Pendahuluan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian tindak pidana adalah perbuatan pidana (perbuatan kejahatan). Sedangkan pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tindak pidana pajak merupakan kejahatan yang dilakukan wajib pajak dengan berbagai cara yang merugikan negara. Pengenaan pidana pajak berdasarkan ketentuan undang-undangan diberikan karena adanya pelanggaran hukum berat seperti penggelapan pajak atau pemalsuan dokumen. Pelaku dapat dijatuhi hukuman pidana penjara dan/atau denda, dengan ketentuan pidana denda diganti dengan pidana penjara.
Terdapat perkara mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang memiliki kaidah hukum “pidana denda tidak dapat digantikan dengan pidana kurungan dan wajib dibayar oleh pelaku tindak pidana di bidang perpajakan”, yang termuat dalam putusan-putusan penting (landmark decisions) dalam Laporan Tahunan 2022 Mahkamah Agung.
Terdakwa Bilal Asif didakwa dengan dakwaan berbentuk alternatif yaitu kesatu, melanggar Pasal 39 Ayat (1) huruf c juncto Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP atau kedua melanggar Pasal 39 Ayat (1) huruf I juncto Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Atas dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan pada pokoknya memohon menyatakan terdakwa Bilal Asif terbukti melanggar Pasal 39 Ayat (1) huruf i juncto Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16/2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Penuntut umum meminta agar terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama empat tahun. Selain pidana penjara, terdakwa dituntut pidana denda sebesar dua x Rp.31.387.236.540,00 = Rp.62.774.473.080,00 (enam puluh dua miliar tujuh ratus tujuh puluh empat juta empat ratus tujuh puluh tiga ribu delapan puluh rupiah). Dengan ketentuan, jika terdakwa tidak membayar denda tersebut paling lama waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar denda. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar denda, maka dijatuhi hukuman kurungan pengganti denda selama enam bulan.
Atas dakwaan dan tuntutan tersebut, pengadilan tingkat pertama menjatuhkan putusan pada pokoknya menjatuhkan pidana kepada terdakwa Bilal Asif dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan serta denda sebesar dua x Rp31.387.236.540,00 = Rp62.774.473.080,00 (enam puluh dua miliar tujuh ratus tujuh puluh empat juta empat ratus tujuh puluh tiga ribu delapan puluh rupiah). Dengan ketentuan, jika denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Atas putusan Pengadilan Negeri, terdakwa dan penuntut umum mengajukan upaya hukum banding. Namun, pengadilan tingkat banding dalam amar putusan menguatkan putusan Pengadilan Negeri yang dimintakan banding tersebut.
Upaya hukum kasasi diajukan ke Mahkamah Agung dan atas perkara tersebut terdaftar dengan nomor 1149 K/Pid.Sus/2022. Yang menjadi sang pengadil perkara tersebut adalah Dr. Suhadi, S.H., M.H., Soesilo, S.H., M.H., dan Suharto, S.H., M.H., dengan klasifikasi perbaikan putusan pengadilan tinggi.
Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan Kasasi
Majelis Hakim Kasasi setelah melihat seluruh berkas atas pengajuan upaya hukum kasasi tersebut, dari keterangan para saksi dan terdakwa dihubungkan barang bukti diperoleh fakta bahwa terdakwa sebagai Direktur di PT. Royal Industries Indonesia, NPWP 02.418.901.1-057.000 dengan tugas pokok antara lain bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan operasional perusahaan yaitu bagian produksi dan perpajakan, menandatangani semua SPT Perpajakan selain PPH Badan dan menandatangani faktur pajak.
Namun ternyata, PT. Royal Industries Indonesia tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk masa Desember 2015 sampai dengan April 2016. PT. Royal Industries Indonesia juga tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut untuk masa Desember 2015 sampai dengan April 2016 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) PMA Empat Jalan TMP Kalibata Jakarta Selatan. Sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp31.387.236.540,00 (tiga puluh satu miliar tiga ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus tiga puluh enam ribu lima ratus empat puluh rupiah).
Oleh karena itu, perbuatan materiil terdakwa telah memenuhi seluruh unsur tindak pidana melanggar Pasal 39 Ayat (1) huruf i juncto Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Majelis Hakim melakukan perbaikan dari putusan pengadilan tingkat pertama dan banding, atas jenis pidana pengganti denda agar selaras dengan maksud ketentuan Pasal 44 C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang menyatakan pada pokoknya pidana denda sebagaimana dimaksud Pasal 39 dan Pasal 39 A tidak dapat digantikan dengan pidana kurungan dan wajib dibayar oleh terpidana
Amar putusan Majelis Hakim Kasasi pada pokoknya, menolak permohonan kasasi terdakwa dan penuntut umum dan memperbaiki putusan pengadilan tingkat banding, yang isi pokoknya menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun, enam bulan dan pidana denda sebesar dua x Rp31.387.236.540,00 = Rp 62.774.473.080,00 (enam puluh dua miliar tujuh ratus tujuh puluh empat juta empat ratus tujuh puluh tiga ribu delapan puluh rupiah). Dengan ketentuan, apabila pidana denda tersebut tidak dibayar dalam waktu paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta kekayaan terpidana disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar pidana denda tersebut, dalam hal terpidana tidak mempunyai harta kekayaan yang mencukupi untuk membayar pidana denda, maka dipidana dengan pidana penjara selama tiga bulan.
Kaidah hukum ini menunjukkan, dalam menjatuhkan putusannya, hakim sebaiknya memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang menentukan pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, sehingga tidak ada kesalahan penafsiran atas ketentuan perundang-undangan.
Dengan adanya putusan peninjauan kembali ini menjadi yurisprudensi yang dapat digunakan hakim lain yang memeriksa dan memutus perkara yang sama dengan kaidah hukumnya, serta menjadi pemahaman bagi praktisi hukum, akademisi hukum, mahasiswa hukum, dan masyarakat pada umumnya.