MARINews, Kuala Kapuas-Pengadilan Negeri (PN) Kuala Kapuas menggelar agenda sidang putusan atas perkara penganiayaan yang dilakukan terdakwa Ahmad Awaludin alias Bunyi bin Mamat I Manjin pada Selasa, 18 Maret 2025.
Majelis Hakim yang diketuai Putri Nugraheni Septyaningrum, didampingi Hakim Anggota Wuri Mulyandari dan Inggit Suci Pratiwi memutus Terdakwa bersalah melakukan penganiayaan berat kepada M. Aini bin Isa.
Namun, hal yang menarik dalam pertimbangan putusan adalah Majelis Hakim mempertimbangkan keadilan restoratif yang mana sebagaimana berikut:
“Menimbang, bahwa dalam fakta hukum dipersidangan Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya yang mana awalnya dimaksudkan untuk mengusir saksi M. Aini yang saat itu membawa pisau jenis badik ke rumah Terdakwa. Terdakwa sudah meminta maaf dan saksi M. Aini telah memaafkan kemudian dilakukan perdamaian secara tertulis antara saksi M. Aini dengan Terdakwa disaksikan oleh Ketua RT dan Ketua RW setempat dan Terdakwa memberikan biaya pengobatan sejumlah Rp16.449.145,00 (enam belas juta empat ratus empat puluh sembilan ribu seratus empat puluh lima rupiah), dan keluarga Terdakwa juga ada memberi donor darah kepada saksi M. Aini sebanyak empat kantong, berdasarkan fakta hukum di atas Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana akan mempertimbangkan pendekatan keadilan restoratif, sebuah pendekatan dalam penanganan perkara tindak pidana yang dilakukan dengan melibatkan para pihak baik korban, keluarga korban, dengan proses dan tujuan yang mengupayakan pemulihan hubungan antara Terdakwa, korban, dan/atau masyarakat, adanya pertanggungjawaban Terdakwa dan bukan sebagai pembalasan”.
Perkara berawal pada Rabu, 11 Desember 2024 sekira pukul 17.00 WIB. Terdakwa terbangun dan melihat saudaranya bernama Sabrani masuk ke dalam rumah karena dikejar oleh M. Aini bin Isa dengan memegang sebilah pisau.
Lalu, Terdakwa menuju ke luar rumah dengan memegang satu parang dengan gagang terbuat dari kayu dan panjang kurang lebih 50 cm beserta kompangnya yang terbuat dari fiber di tangan sebelah kanan.
Kemudian, Terdakwa mengayunkan parang ke arah M. Aini bin Isa sebanyak satu kali dengan maksud mengusir M. Aini bin Isa. Namun, karena M. Aini bin Isa menghindar membalikkan badan, parang milik Terdakwa malah melukai pinggang M. Aini bin Isa bagian belakang sebelah kanan.
Saat di persidangan, telah dilakukan perdamaian antara korban dengan Terdakwa. Termasuk pengakuan kesalahan dan permohonan maaf. Serta kesediaan Terdakwa untuk bertanggung jawab dengan memberikan ganti kerugian untuk biaya pengobatan kepada korban yang kemudian dituangkan dalam kesepakatan perdamaian.
Ketentuan Pasal 19 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif mengatur, kesepakatan perdamaian dan/atau kesediaan Terdakwa untuk bertanggung jawab atas kerugian dan/atau kebutuhan Korban sebagai akibat tindak pidana menjadi alasan yang meringankan hukuman dan/atau menjadi pertimbangan untuk bersyarat/pengawasan menjatuhkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Majelis Hakim selanjutnya mempertimbangkan kesepakatan perdamaian tersebut, yang dituangkan dalam putusan bahwa Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana penganiayaan berat dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa, dengan pidana penjara selama empat bulan dengan pengurangan masa tahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa.
Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan penuntut umum yang menuntut lima bulan penjara. Putusan ini mencerminkan adanya pemulihan bagi korban serta memulihkan hubungan antara korban dengan Terdakwa, juga dengan masyarakat. Ini karena, sedari awal tujuan dari pemidanaan bukan pembalasan atas perbuatan yang telah dilakukan Terdakwa.
Namun, lebih bersifat preventif, edukatif, dan korektif untuk membina dan mendidik Terdakwa agar menyadari kesalahannya. Sehingga diharapkan setelah menjalani pemidanaan tersebut Terdakwa tidak lagi melakukan tindak pidana serta Terdakwa dapat berubah menjadi pribadi serta anggota masyarakat yang lebih baik.