JAKARTA – Sebagai langkah konkret dalam mewujudkan peradilan yang agung dan responsif terhadap perkembangan zaman, Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Jakarta melakukan terobosan strategis dalam penguatan kapasitas hakim.
Bekerja sama dengan Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI), PTA Jakarta menggelar acara Coffee Morning dan Diskusi Hukum bertajuk “Sinergi Akademisi dan Yudikatif dalam Penegakan Hukum Islam dan Penguatan Ekonomi Syariah di Indonesia” di Gedung HISSI Center, Rabu (12/11).
Kegiatan ini menjadi momentum bersejarah bagi PTA Jakarta. Jika biasanya diskusi hukum digelar secara internal di lingkungan pengadilan, kali ini PTA Jakarta jemput bola mendatangi "markas" para akademisi. Langkah ini merupakan tindak lanjut nyata dari Nota Kesepahaman (MoU) yang telah disepakati sebelumnya, guna menjembatani dinamika teori hukum syariah dengan praktik yudisial di meja hijau.
Jembatan Antara Teori dan Praktik Peradilan
Ketua PTA Jakarta, Dr. Drs. H. Muh Abduh Sulaeman, S.H., M.H., memimpin langsung rombongan yang terdiri dari 20 Hakim Tinggi PTA Jakarta. Dalam sambutannya, Dr. Abduh Sulaeman menegaskan bahwa sinergi antara lembaga peradilan dan akademisi adalah kebutuhan mutlak di tengah kompleksitas sengketa ekonomi syariah modern.
"Kami berharap materi diskusi ini menjadi titik temu antara landasan teoritis dengan pemikiran praktis di lapangan. Pandangan akademisi sangat dibutuhkan untuk memberikan perspektif segar terhadap perkara-perkara kompleks yang kami tangani," ujar Dr. Abduh Sulaeman.
Beliau menambahkan bahwa kolaborasi ini adalah bentuk komitmen PTA Jakarta untuk terus meningkatkan kualitas putusan hakim agar tidak hanya memiliki kepastian hukum, tetapi juga berlandaskan nilai keadilan syariah yang kuat.
Bedah Tantangan Riil: Dari LPS hingga Cessie
Diskusi yang menghadirkan narasumber utama K.H. Ah. Azharuddin Lathif, S.Ag., M.Ag., M.H. (Sekjen Majelis Pengurus Nasional HISSI) ini tidak hanya bersifat seremonial, melainkan menyentuh substansi teknis yudisial. Para Hakim Tinggi PTA Jakarta secara aktif membedah tantangan implementasi hukum ekonomi syariah yang kerap menjadi area "abu-abu" dalam yurisprudensi.
Dalam closing statement-nya, Ketua PTA Jakarta menyoroti beberapa isu krusial yang memerlukan pendalaman materi antara hakim dan akademisi, di antaranya:
- Kasus Lembaga Penjamin Simpanan (LPS): Kompleksitas hubungan antara lembaga keuangan syariah dengan badan penjaminan negara.
- Kasus Cessie: Dinamika pengalihan piutang dalam perspektif syariah dan hukum positif.
- Gugatan Ganti Rugi: Polemik penentuan ganti rugi, apakah terbatas pada wanprestasi (cedera janji) atau dapat meluas ke ranah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam konteks ekonomi syariah.
Komitmen Berkelanjutan
Acara ini juga mendapat apresiasi tinggi dari Ketua Umum HISSI, Prof. Dr. Drs. K.H. M. Amin Suma, M.A., M.M., yang hadir secara virtual, serta Wakil Ketua Umum Bidang Ekonomi Syariah, Prof. Dr. Euis Amalia, M.Ag. Prof. Amin menekankan pentingnya pelibatan elemen non-hakim untuk memperkaya khazanah penegakan hukum Islam.
Menutup pertemuan, Dr. Abduh Sulaeman menegaskan bahwa PTA Jakarta menginginkan kolaborasi yang lebih praktis di masa depan. Fokus diskusi akan diarahkan langsung pada bedah kasus konkret yang sedang atau sering diterima pengadilan agama.
Sinergi antara PTA Jakarta dan HISSI ini diharapkan mampu melahirkan terobosan hukum yang adaptif dan menjadi fondasi bagi peradilan agama yang modern, berwibawa, dan berkelas dunia.