Kilas balik pada 2016, di sepanjang tahun tersebut Mahkamah Agung (MA) telah banyak memberikan kontribusi dalam mendukung pengembangan substansi hukum dan pemetaan arah kebijakan melalui hasil penelitian dan pengkajian hukum yang mengkompilasi beberapa putusan terpilih.
Sebagaimana dikutip dari Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2016, Kompilasi dan Publikasi Ulang Putusan Terpilih, merupakan kumpulan putusan terpilih yang layak untuk dipublikasikan kembali dan turut dimuat dalam buku Landmark Decisions. Putusan tersebut dikumpulkan dan diseleksi sejak 2014 sampai dengan 2016, yang meliputi perkara pidana umum, pidana khusus, perdata, perdata khusus, sengketa perdata ekonomi syariah, tindak pidana syariah, militer dan tata usaha negara.
Adapun salah satu putusan yang menjadi landmark decision adalah Putusan Kasasi Nomor 964 K/PID/2015 juncto Putusan Nomor 794/Pid.B/2014/PN Llg. Terdakwa Iskandar alias Kandar, didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan alternatif yaitu, Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Pasal 351 ayat (3) KUHP.
Perkara tersebut, bermula saat terdakwa didatangi oleh korban Agus bin H. Nasir di lapak tempat terdakwa berjualan. Korban dua kali datang dengan mengendarai sepeda motor dan memarkirkan sepeda motor tersebut di dekat lapak tempat terdakwa berjualan.
Saat pertama kali korban datang dan memarkirkan sepeda motornya, pada saat itu korban hanya melihat ke arah terdakwa dan saksi Alex yang sedang berada di lapak tempat terdakwa berjualan, lalu menuju ke arah gedung belakang tempat kejadian perkara dan kembali lagi menuju sepeda motor yang diparkirkan, lalu korban pergi meninggalkan tempat tersebut
Kemudian, korban datang dan memarkirkan sepeda motor untuk kedua kalinya, dengan sudah membawa tas selempang warna hitam yang diletakkan di depan perut korban.
Selanjutnya, korban mendekati terdakwa dan mengajak terdakwa ke gedung belakang Pasar Bukit Sulap dengan mengatakan kepada terdakwa, “Dar sini dulu, ado lokak”.
Sesampainya di belakang gedung Pasar Bukit Sulap, korban yang berada di depan terdakwa, tiba-tiba mengeluarkan pisau pertama lalu menyerang terdakwa ke arah kepala tetapi dapat ditangkis oleh terdakwa dengan kedua tangannya.
Kemudian, korban mengeluarkan pisau yang kedua dari tas dengan tangan kirinya dan kembali menyerang terdakwa ke arah tubuh dan mengenai perut terdakwa, sehingga terdakwa terdesak lalu terdakwa mencoba menyelamatkan diri dengan berlari meninggalkan korban.
Melihat terdakwa yang berusaha melarikan diri, korban kembali berusaha mengejar terdakwa dan kembali menusuk terdakwa di pundak terdakwa sebanyak dua tusukan dengan kedua pisau yang ada di tangan korban. Mendapat serangan kedua kalinya, terdakwa melakukan perlawanan dengan mencabut pisau yang menancap di pundak terdakwa, lalu menyerang korban dengan pisau tersebut ke arah kepala, leher kanan, dan leher kiri. Lalu terdakwa membuang pisau tersebut ke arah korban dan berlari menyelamatkan diri sambil berteriak minta tolong.
Atas perbuatan terdakwa tersebut, kemudian penuntut umum menuntut terdakwa karena telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama, menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 12 tahun penjara, dikurangi tahanan sementara yang telah dijalaninya.
Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Linggau pada 4 Mei 2015 kemudian membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum, karena terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan penuntut umum, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.
Pertimbangan Hukum Judex Juris yang Mengadili Sendiri
Penuntut umum kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan bebas tersebut. Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 964 K/PID/2015 berpendapat, akibat perbuatan terdakwa dengan sengaja melakukan penusukan terhadap korban yang mengakibatkan korban meninggal dunia telah memenuhi unsur delik “pembunuhan” sebagaimana didakwakan Jaksa/Penuntut Umum pada dakwaan alternatif pertama (Pasal 338 KUHP).
Majelis Kasasi menilai, perbuatan terdakwa yang merebut salah satu pisau yang dipegang korban dan melakukan penusukan terhadap korban yang mengakibatkan korban meninggal dunia tersebut, adalah perbuatan terdakwa dalam rangka membela diri karena diserang korban secara tiba-tiba dengan dua buah pisau yang sudah sempat melukai terdakwa.
Dalam putusan kasasi tersebut, Majelis Hakim turut mempertimbangkan posisi terdakwa yang tidak dapat melarikan diri lagi karena mendapat serangan yang dilakukan korban terhadap terdakwa di bagian perut dan ketika terdakwa mencoba menghindar dari serangan korban, ternyata korban masih mengejar untuk melakukan serangan pada bagian pundak kanan dan kiri dari arah belakang terdakwa.
“Tindakan terdakwa yang kemudian berhasil merebut salah satu pisau yang dipegang oleh korban dan berbalik menikam ke arah korban, maka perbuatan terdakwa tersebut merupakan upaya pembelaan darurat untuk mempertahankan hidupnya.” bunyi pertimbangan hukum yang diketuai oleh Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H., dengan para hakim anggota, Maruap Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.Hum. dan Dr. H. Margono, S.H., M.Hum., M.M.
Judex juris dalam putusannya kemudian menyatakan, perbuatan yang didakwakan penuntut umum tersebut terbukti, tetapi merupakan perbuatan membela diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP, sehingga terhadap terdakwa dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).
Mahkamah Agung melalui putusan kasasi yang diucapkan pada 11 November 2015 tersebut, kemudian mengadili sendiri dengan menyatakan, terdakwa Iskandar alias Kandar bin Aroeif terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana, melepaskan terdakwa Iskandar alias Kandar bin Aroeif tersebut dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging) dan memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Berdasarkan putusan tersebut, setidaknya terdapat dua kaidah hukum yang dapat diambil, yaitu pertama, dalam kasus pembelaan darurat untuk diri sendiri, ditentukan berdasarkan upaya terdakwa menghindari ancaman/perbuatan membahayakan dari orang lain dan posisi terdakwa yang tidak dapat melarikan diri. Kedua, dalam hal unsur tindak pidana terpenuhi maka terdakwa yang melakukan pembelaan darurat untuk diri sendiri dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum karena perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana.