Pendirian negara modern memiliki tujuan memajukan dan mensejahterakan warga negara secara kolektif atau disebut konsep welfare state. Guna menjamin pelaksanaan pemerintahan agar terwujud cita-cita tersebut, wajib berlandaskan norma-norma hukum, agar menghindari penyalahgunaan kewenangan. Negara yang menjadikan hukum sebagai panglima dalam menjalankan roda kehidupan dengan tujuan kesejahteraan rakyat, disebut sebagai rechtsstaat.
Dalam konsep rechtsstaat, ketentuan hukum menjadi landasan penyelenggara pemerintahan, adanya pemisahaan kekuasan negara, pengakuan dan penegakan hak asasi manusia, serta adanya lembaga peradilan yang nondiskriminatif.
Indonesia sendiri, penganut rechtsstaat sebagaimana diatur Pasal 1 Angka 3 UUDNRI 1945. Salah satu wujudnya, dalam membebankan kewajiban kepada rakyat, negara harus mengaturnya terlebih dahulu, dalam peraturan perundang-undangan, seperti menetapkan pajak atau iuran lainnya.
Beberapa pajak yang dibebankan kepada masyarakat dan diatur dalam peraturan perundang-undangan, antara lain pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn), pajak atas penjualan barang mewah (PPnBM), pajak bea materai, pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, dan lain-lain. Kewenangan pemungutan pajak, ada yang dibebankan kepada pemerintah pusat dan daerah.
Pajak penghasilan, sebagai salah satu iuran yang dibebankan kepada warga negara Indonesia, baik di dalam atau luar negeri, yang memiliki pendapatan dari pekerjaan atau usahanya, yang secara terperinci diatur Bab III Pajak Penghasilan, Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Begitupun, warga negara asing yang menjadi subjek pajak dalam negeri, atas penghasilan yang diterima dan diperoleh dari Indonesia, sesuai ketentuan Bab III Pajak Penghasilan, Pasal 4 Ayat 1a UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan tersebut.
Namun, terdapat penghasilan yang tidak dikenakan pajak, bilamana penghasilannya per tahun, paling sedikit 54 juta untuk wajib pajak orang pribadi dan ditambah 59,5 juta bagi wajib pajak yang telah kawin dan ditambah lagi 4,5 juta untuk setiap adanya anggota keluarga dalam garis keturunan lurus, sebagaimana ketentuan Bab III Pajak Penghasilan Pasal 7 Ayat 1 UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Secara internasional, mantan Perdana Menteri Inggris pada 1799 William Pitt the Younger, menginisiasi pengenaan pajak bagi para pekerja, yang diperuntukan membiayai Negara Inggris dalam perang melawan Napoleon. Sedangkan negeri Paman Sam, mengenakan pajak kepada rakyat berpenghasilan, untuk membantu militer dalam memadamkan perang saudara.
Dalam sejarah Indonesia, penerapan pajak penghasilan, sejak era Hindia Belanda. Pada 1908, pemerintah kolonial menerbitkan Ordonnantie op de Herziene Inkomstenbelasting, atau pajak penghasilan. Dalam aturan tersebut, pajak penghasilan yang dikenakan, sejumlah 2% dari pendapatan masyarakat. Selanjutnya pada 1925, diperkenalkan pajak untuk badan usaha perseroan (Vennootschapsbelasting), saat ini dikenal pajak penghasilan badan.
Pada 1944, saat pemerintahan Jepang, ordonansi pajak penghasilan mengalami perubahan. Saat era Indonesia merdeka, ordonansi pajak penghasilan ditegaskan tetap berlaku, dengan penyempurnaan, sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925.
Semoga artikel ini, dapat menambah pengetahuan sejarah hukum bagi para pembacanya, baik kalangan praktisi hukum, akademisi dan mahasiswa fakultas hukum.