Pendahuluan
Minuta Akta adalah asli Akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris.
Protokol Notaris yaitu kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lantas dalam kedudukan sebagai suatu arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara, bagaimana perlindungan Minuta Akta Ketika dihadapkan pada proses peradilan, serta bagaimana kewajiban kehati-hatian Hakim dalam proses peradilan terhadapnya?
Pemberian Persetujuan Terhadap Fotokopi Minuta Akta oleh Majelis Kehormatan Notaris
Awal mulanya, dasar hukum perlakuan minuta akta terhadap kepentingan proses peradilan, diatur dalam Pasal 66 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN)
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 49/PUU-X/2012, tanggal 28 Mei 2013, yang pada pokoknya menyatakan frasa dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dengan adanya perubahan terhadap UUJN, yakni diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN-P), maka Pasal 66 UUJN mengalami perubahan, sehingga berbunyi :
(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
(3) Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja, terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan
(4) Dalam hal majelis kehormatan Notaris, tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan
Sebagai teknis pelaksanaan aturan di atas, Pasal 30 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2021 tentang Tugas Dan Fungsi, Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian, Struktur Organisasi, Tata Kerja, dan Anggaran Majelis Kehormatan Notaris mengatur:
(1) Majelis Pemeriksa memberikan persetujuan atau penolakan setelah mendengar keterangan langsung dari Notaris yang bersangkutan.
(2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
(3) Dalam hal Majelis Pemeriksa memberikan persetujuan atas permohonan penyidik, penuntut umum, atau hakim, Notaris wajib:
a. memberikan fotokopi minuta akta dan/atau surat yang diperlukan kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim; dan
b. menyerahkan fotokopi minuta akta dan/atau surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan dibuatkan berita acara penyerahan yang ditandatangani oleh Notaris dan penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
Kemudian Pasal 32 Permenkumham RI mengatur:
(1) Pengambilan fotokopi minuta akta dan/atau surat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), dilakukan dalam hal:
a. adanya dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;
b. belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana;
c. adanya penyangkalan keabsahan tanda tangan dari salah satu pihak atau lebih;
d. adanya dugaan pengurangan atau penambahan atas minuta akta; dan/atau
e. adanya dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal (antidatum).
(2) Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permohonan penyidik, penuntut umum, atau hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan keputusan rapat pleno Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.
Kesimpulan
Sebagai bagian dari Protokol Notaris yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara, bentuk perlindungan terhadap Minuta Akta ketika dihadapkan dengan proses peradilan yaitu minuta akta tetap tersimpan dan terpelihara dalam protokol Notaris, karena yang dapat keluar, digunakan atau diberikan dalam proses peradilan adalah dalam bentuk fotokopinya saja dan bukan minutanya, hal itu pun dengan catatan setelah mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris.
Dalam proses peradilan, fotokopi Minuta Akta dimungkinkan diajukan sebagai alat bukti, maupun sebagai barang bukti. Apabila diajukan sebagai barang bukti, maka memiliki implikasi bagi Hakim berupa kecermatan dan kehati-hatian, yang dalam hal ini dalam konteks:
a. meneliti ada tidaknya lampiran persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris untuk menjamin legalitas.
b. taat dalam penggunaan terminologi yang tepat, yaitu agar konsisten dalam penyebutan fotokopi minuta akta dan tidak menggunakan terminologi minuta akta. (karena sekali lagi, yang mungkin dan boleh diajukan dalam proses peradilan yaitu hanya fotokopi minuta aktanya dan bukan minuta aktanya itu sendiri). Terminologi mana berkaitan sejak dalam proses pengumpulan barang bukti (dalam kapasitas ketua pengadilan/hakim yang berwenang memberikan izin/persetujuan terhadap penyitaan), maupun hingga penentuan status barang bukti dalam amar putusan (dalam kapasitas hakim sebagai pemeriksa perkara).