MARINews, Sibolga – Di tengah tuntutan modernisasi peradilan, semangat belajar tenaga teknis di lingkungan Peradilan Agama (PA) tidak pernah surut.
Salah satu contoh inspiratif datang dari Chairia Meidi Rifada, S.H., seorang Hakim dari PA Sibolga, yang berhasil menembus kelompok Professional Level dalam seleksi kompetensi Bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh Ditjen Badan Peradilan Agama (Badilag).
Chairia Meidi Rifada, S.H. termasuk dalam 43 peserta terbaik se-Indonesia (sesuai pengumuman No. 2432/DJA/DL1.10/IX/2025) yang berhak mengikuti Bimbingan Teknis Peningkatan Kompetensi Bahasa Inggris secara daring.
Puncaknya, pada Jumat, 10 Oktober 2025, para tenaga teknis ini mengambil langkah progresif dengan berpartisipasi dalam agenda bergengsi yang bernama Australasian Parliamentary English Debate.
"Ini merupakan kesempatan emas dan langka bisa ikut berpartisipasi dan menimba ilmu sekaligus mengasah kemampuan bahasa Inggris saya," ujar Chairia dengan penuh antusias, membuktikan bahwa kesibukan tugas sehari-hari bukanlah penghalang untuk mencapai standar international dan professional level.
Menguji Visi Peradilan dengan 'Four Motions' Krusial
Ajang Australasian Parliamentary English Debate ini dirancang khusus untuk mengasah kemampuan professional dan practice-focused aparat pengadilan dalam merumuskan kebijakan terhadap isu-isu hukum dan sosial paling krusial.
Dalam format debat 3-on-3 atau 4-on-4 yang ketat, peserta diuji dalam membedah empat mosi utama (Four Motions) yang menantang:
- Revolusi Pelayanan: Mosi pertama yaitu ”This House would require mandatory mediation before filing any divorce cases in religious courts” mosi ini mengenai kewajiban mediasi bagi para pihak sebelum mendaftarkan perkara cerai nya. Sementara itu mosi berikutnya berkaitan pelayanan yaitu “This House would make online hearings the default mechanism for divorce cases in religious courts” dimana pemeriksaan secara daring diwajibkan untuk perkara perceraian.
- Kesejahteraan Anak: Mosi berikutnya yaitu “This House would establish child support agency for the best interest of children after divorce” dimana para peserta akan berdebat tentang sebuah badan eksekusi independent dibawah pemerintah yang bertanggung jawab untuk menjamin hak Perempuan dan anak pasca-perceraian.
- Etika Digital: Mosi tajam “This House opposes relying on AI-generated text in judicial verdicts”, yang menyoroti sisi etika dan akuntabilitas penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam proses penyusunan putusan pengadilan.
- Hak waris dan status sosial: Perdebatan sengit tentang “this house would require equal inheritance rights for sons and daughters” dimana hak waris antara laki-laki dan Perempuan semestinya sama.
Integritas Argumentasi Diukur Tiga Pilar Internasional
Para peserta, yang dibagi menjadi tim Government dan Opposition, diuji dalam sesi 5 menit, menuntut akurasi dan efisiensi retorika dari masing-masing pembicara.
Penilaian dilakukan oleh jajaran Adjudicator/Jury berpengalaman, Dodik Susanto (Penyelenggara), Aning (penyelenggara), dari lingkungan peradilan agama diantaranya Ahmad Cholil (Wakil Ketua PA Bekasi), Ummu Hafizhah (Wakil Ketua PA Klaten), Yudi Hermawan (Hakim Yustisial Ditjen Badilag), dan Aisyah Kahar (Hakim PA Cilegon).
Mereka mengukur performa peserta berdasarkan tiga kriteria utama:
- Matter (40%): Kualitas dan kedalaman argumentasi hukum.
- Manner (40%): Gaya penyampaian, kepercayaan diri, dan persuasiveness.
- Method (20%): Struktur, teamwork, dan Reply Speeches.
Langkah strategis Badilag ini bertujuan menciptakan generasi penegak hukum yang tangguh, adaptif, dan siap menghadapi kompleksitas sosial, sekaligus memperkuat citra peradilan sebagai institusi yang responsif dan berstandar internasional.