PT Palangkaraya Gelar Diskusi: Dorong Optimalisasi Penyelesaian Perkara Lewat Mediasi dan Restorative Justice

Kegiatan ini bertujuan memperkuat pemahaman serta penerapan mediasi dalam perkara perdata dan restorative justice (RJ) dalam perkara pidana, sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang lebih berkeadilan dan mendamaikan.
Pengadilan Tinggi Palangkaraya menggelar diskusi “Optimalisasi penyelesaian perkara melalui Mediasi dan Restorative Justice” yang dilaksanakan pada Rabu (16/4/2025) di Ruang Sidang Prof. H.M. Syarifudin, S.H., M.H. Foto dokumentasi PT Palangkaraya.
Pengadilan Tinggi Palangkaraya menggelar diskusi “Optimalisasi penyelesaian perkara melalui Mediasi dan Restorative Justice” yang dilaksanakan pada Rabu (16/4/2025) di Ruang Sidang Prof. H.M. Syarifudin, S.H., M.H. Foto dokumentasi PT Palangkaraya.

MARINews, Palangkaraya-Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya menggelar diskusi bertajuk “Optimalisasi penyelesaian perkara melalui Mediasi dan Restorative Justice” yang dilaksanakan pada Rabu (16/4) di Ruang Sidang Prof. H.M. Syarifudin, S.H., M.H.

Kegiatan ini bertujuan memperkuat pemahaman serta penerapan mediasi dalam perkara perdata dan restorative justice (RJ) dalam perkara pidana, sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang lebih berkeadilan dan mendamaikan.

Diskusi ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari unsur peradilan, tokoh adat, akademisi, serta perwakilan masyarakat se-wilayah Kalimantan Tengah

Kegiatan dibuka oleh Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Palangkaraya yang juga ketua penyelenggara, Sigit Sutriono, S.H., M.Hum., yang menekankan perlunya penyamaan persepsi antara mediator hakim dan nonhakim. Serta, pentingnya memperbanyak jumlah mediator nonhakim bersertifikat di Kalimantan Tengah.

Sementara, Ketua Pengadilan Tinggi Palangkaraya, Dr. Hj. Diah Sulastri Dewi, S.H., M.H., dalam sambutannya, mengajak seluruh elemen peradilan untuk membumikan mediasi dan RJ sebagai bagian dari budaya hukum nasional. Sekaligus menegaskan bahwa keberhasilan mediasi membutuhkan kolaborasi lintas peran, baik hakim maupun nonhakim.

Menutup sambutannya, Ketua Pengadilan Tinggi Palangkaraya mengutip filosofi damai dari Jepang: “Shizukesa wa kokoro o tsutsumu, arasoi wa sakete ikiyou. Heiwa koso yoshi.” (Kedamaian menyelimuti hati, pertikaian mari kita hindari. Damai itu indah.)

Diskusi yang dimoderatori oleh Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Palangkaraya Didik Wuryanto, S.H., M.Hum itu. membahas tiga materi. Pertama, Optimalisasi Mediasi dan RJ di Pengadilan yang disampaikan oleh Dr. Hj. Diah Sulastri Dewi, S.H., M.H.,.

Sulastri menjelaskan, mediasi merupakan kewajiban dalam perkara perdata sesuai PERMA No. 1 Tahun 2016. Sedangkan RJ, khususnya dalam perkara pidana ringan dan anak, diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2024 dan menekankan pendekatan pemulihan antara pelaku, korban, dan masyarakat.

Materi kedua soal Penguatan Integritas Mediator Hakim dan Non Hakim yang disampaikan oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Palangkaraya Muhammad Damis, S.H., M.H. Muhammad Damis menegaskan pentingnya integritas mediator sebagai syarat mutlak untuk menjaga proses mediasi yang adil dan akuntabel. Mengingat beban kerja hakim yang tinggi, keberadaan mediator nonhakim menjadi sangat strategis.

Sedangkan materi ketiga terkait dengan Mediasi di Era Disrupsi Global yang disampaikan oleh Ketua Umum DePA-RI, Dr. TM Luthfi Yazid, S.H., LL.M., Luthfi Yazid menyampaikan, mediasi adalah amanat moral dalam pembukaan UUD 1945 dan sangat relevan dalam menghadapi dinamika sosial modern. Dia juga menekankan, perlunya belajar dari negara maju seperti Jepang dan Eropa yang telah lebih dulu mengintegrasikan mediasi dalam sistem hukumnya.

Acara diskusi berlangsung dinamis. Sejumlah peserta menyampaikan masukan dan tanggapan di antaranya Presiden Direktur Justicia Training Center, Andriansyah Tiawarman K., yang mendorong kolaborasi pelatihan mediator nonhakim antara lembaga pelatihan dan pengadilan serta pentingnya keseragaman regulasi di seluruh pengadilan.

Sementara, Ketua Umum Asosiasi Mediator Duta Damai, Risma Situmorang, memaparkan keberhasilan penerapan mediasi di DKI Jakarta yang mengedepankan pendekatan restoratif dan pemulihan hubungan sosial.

Beberapa peserta lain juga menyampaikan beberapa poin penting dalam acara tersebut. Di antaranya Fahmi Shahab (via Zoom Meeting) yang menekankan pentingnya peran penasihat hukum dalam mendukung keberhasilan mediasi. Kemudian, Marni Emmy Mustafa (tokoh agama dan adat) menyebut, budaya lokal mendukung pelaksanaan RJ secara efektif.

Sedangkan Sugeng Purnomo mengharapakan agar regulasi mediasi dan RJ sebaiknya dinaikkan ke tingkat undang-undang. Bahkan Dewan Adat Dayak mendukung penerapan RJ karena sejalan dengan prinsip penyelesaian damai.

Di sisi lain, Ketua Pengadilan Negeri Sampit menyebut tantangan penyelesaian perkara perusahaan karena kurangnya mediator nonhakim. Sementara Andriansyah Tiawarman K. (Mediator Non Hakim) mendorong pelatihan kolaboratif dengan pemda untuk memperbanyak mediator bersertifikat.

Diskusi ditutup dengan komitmen bersama untuk terus mendorong pendekatan hukum yang lebih solutif dan berorientasi pada pemulihan dengan memperkuat sistem penyelesaian sengketa yang efisien, adil, dan lebih manusiawi melalui mediasi dan restorative justice.

"Bumikan mediasi dan RJ sebagai bagian dari budaya bangsa dan access to justice sejati bagi masyarakat Bumi Tambun Bungai di Kalimantan Tengah."

Penulis: Kontributor
Editor: Tim MariNews