MARINews, Jakarta-Direktorat Badan Peradilan Agama (Ditjen Badilag) melaksanakan webinar internasional studi komparatif dengan tema Praktik Perlindungan Pemenuhan Nafkah Bagi Mantan Istri dan Anak Pasca Perceraian di Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia pada Rabu, 19 Maret 2025.
Kegiatan tersebut dimulai pukul 08.00 WIB, dibuka langsung oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Yang Mulia Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. yang sekaligus menjadi pembicara utama (keynote speaker).
Adapun narasumber dalam webinar internasional tersebut yaitu Yang Mulia Dr. H. Yasardin, S.H., M. Hum. (Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia), Yang Amat Arif Pehin Orang Kaya Paduka Seri Utama Dato Paduka Seri Setia Haji Awang Salim bin Haji Besar (Ketua Hakim Syar’ie Negara Brunei Darussalam), Yang Amat Arif Dato’ Hj Mohd Amran bin Mat Zai (Ketua Pengarah/Ketua Hakim Syar’ie Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia).
Selain narasumber tersebut di atas, webinar internasional juga menghadirkan penanggap yaitu Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.H., M.M. (praktisi hukum/ Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI Periode 2017 sampai dengan 2024), Dr. Ir. Pribudiarta Nur Sitepu, M.M. (Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), R.M. Dewo Broto Joko P., S.H., LL.M. (Direktur Hukum dan Regulasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia), Fitria Villa Sahara, S.IP., M.COMDEV (Co-Direktur Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga/PEKKA), dan yang bertindak sebagai moderator adalah Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag. (Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama).

Dalam keynote speech Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Yang Mulia Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. menyampaikan harapan agar kerja sama trilateral dalam webinar ini bukanlah hanya seremonial semata. Melainkan, langkah nyata untuk memperkuat komitmen bersama dalam menjawab tantangan global mengenai perlindungan hak perempuan dan anak.
Dia juga berharap, kegiatan webinar internasional ini menjadi langkah awal menuju sistem perlindungan hak perempuan dan anak yang lebih baik di kawasan ASEAN.
Setelah pidato kunci yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung, forum diambil alih oleh moderator dan dilanjutkan dengan pemaparan-pemaparan materi mengenai praktik perlindungan pemenuhan nafkah bagi mantan istri dan anak pascaperceraian di Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia yang pada pokoknya ialah sebagai berikut di bawah ini.
Praktik Perlindungan Pemenuhan Nakah bagi Mantan Istri dan Anak Pascaperceraian di Indonesia
Perlindungan perempuan dan anak adalah suatu tindakan atau upaya melindungi atau memberikan pertolongan kepada perempuan dan anak agar dapat memperoleh haknya dengan mudah dan dapat menjalankan kewajibannya melalui perangkat hukum yang ada.
Jaminan perlindungan perempuan di Indonesia termuat dalam Pasal 28 UUD 1945 berupa jaminan untuk hidup, membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan, pendidikan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta rasa aman.
Kemudian jaminan perlindungan terhadap anak diatur dalam Pasal 28 B ayat 2 UUD 1945 yaitu setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Urgensi untuk melakukan perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak pascaperceraian karena perempuan dan anak termasuk dalam golongan kelompok rentan (vulnerable groups). Hal itu sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (3) UU No. 39/1999 tentang HAM jo. Pasal 3 ayat (1) Perpres No. 53/2021 tentang Rencana Aksi Nasional HAM 2021-2025, sehingga perlu perhatian khusus agar hak-haknya terpenuhi, termasuk hak-hak pascaperceraian;
Mekanisme pemenuhan hak perempuan dan anak pascaperceraian dapat diajukan dalam perkara tersendiri, kumulasi (bersama-sama dengan perkara perceraian) atau melalui gugatan rekonvensi, atau dapat melalui ex officio atau kewenangan hakim berdasarkan ketentuan Pasal 41 huruf (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pada 2024 perkara perceraian yang diterima dan diputus Pengadilan Agama di seluruh Indonesia hampir 500.000 perkara, 77% diajukan oleh istri (CG) dan 23% diajukan suami (CT).
Berdasarkan hasil penelitian Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), lebih dari 1.000.000 anak terdampak perceraian, terutama terkait pemenuhan kebutuhan sosial perkembangan jangka panjangnya. Kemudian berdasarkan data Badilag, hanya 11,19 % putusan yang memuat akibat perceraian (hak perempuan dan anak).
Adapun yang menjadi kendala dalam pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pascaperceraian yaitu:
1. Dalam mengajukan gugatan cerai tidak memuat petitum akibat perceraian, bisa karena ketidaktahuan, muncul perspektif menghambat perceraian, atau jika istri menggugat dia tidak berhak atas nafkah dan dikategorikan nusyuz.
2. Masih ada kekhawatiran dalam diri hakim jika memutus di luar petitum dianggap ultra petitum, padahal Pasal 41 (c) UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah memberikan hak ex officio kepada hakim memutus akibat perceraian.
3. Sebagian besar perkara perceraian diputus secara verstek (tidak dihadiri oleh pihak tergugat) yang berakibat minimnya pemeriksaan terkait akibat cerai
4. Besarnya biaya eksekusi jika dibandingkan dengan nominal tuntutan
5. Eksekusi putusan yang berulang-ulang, terutama terkait dengan nafkah anak
6. Pengadilan dalam melakukan eksekusi putusan masih membutuhkan kerjasama dengan instansi lain di luar pengadilan
Pelaksanaan eksekusi putusan pembebanan akibat perceraian yaitu dilakukan secara sukarela oleh pihak suami atau melalui eksekusi pengadilan. Adapun saat ini Mahkamah Agung Republik Indonesia telah membuat kebijakan yaitu, dengan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan dan Anak yang menjadi motor pendorong terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum, PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengadili Permohonan Dispensasi Kawin dan Penguatan Norma melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) pemberlakuan hasil Rapat Pleno Kamar, yang di dalamnya memuat upaya pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pascperceraian, serta SK Dirjen Badilag Nomor 1959 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Ringkasan Kebijakan (policy brief) Jaminan Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian.
Norma-norma perlindungan hak-hak perempuan dan anak pascaperceraian yang termuat dalam SEMA di antaranya yaitu:
1. SEMA Nomor 3 Tahun 2015 yang memuat norma, amar putusan mengenai pembebanan nafkah anak hendaknya diikuti dengan penambahan 10% sampai dengan 20% per tahun dari jumlah nafkah yang ditetapkan, di luar biaya pendidikan dan kesehatan
2. SEMA Nomor 4 Tahun 2016 yang memuat norma, Pengadilan Agama secara ex officio dapat menetapkan nafkah anak kepada ayahnya, apabila secara nyata anak tersebut berada dalam asuhan ibunya, sebagaimana diatur dalam Pasal 156 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam
3. SEMA Nomor 1 Tahun 2017 yang memuat norma, pembayaran kewajiban akibat perceraian, khususnya nafkah iddah, mut’ah dan nafkah madhliyah, dapat dicantumkan dalam amar putusan dengan kalimat dibayar sebelum pengucapan ikrar talak. Ikrar talak dapat dilaksanakan bila istri tidak keberatan atas suami tidak membayar kewajiban tersebut pada saat itu
4. SEMA Nomor 3 Tahun 2018 yang memuat norma, mengakomodir Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, maka isteri dalam perkara cerai gugat dapat diberikan mut’ah dan nafkah iddah sepanjang terbukti tidak nusyuz
5. SEMA Nomor 2 Tahun 2019 yang memuat norma, Dalam perkara cerai gugat dapat menambahkan kalimat sebagai berikut “......yang dibayar sebelum Tergugat mengambil akta cerai”, dengan ketentuan amar tersebut dinarasikan dalam posita dan petitum gugatan
6. SEMA Nomor 5 Tahun 2021 yang memuat norma, Untuk memenuhi asas kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of child) terhadap pembebanan nafkah anak, isteri dapat mengajukan permohonan penetapan sita terhadap harta milik suami sebagai jaminan pemenuhan nafkah anak dan objek jaminan tersebut diuraikan secara rinci dalam posita dan petitum gugatan, baik dalam konvensi, rekonvensi ataupun gugatan tersendiri.
Adapun beberapa praktik baik (best practice) yang telah dilakukan di pengadilan-pengadilan agama di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Di Pengadilan Tinggi Agama Bengkulu, terdapat Aplikasi E-Mosi Caper (Elektronik Monitoring Eksekusi Pembiayaan Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian). Dibuat berdasarkan MoU PTA Bengkulu dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu dan diresmikan pada 7 November 2022 sebagai aplikasi lintas instansi untuk memastikan mantan suami melaksanakan kewajibannya kepada mantan istri dan anak sesuai putusan Pengadilan Agama.
Aplikasi ini dipakai oleh pemerintah kabupaten/kota se-Bengkulu dan Bank Bengkulu yang mencakup seluruh ASN di pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Bengkulu. Di mana, aplikasi ini akan menotifikasi putusan Pengadilan Agama terkait hak-hak istri dan anak langsung ke HP mantan suami, mantan istri, bendahara tempat suami bekerja dan Bank Bengkulu. Mantan suami termonitor dalam melakukan kewajibannya sesuai putusan Pengadilan Agama, sehingga tidak perlu adanya pengaduan dari mantan istri;
2. Di Pengadilan Agama Surabaya, pada 2022 Pengadilan Agama Surabaya dan Pemerintah Kota Surabaya membuat MoU terkait sinkronisasi data dan program, serta intervensi dan monitoring terhadap keluarga korban perceraian.
Implementasi dari MoU tersebut yaitu a.) Pencantuman NIK dalam putusan; b.) Pembayaran nafkah anak disepakati setiap enam bulan dan dicantumkan dalam amar putusan; c.) Dilakukan integrasi data putusan perceraian dengan aplikasi Surabaya Single Window Alfa (SSW Alfa) untuk monitoring dan memberikan peringatan khusus jika hak-hak belum dipenuhi serta menunda pelayanan sampai mendapat surat keterangan dari Pengadilan Agama Surabaya; d.) Bagi pihak beperkara yang tidak memenuhi isi putusan, Pemerintah Kota Surabaya berhak menolak untuk memberikan pelayanan perubahan identitas kependudukan pada KTP dan Kartu Keluarga serta menolak memberikan perizinan dan pelayanan publik lainnya;
3. Di Pengadilan Agama Gresik, terdapat MoU antara Pengadilan Agama Gresik, Pemerintah Kabupaten Gresik dan 50 perusahaan di Kabupaten Gresik. Penerapan MoU ini bagi Pemerintah Kabupaten Gresik yaitu: a.) Melaksanakan amar putusan perceraian yang sudah berkekuatan hukum tetap atas ASN yang bekerja pada Pemkab Gresik dengan melakukan pemotongan gaji atau penghasilan melalui bendahara atau bagian gaji untuk diserahkan kepada perempuan dan anak sesuai amar putusan perceraian Pengadilan Agama Gresik; b.) Melakukan pembatasan pelayanan publik yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Gresik dalam bentuk penundaan perubahan identitas Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk dan pelayanan perizinan bagi pihak yang tidak melaksanakan amar putusan Pengadilan Agama Gresik terkait hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian.
Adapun bagi 50 perusahaan yang dilakukan yaitu: a.) Perusahaan akan melakukan monitoring dan pengawasan pemenuhan hak perempuan dan anak pascaperceraian bagi karyawan perusahaan sesuai dengan amar putusan Pengadilan Agama Gresik; b.) Perusahaan merencanakan untuk memasukkan ketentuan amar putusan pemenuhan hak perempuan dan anak pascaperceraian melalui syarat kerja di perusahaan;
4. Di Pengadilan Agama Bontang, kerja sama antara Pengadilan Agama Bontang dengan Pemerintah Kota Bontang dan PT. Pupuk Kaltim. Pelaksanaan yang dilakukan oleh Pemkot Bontang yaitu: a.) PA Bontang mengirim amar putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap ke Sekretariat Daerah Kota Bontang Cq. BKPSDM, b.) BKPSDM menyampaikan pemberitahuan adanya pemotongan gaji sesuai amar putusan kepada BPKAD sebagai laporan, c.) BKPSDM menyampaikan amar putusan kepada bendahara dinas terkait untuk melakukan pemotongan gaji, d.) BKPSDM melaporkan setiap semester kepada PA Bontang setiap pelaksanaannya. Kemudian pelaksanaan yang dilakukan oleh PT. Pupuk Kaltim yaitu: a.) PA Bontang mengirim amar putusan yang telah bekekuatan hukum tetap kepada PT. Pupuk Kaltim, b.) PT. Pupuk Kaltim memotong gaji karyawan bersangkutan sesuai dengan amar putusan, c.) PT. Pupuk Kaltim melaporkan setiap semester kepada PA Bontang setiap pelaksanaannya.
Praktik Perlindungan Pemenuhan Nafkah bagi Mantan Istri dan Anak Pascaperceraian di Brunei Darussalam
Proses perceraian di Brunei Darussalam terdapat tiga tahap, yaitu a.) Praperceraian yang memuat nasihat atau konseling, b.) Proses persidangan perceraian yang memuat tuntutan cerai, nafkah istri, nafkah anak, hak pengasuhan anak, dan lain-lain, c.) pascaperceraian memuat tuntutan lain setelah perceraian.
Pemberian hak-hak perempuan dan anak di Brunei Daerussalam didasarkan pada Q.S. At-Talaq (7) yaitu “Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.”
Serta Akta Undang-Undang Keluarga Islam Penggal 217 Bagian VI: Nafkah Istri, Anak dan Lain-lain, yang berbunyi sebagai berikut:
Bab 61: Kuasa Mahkamah untuk memerintahkan nafkah bagi istri dan kesan nusyuz: (1). Tertakluk kepada hukum syara', Mahkamah boleh memerintahkan seseorang suami supaya membayar nafkah kepada isteri atau bekas Isterinya.
Bab 67: Hak terhadap nafkah atau pemberian selepas perceraian: (1). Hak bagi seseorang istri yang telah bercerai untuk menerima nafkah daripada suaminya yang dahulu di bawah sesuatu perintah Mahkamah hendaklah terhenti apabila tamat tempoh 'iddah atau apabila istri itu nusyuz. (2). Hak bagi seseorang istri yang telah bercerai untuk menerima pemberian daripada suaminya yang dahulu di bawah sesuatu perjanjian hendaklah terhenti apabila istri itu berkahwin semula.
Bab 72 Nafkah Istri dan kehadiran di Mahkamah: (1). Seseorang istri boleh atas permohonannya di Mahkamah mendapatkan suatu perintah terhadap suaminya bagi bayaran dari masa ke semasa sebarang jumlah wang berkenaan dengan nafkah yang dia boleh berhak menerimanya mengikut Hukum Syara’. (2). Seorang yang telah diceraikan oleh suaminya boleh atas permohonannya di Mahkamah mendapatkan suatu perintah terhadap bekas suaminya kerana bayaran di dalam iddahnya, jika perceraian itu dengan talak satu atau dua atau pun di dalam tempoh, dia mengandung dengan bekas suaminnya sebanyak mana nafkah yang dia boleh berhak menerimanya dan perbelanjaan lain yang munasabah mengikut hukum syara’.
Bab 75 Kewajipan menanggung nafkah kanak-kanak: (1). Kecuali jika sesuatu perjanjian atau perintah Mahkamah memperuntukkan dengan cara lain maka adalah menjadi kewajipan seseorang lelaki menanggung nafkah anak-anaknya, sama ada mereka berada dalam jagaannya atau dalam jagaan mana-mana orang lain, sama ada dengan mengadakan bag mereka tempat tinggal, pakaian, makanan, rawatan perubatan dan pelajaran sebagaimana yang munasabah memandang kepada kemampuan dan taraf kehidupannya atau dengan membayar kosnya, (2).
Kecuali sebagaimana yang disebutkan sebelum ini, adalah menjadi kewajiban seseorang yang bertanggungan di bawah hukum syara', supaya menanggung nafkah atau memberi sumbangan untuk nafkah kanak-kanak jika bapa kanak-kanak itu telah mati atau tempat di mana bapanya berada tidak diketahui atau jika dan setakat mana dia tidak berupaya menanggung nafkah mereka.
Bab 82. Tempoh perintah bagi nafkah seseorang kanak-kanak, kecuali
a) jika sesuatu perintah bagi nafkah seseorang kanak-kanak dinyatakan untuk sebarang tempoh yang lebih singkat;
b) jika sesuatu perintah itu telah dibatalkan; atau
c) jika sesuatu perintah itu dibuat untuk faedah: i). seseorang kanak-kanak perempuan yang tidak berkahwin atau; ii.) seseorang kanak-kanak yang, oleh sebab sesuatu kehilangan upaya dari segi otak atau jasmani, tidak berdaya menanggung nafkah dirinya, perintah nafkah itu hendaklah tamat apabila kanak-kanak itu mencapai umur lapan belas tahun, tetapi Mahkamah boleh atas permohonan kanak-kanak itu atau mana-mana orang lain, melanjutkan perintah nafkah itu supaya meliputi apa-apa tempoh tambahan sebagaimana yang difikirkannya munasabah bagi membolehkan kanak-kanak itu mengikuti pelajaran atau latihan lanjut atau lebih tinggi.
Proses memperoleh hak nafkah baik bagi istri/mantan istri maupun anak melalui proses hukum yang panjang dan memakan waktu jika pihak suami tidak secara suka rela melakukannya. Adapun proses dari itu semua diantaranya ialah sebagai berikut:
1. Biasanya dalam gugatan cerai upaya memperoleh hak nafkah mantan istri dan anak diajukan bersama-sama dengan tuntutan cerai. Jika gugatan cerai dikabulkan oleh pengadilan maka gugatan nafkah istri dan anak tersebut dapat diputuskan jika terdapat kesepakatan antara suami dan istri. Namun, jika tidak ada kesepakatan maka pengadilan akan mengarahkan agar gugatan nafkah istri dan anak tersebut diperiksa secara terpisah.
Jika tuntutan nafkah istri dan anak yang diajukan oleh istri disepakati oleh suami, maka pengadilan akan memutus sesuai dengan kesepakatan tersebut. Namun, jika suami tidak menyepakati besaran jumlah nafkah istri dan nafkah anak yang dituntut oleh istri, maka pengadilan akan menetapkan sendiri besaran nafkah tersebut sesuai dengan kewajaran dan kepatutan berdasarkan peraturan.
2. Pengadilan akan mengeluarkan perintah agar suami membayar nafkah istri dan anak tersebut. Apabila suami tidak membayar nafkah istri dan anak tersebut, maka istri dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan agar mantan suami tersebut melaksanakan putusan.
Apabila permohonan eksekusi telah diajukan maka pengadilan akan memanggil kembali mantan suami dan menghitung kekurangan atau jumlah yang belum dibayarkan kepada istri dan anak tersebut sesuai isi putusan pengadilan. Mekanisme pembayaran tersebut dapat dilakukan sekaligus atau cicil dalam jangka waktu tertentu sampai lunas.
Mekanisme pembayaran nafkah bagi mantan istri dan anak dilakukan dengan berbagai cara yaitu, bisa secara tradisional dengan pemberian uang secara langsung atau secara modern melalui transfer ATM, setor bank, dan lain sebagainya, serta mekanisme pemotongan gaji perusahaan atau tempat mantan suami bekerja dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Mantan istri mengajukan permohonan pembayaran melalui pemotongan gaji suami ke pengadilan
2. Pengadilan akan melakukan pengecekan atau verifikasi permohonan mantan istri tersebut, jika benar maka kemudian pengadilan akan mengeluarkan surat perintah kepada perusahaan agar dilakukan pemotongan gaji mantan suami tersebut
3. Perusahaan akan melakukan pemotongan gaji mantan suami dan memberikan kepada istri.
Adapaun tantangan dan kendala yang dihadapi saat ini dalam pemenuhan hak istri dan anak yaitu jika mantan suami tinggal di negara lain, atau mantan suami adalah warga negara asing dan telah tinggal di luar Brunei Darussalam.
Secara hukum, Pengadilan Syariah Brunei Darussalam tidak memiliki kekuatan untuk menegakkan putusannya di luar negeri karena tidak ada peraturan atau mekanisme hukum di tingkat nasional dan internasional yang memungkinkan setiap negara melakukan pengakuan perintah pengadilan syariah Brunei Darussalam.
Adapun rekomendasi dari tantangan dan kendala tersebut yaitu, perlu dilakukan langkah-langkah untuk menjalin kerja sama antarnegara-negara agar putusan pengadilan dapat dilaksanakan.
Praktik Perlindungan Pemenuhan Nafkah Mantan Istri dan Anak Pascaperceraian di Malaysia
Konsep dasar pemenuhan nafkah terhadap mantan istri akibat perceraian didasarkan pada Q.S. At-Talaq (7) yaitu “Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.”
Dasar hukum pengaturan pemenuhan nafkah terhadap mantan istri akibat perceraian di Malaysia terdapat pada Akta Undang-Undang Keluarga Islam 1984 (Akta 303) dan Undang-undang negeri berkaitan nafkah.
Hal-hal yang diatur dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam 1984 (Akta 303) yaitu:
1. Nafkah istri selama masa iddah
2. Nafkah anak setelah perceraian
3. Kewenangan pengadilan menetapkan nafkah anak
4. Rincian nafkah anak dan tanggungjawab seorang ayah
Di Malaysia, proses gugatan nafkah dilakukan setelah pengadilan memutus perceraian di antara suami istri. Setelah putusan perceraian dikabulkan maka, tuntutan nafkah diajukan melalui proses perundingan. Apabila proses perundingan tidak disepakati, maka dilanjutkan proses persidangan dan hasilnya pengadilan memerintahkan mantan suami untuk memberikan nafkah kepada mantan istrinya tersebut.
Metode perhitungan nafkah setelah terjadi perceraian didasarkan pada:
1. Pendapatan dan kemampuan finansial mantan suami
2. Kebutuhan pokok mantan istri & anak yang meliputi makanan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan dan biaya kesehatan
3. Standar hidup sebelum terjadinya perceraian
4. Jumlah anak dan tanggungan lainnya
5. Pengeluaran lainnya (hutang, pinjaman, istri baru, anak-anak lain)
6. Potongan wajib dan zakat
Tindakan yang dilakukan jika mantan suami tidak memenuhi hak nafkah mantan istri dan anak secara suka rela, yaitu sebagai berikut:
1. Perintah penahanan penghasilan/pemotongan gaji ditempat mantan suami bekerja
2. Penyitaan dan penjualan properti atau harta milik mantan suami
3. Perintah hiwalah (pengalihan kewajiban kepada pihak lain)
4. Hukuman penjara bagi mantan suami karena tidak melakukan pembayaran hak mantan istri dan anak.
Pada 2024 terdapat tiga orang yang dipenjara karena tidak membayar nafkah kepada mantan istri dan anak, kasus pertama di Kelantan yang dipenjara selama 30 hari, kasus kedua di Terengganu yang dipenjara 20 hari, dan kasus ketiga di Selangor yang dipenjara 30 hari.