PN Muara Bungo Terapkan Restorative Justice dalam Putusan Kasus Penganiayaan

Pendekatan restorative justice diterapkan dalam kasus ini, sekaligus mencerminkan upaya pengadilan untuk tidak hanya menghukum pelaku. Tetapi juga memfasilitasi pemulihan bagi korban dan masyarakat.
Pengadilan Negeri Muara Bungo terapkan restorative justice dalam putusan kasus penganiayaan. Foto PN Muara Bungo
Pengadilan Negeri Muara Bungo terapkan restorative justice dalam putusan kasus penganiayaan. Foto PN Muara Bungo

MARINews, Muara Bungo-Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Muara Bungo yang diketuai Camila Bani Alawia, S.H., bersama Hakim Anggota Roberto Sianturi, S.H., dan Dyah Devina Maya Ganindra, S.H., pada Rabu, 17 Maret 2025, membacakan putusan terhadap terdakwa Saparudin alias Sapar bin Sofyan dalam kasus penganiayaan.

Putusan ini menonjol karena pengadilan menerapkan pendekatan restorative justice, yang mengedepankan pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat.

Dalam sidang yang digelar di PN Muara Bungo, Majelis Hakim memutuskan sebagai berikut: “Menyatakan Terdakwa Saparudin alias Sapar bin Sofyan tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga bulan dan enam hari. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan”

Pendekatan restorative justice diterapkan dalam kasus ini, sekaligus mencerminkan upaya pengadilan untuk tidak hanya menghukum pelaku. Tetapi juga memfasilitasi pemulihan bagi korban dan masyarakat.

Pendekatan ini mempertimbangkan faktor-faktor seperti pengakuan dan penyesalan terdakwa, permintaan maaf kepada korban, serta kesediaan untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Dengan demikian, putusan ini bertujuan menciptakan keadilan yang lebih menyeluruh dan berkelanjutan.

Kasus ini berawal dari peristiwa penganiayaan yang dilakukan oleh Terdakwa pada Jumat, 22 November 2024 sekira pukul 20.30 WIB. Saat itu, Terdakwa tidak terima karena dinasehati oleh korban Husmaryadi, karena tersulut emosi Terdakwa dan korban terlibat perkelahian. Sehingga korban mengalami luka gores pada bibir dan kehilangan dua gigi bagian atas.

Selama proses persidangan, Majelis Hakim mengupayakan perdamaian antara Terdakwa dan korban. Alhasil, korban memaafkan Terdakwa tanpa perlu memberikan penggantian uang santunan kepada korban. Perdamaian tersebut kemudian dikukuhkan dalam surat kesepakatan perdamaian tertanggal 3 Maret 2025.

Adanya perdamaian tersebut, menjadi alasan yang meringankan hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim sebagaimana ketentuan Pasal 19 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Putusan ini menjadi salah satu wujud komitmen Pengadilan Negeri Muara Bungo dalam menerapkan sistem peradilan yang lebih humanis. Dengan memerintahkan pembebasan terdakwa segera setelah putusan diucapkan dan mengurangi masa tahanan yang telah dijalani, pengadilan memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk segera kembali ke masyarakat dan memperbaiki diri.

Pendekatan ini juga diharapkan dapat menjadi contoh bagi pengadilan lain di Indonesia dalam menangani kasus serupa.

Putusan terhadap Saparudin alias Sapar Bin Sofyan menegaskan bahwa keadilan tidak hanya tentang penghukuman, tetapi juga tentang pemulihan.

Dengan mengadopsi restorative justice, Pengadilan Negeri Muara Bungo menunjukkan langkah progresif dalam sistem peradilan pidana Indonesia, yang tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga membangun harmoni sosial sebagaimana terkandung dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Penulis: Robert Sianturi
Editor: Tim MariNews