Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H. dan Karo Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Dr. Sobandi, S.H., M.H. Pertemuan tersebut, sekaligus menindaklanjuti surat dari Komisi III DPR RI dan Kementerian Hukum yang meminta masukan kepada Mahkamah Agung terkait pembahasan RUU KUHAP.

Dalam keterangannya Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H. menyampaikan, Daftar Inventaris Masalah (DIM) telah dibahas secara internal dengan para pimpinan dan para Hakim Agung. Hal itu, untuk memastikan kaidah hukum yang tersebar dalam peraturan dan surat edaran Mahkamah Agung akan termuat dalam RUU KUHAP tersebut. Dengan begitu, Mahkamah Agung bisa lebih komprehensif menjaring sumbang saran dari seluruh hakim, baik di tingkat banding maupun tingkat pertama. Terlebih, para hakim lah yang paling dekat dengan praktik peradilan sehari-hari dan berinteraksi langsung dengan pencari keadilan.

Salah satu isu utama karena menuai pro dan kontra dalam pembahasan tersebut, terkait dengan keberadaan hakim pemeriksa pendahuluan, Di mana, ada kalangan menyetujui keberadaan hakim pemeriksa pendahuluan, namun ada juga yang khawatir karena akan menambah beban kerja para hakim di daerah.

Selain itu, RUU KUHAP juga membatasi pengaturan upaya hukum kasasi, yang mengatur putusan bebas tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi. Namun, Mahkamah Agung berpendapat, perlu tetap memberikan ruang terhadap putusan bebas dalam mengajukan upaya hukum kasasi, demi menjaga keseimbangan dan kepastian hukum.

Dalam pertemuan tersebut, para hakim dari berbagai wilayah dengan antusias yang tinggi menyampaikan masukan dan saran terkait RUU KUHAP. Namun karena keterbatasan waktu, aspirasi para hakim yang tidak sempat disampaikan secara langsung diwadahi dengan disampaikan secara tertulis.

Pertemuan tersebut menunjukkan komitmen Mahkamah Agung untuk memastikan reformasi hukum acara pidana dapat memenuhi kebutuhan praktik beracara di lapangan. Sekaligus menutupi kekurangan yang ada dalam KUHAP saat ini, dengan tetap mengedepankan prinsip due process of law.