Tindak kejahatan penangkapan ikan secara tidak sah (illegal fishing) di perairan laut Indonesia adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh setiap orang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Indonesia (WPPNRI) dengan melanggar ketentuan hukum yang berlaku di negara Indonesia.
Pelaku kejahatan penangkapan ikan ilegal, yang dikenal dengan istilah illegal fishing, umumnya menerapkan pola kejahatan yang hampir serupa. Tindakan tersebut dikategorikan sebagai IUU Fishing (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing), dengan rincian sebagai berikut:
1. Illegal-Melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki izin resmi dari Pemerintah Indonesia.
2. Unreported-Tidak melaporkan kegiatan usaha perikanan kepada otoritas yang berwenang.
3. Unregulated-Menggunakan metode penangkapan yang merusak lingkungan, seperti bom ikan, racun sianida, racun potassium, atau alat tangkap tidak ramah lingkungan, seperti trawl dan jaring berukuran tidak sesuai ketentuan teknis yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Kejahatan IUU Fishing, baik yang dilakukan oleh individu maupun korporasi, menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia. Dampaknya terasa dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup, terutama di wilayah pengelolaan perikanan nasional (WPPNRI).
Karena dampak destruktifnya, pelaku IUU Fishing diancam dengan hukuman pidana yang berat. Hal ini ditegaskan dalam:
- Pasal 92 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, terkait pelanggaran perizinan berusaha di sektor perikanan.
- Pasal 85 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, yang merupakan perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004, berkaitan dengan penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan.
Untuk itu, pemerintah terus berkomitmen menindak tegas praktik IUU Fishing demi menjaga kedaulatan laut dan kelestarian sumber daya perikanan Indonesia.
Salah satu bentuk kejahatan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang membuat negara Indonesia mengalami kerugian ekonomi, ekologi dan sosial cukup besar adalah kejahatan illegal fishing transnasional.
Kejahatan illegal fishing transnasional adalah bentuk kejahatan penangkapan ikan secara tidak sah di WPPNRI yang melibatkan satu atau lebih kapal ikan milik orang atau korporasi berasal dari negara asing yang bekerja sama saling mendukung melakukan kejahatan illegal fishing dengan kapal ikan milik perorangan atau korporasi yang berasal dari negara Indonesia.
Kejahatan illegal fishing transnasional yang dilakukan di WPPNRI pada umumnya memiliki struktur organisasi kejahatan dan manajemen yang sangat rapih dan kuat, didukung oleh teknologi penangkapan ikan dan teknologi informasi yang sangat canggih serta sumber pendanaan yang cukup besar.
Pola kejahatan illegal fishing transnasional di WPPNRI ini secara umum dimulai dengan tiga tahapan kegiatan yaitu; perencanaan, persiapan dan pelaksanaan. Pada tahapan perencanaan para pelaku illegal fishing transnasional biasanya terlebih dahulu akan memilih lokasi daerah penangkapan ikan yang dianggap aman dari pantauan dan jangkauan petugas atau aparatur penegak hukum Indonesia.
Wilayah perairan laut yang dipilih oleh jaringan mereka adalah wilayah laut teritorial yang kaya dengan sumberdaya ikan tetapi sepi dari aktivitas penangkapan ikan nelayan lokal, aman dari pantauan dan jangkauan petugas, di perairan laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang dekat dengan perbatasan laut internasional yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai jalur pelarian dan keluar dari wilayah hukum Indonesia jika sewaktu-waktu diketahui oleh aparat penegak hukum Indonesia. .
Kegiatan selanjutnya adalah tahapan persiapan yang meliputi kegiatan sebagai berikut: penyiapan kapal ikan pendukung, penyiapan kebutuhan logistik dan bahan bakar minyak (BBM) solar, penyiapan suku cadang (spare part) mesin kapal dan peralatan lainnya yang diperlukan pada kegiatan penangkapan ikan di laut, penyiapan anak buah kapal (ABK) yang akan dipekerjakan di atas kapal ikan, penyiapan gudang dingin (cold storage) di darat untuk menampung ikan hasil tangkapan ilegal dan menyiapkan orang atau korporasi sebagai pembeli ikan hasil tangkapan ilegal.
Tahapan ketiga adalah tahapan pelaksanaan penangkapan ikan yang merupakan tahapan inti dan yang paling menentukan keberhasilan atau gagalnya sebuah kegiatan operasi penangkapan ikan yang dilakukan secara tidak sah (illegal fishing). Biasanya kapal penangkapan ikan ilegal sebelum melakukan operasi penangkapan ikan akan melakukan penyamaran dengan mengibarkan bendera Indonesia di bagian depan atau di bagian buritan kapal agar tidak dicurigai sebagai kapal penangkap ikan ilegal.
Nakhoda kapal penangkapan ikan illegal fishing transnasional memiliki peran sebagai pemimpin diatas kapal yang mengatur seluruh kegiatan operasi penangkapan ikan. Kegiatan penangkapan ikan ilegal akan dilakukan dengan mengerahkan seluruh sumberdaya yang dimiliki secara terus-menerus dalam waktu yang cukup panjang hingga berbulan bulan berada di tengah lautan guna memaksimalkan ikan hasil tangkapannya.
Semua kebutuhan operasional penangkapan ikan yang meliputi penyediaan kebutuhan bahan bakar minyak (solar), penyediaan kebutuhan bahan makanan untuk ABK akan disuplai oleh kapal pengangkut ikan pendukungnya yang sebelumnya sudah disiapkan di daratan.
Kegiatan alih muat ikan hasil tangkapan biasanya akan seketika dilakukan di tengah laut dari kapal penangkap ikan ilegal kepada kapal pengangkut ikan yang menjadi pendukungnya setelah kegiatan distribusi kebutuhan operasional penangkapan ikan selesai di pindahkan semua ke kapal penangkap ikan ilegal. Selanjutnya, ikan hasil tangkapan yang sudah dipindahkan ke kapal pengangkut ikan akan dibawa ke daratan dan disimpan di gudang dingin (cold storage) yang telah dipersiapkan untuk selanjutnya dijual ke konsumen.
Tantangan yang dihadapi aparat penegak hukum dalam mengungkap dan mengurai tindak kejahatan illegal fishing transnasional di WPPNRI menjadi terang benderang adalah para pelaku kejahatan illegal fishing transnasional ini biasanya membangun jaringan kerja sama dengan orang atau korporasi asal Indonesia dengan menggunakan jaringan pendukung kejahatan yang saling terpisah (puzzle management system) dengan tujuan agar kejahatannya tidak mudah terdeteksi dan diketahui oleh aparat penegak hukum Indonesia.
Sistem puzzle management yang dipergunakan oleh para pelaku kejahatan illegal fishing transnasional bertujuan untuk memutus atau membebaskan bagian dari jaringan pendukung kejahatan illegal fishing lainnya dari proses hukum apabila salah satu dari jaringan pendukung kejahatannya tertangkap oleh aparat penegak hukum Indonesia.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi aparat penegak hukum dalam memberantas kejahatan illegal fishing transnasional adalah sulitnya memperoleh dokumen perjanjian kerja sama antarpelaku yang bisa dijadikan barang bukti di persidangan. Para pelaku umumnya menghindari pembuatan perjanjian tertulis dan lebih memilih menyepakati kerja sama secara lisan, berdasarkan hubungan saling percaya.
Ketiadaan dokumen tertulis ini, menyulitkan proses pembuktian di pengadilan dan memperlemah posisi hukum aparat dalam menindak para pelaku.
Selain itu, untuk melindungi aset-aset mereka yang nilainya bisa mencapai triliunan rupiah, para pelaku illegal fishing lintas negara seringkali menggunakan berbagai cara untuk menyuap aparat penegak hukum di Indonesia. Tujuannya adalah agar mereka mendapatkan perlindungan, terbebas dari proses hukum, atau lolos dari ancaman pidana.
Praktik suap ini tidak hanya menghambat upaya penegakan hukum, tetapi juga merusak integritas sistem peradilan dan membahayakan kedaulatan pengelolaan sumber daya perikanan nasional.
Untuk menghadapi godaan penyuapan dari para pelaku kejahatan illegal fishing transnasional ini, maka dibutuhkan mentalitas aparat penegak hukum Indonesia termasuk hakim yang menangani kasus pidana perikanan dengan standar integritas tertinggi, yakni hakim yang jujur dan penuh amanah dalam menjalankan setiap tugas negara yang diembannya.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari kejahatan illegal fishing transnasional bukan hanya dihitung nilai ekonomi dari ikan hasil tangkapan ilegal yang diperolehnya tetapi memiliki dampak negatif yang lebih luas sebagai berikut:
- Berkurangnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
- Hilangnya devisa negara yang cukup besar.
- Berkurangnya perolehan nilai tambah dari industri pengolahan dalam negeri.
- Berkurangnya peluang kerja yang menguntungkan bagi nelayan lokal.
- Menyebabkan nelayan lokal kalah bersaing dan kesulitan menangkap ikan dan berpotensi menyebabkan pengangguran yang melahirkan banyak kemiskinan.
- Petugas yang berwenang menjadi kesulitan untuk menganalisis guna mengoptimalkan manajemen pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan karena sumber datanya menjadi tidak akurat.
- Merusak ekosistem dan sumber daya hayati laut karena penggunaan alat tangkap ikan yang bersifat merusak dan tidak ramah lingkungan.
- Berdampak buruk terhadap hubungan diplomatik dari kedua negara bersangkutan.
- Melanggar ketentuan aturan hukum nasional Indonesia dan aturan hukum laut internasional
Berdasarkan siaran pers resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor: SP.235/SJ.5/VI/2025, disampaikan bahwa selama periode tahun 2020 hingga 2025, negara berhasil menyelamatkan potensi kerugian lebih dari Rp13 triliun akibat praktik illegal fishing. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dalam peringatan International Day for the Fight Against Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang diselenggarakan di Jakarta.
Salah satu contoh kasus IUU Fishing transnasional yang terjadi pada 2024 adalah penangkapan tiga kapal ikan besar di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718, perairan Laut Arafura.
Kasus ini melibatkan:
- MV. Run Zeng 03 (GT 870), kapal ikan asing berbendera Rusia yang dioperasikan oleh pihak asal Tiongkok,
serta dua kapal pengangkut ikan asal Indonesia, yaitu:
- KM. Mitra Utama Semesta (GT 289), dan
- KM. Yulian (GT 157).
Ketiga kapal tersebut dinyatakan terlibat dalam kejahatan IUU Fishing lintas negara. Melalui proses hukum yang panjang, Mahkamah Agung Republik Indonesia akhirnya mengeluarkan putusan kasasi yang bersifat final dan mengikat, yang memutuskan, ketiga kapal tersebut dirampas untuk negara.
Berdasarkan putusan kasasi tersebut di atas, diharapkan dapat dijadikan momentum untuk membangun soliditas para Hakim Ad Hoc perikanan Indonesia dalam mengemban tugasnya secara profesional dengan memutus setiap perkara yang ditanganinya dengan seadil-adilnya. Martabat tertinggi yang dimiliki oleh seorang hakim adalah integritas dan loyalitas tertinggi bagi seorang hakim adalah kepada bangsa dan negaranya.
Referensi:
- UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
- UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
- UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
- UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
- UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
- UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
- UNCLOSE Tahun 1982.
- Putusan Kasasi Nomor: 2868 K/Pid.Sus/2025 dengan terdakwa Wang Jengjun Nahkoda kapal ikan asing MV. Run Zeng 03.
- Putusan Kasasi Nomor: 5874 K/Pid.Sus/2024 dengan terdakwa Sumarlan nakhoda KM. Mitra Utama Semesta.
- Putusan Tingkat Banding PT.Ambon Nomor: 128/Pid/2024/PT AMB dengan terdakwa Alwi Bin Muhamad Daud nakhoda KM. Yulian.
- Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing)
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 24/Permen KP/2020 tentang Organisasi dan tata Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing).
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 58/Permen KP/2020 tentang Usaha Perikanan Tangkap.
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37/Permen KP/2027 tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing).
- Siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor: SP.235/SJ.5/VI/2025
- Annis Susanti dkk, jurnal ilmiah dengan judul: Dampak Ekonomi Akibat IUU Fishing Perikanan Tangkap Pelagis Besar di WPPNRI 715, 2020.
- Bona Jevon Tampubolon dkk, jurnal ilmiah dengan judul: Praktik Illegal Fishing di Perairan Indonesia Sebagai Transnational Organized Crime (Studi Kasus Kapal Run Zeng di Laut Arafura), 2024.
- Dwiyanti Putri, Jurnal ilmiah dengan judul: Kebijakan Pemerintah dalam menangani Illegal Fishing di Indonesia, 2017.
- Gita Aprilia Ekananda, jurnal ilmiah dengan judul: Pengaruh Illegal fishing Terhadap Keberlanjutan Sumber Daya Ikan: Kajian Hukum Internasional dan Implementasinya di Tingkat Nasional, 2025.
- Jhon Mayer H. Siahaan, Jurnal ilmiah dengan judul: Strategi Penanganan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing di Perairan Provinsi Riau Tahun 2014-2016. 2017
- I Wayan Buda Yasa, Jurnal ilmiah dengan judul: Modus Operandi Pelaku Illegal Fishing yang berdimensi Transnasional di Indonesia, 2023.
- Muhammad Almuzzamil, Jurnal Ilmiah dengan judul: Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi Illegal Fishing pada tahun 2014-2015, 2017.
- Ririn Atifa Naila dkk, Jurnal ilmiah dengan judul: Strategi Indonesia dalam Menangani Kasus Illegal Fishing di Wilayah Perairan Natuna, 2025.
- Rosalia Devi Kusumaningrum, jurnal ilmiah dengan judul: Putusan Ultra Petita dalam Perkara Pidana, 2017.
- Vincensius Fallo dkk, jurnal ilmiah dengan judul: Illegal Fishing di Perairan Indonesia: Permasalahan dan Upaya Penanganannya Secara Bilateral di Kawasan Asia Tenggara, 2023.
- Sri Mustika Wardani dkk, jurnal ilmiah dengan judul: Analisis illegal fishing oleh warga Negara China di Merauke menurut kejahatan transnasional, 2024.