Titik Balik di Ulang Tahun Ke-72 IKAHI

Dengan adanya peringatan ulang tahun IKAHI, kita diajak untuk kembali meneguhkan komitmen dalam menjalankan tugas mulia sebagai hakim.
Gedung PN Pulau Punjung. Foto dokumentasi PN Pulau Punjung.
Gedung PN Pulau Punjung. Foto dokumentasi PN Pulau Punjung.

Tanggal 20 Maret 2025 menandai 72 tahun perjalanan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) sebagai organisasi profesi yang menaungi para hakim dari empat lingkungan peradilan yakni peradilan umum, agama, tata usaha negara (TUN), dan militer di seluruh Indonesia.

Sejak didirikan pada 20 Maret 1953, IKAHI telah menjadi simbol solidaritas dan kehormatan profesi hakim. Namun peringatan tahun ini hadir dengan suasana yang berbeda karena lebih reflektif dan penuh keprihatinan.

Belum lama ini, publik kembali dikejutkan oleh berita penangkapan beberapa oknum hakim karena dugaan tindak pidana korupsi. Kejadian ini mencoreng citra lembaga peradilan dan kembali menegaskan bahwa perjuangan menjaga marwah pengadilan belum usai. Setiap pelanggaran integritas oleh beberapa hakim berdampak pada reputasi seluruh institusi peradilan.

Maka, pada titik ini, perayaan bukan hanya soal mengenang sejarah, tetapi juga soal menata kembali arah sebuah titik balik moral.

Salah satu momen paling menggugah dalam rangkaian peringatan puncak HUT IKAHI ke-72 adalah pemutaran film pendek berjudul Titik Balik yang diselenggarakan pada Rabu, (23/4).

Film ini merupakan kolaborasi antara Pusdiklat Menpim Mahkamah Agung dan Pengurus Pusat IKAHI, yang diangkat dari buku Catatan di Balik Toga Merah karya D.Y. Witanto, dan seluruhnya diperankan serta diproduksi oleh insan peradilan sendiri.

Film tersebut mengajak para penonton untuk merenungkan, setiap keputusan yang diambil bukan hanya berdampak pada diri sendiri tetapi juga berdampak pada keluarga, masyarakat, dan institusi khususnya lembaga peradilan.

Film ini bukan sekadar tontonan. Ia adalah bentuk introspeksi yang lembut tetapi menghujam. Ia mengangkat dilema moral seorang hakim dalam menghadapi godaan duniawi dan mempertaruhkan harga dirinya demi menegakkan keadilan.

Diakhir film tersebut, sebuah kalimat mencuat dan mengguncang kesadaran kolektif "Apabila setelah melihat film Titik Balik ini, Anda masih melakukan korupsi, maka Anda bukan manusia."

Kalimat tersebut lahir dari keputusasaan sekaligus harapan. Ia mencerminkan bahwa semua bentuk kampanye, aturan, hingga pendidikan tidak akan berarti jika hati manusia tidak lagi tersentuh.

Maka, ketika Mahkamah Agung menyuarakan zero tolerance terhadap pelanggaran integritas, itu bukan sekadar slogan administratif itu adalah panggilan moral untuk kembali ke jalur kejujuran.

Film ini menjadi media pendidikan yang tidak menggurui, melainkan mengajak merenung. Bahwa menjadi hakim bukan sekadar menjalankan hukum, tetapi menyelami makna keadilan dan menjaga kehormatan lembaga tempat kita mengabdi.

Di tengah sorotan dan ekspektasi publik, kita harus terus bertanya pada diri sendiri Apakah kita masih berada di jalan integritas? Atau telah menyimpang perlahan, tanpa sadar?

Kini saatnya membangun kembali marwah peradilan. Bukan dengan pencitraan, tetapi dengan tindakan nyata. Dengan kesadaran bahwa satu langkah keliru bisa meruntuhkan kepercayaan yang dibangun selama puluhan tahun. Jangan sampai kita membiarkan kesalahan satu dua oknum menjadi gambaran umum tentang para hakim di mata masyarakat khususnya para pencari keadilan.

Ulang tahun ke-72 Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) ini memang menjadi momentum yang sangat tepat untuk merenung, namun juga untuk berkomitmen kembali pada tugas mulia sebagai hakim. Ini bukan sekadar perayaan angka, tetapi sebuah titik balik yang mengingatkan kita pada makna sejati dari profesi ini.

Menjadi hakim bukan sekadar menjalankan rutinitas atau pekerjaan, melainkan sebuah pengabdian yang mengandung tanggung jawab besar. Sebagai hakim, kita bukan hanya melaksanakan tugas administratif dan teknis, tetapi juga menjadi penjaga keadilan yang seharusnya menjadi pilar utama dalam sistem hukum negara.

Di tengah perjalanan panjang sistem peradilan, kita sebagai bagian dari IKAHI harus terus meneguhkan komitmen bersama untuk menjaga kredibilitas dan marwah lembaga peradilan. Seperti yang kita ketahui, pengabdian yang sejati tidak bisa terlepas dari integritas. Tanpa integritas, kita akan terjebak dalam jalan sunyi yang menyesatkan, di mana keadilan tidak lagi berdiri tegak. 

Integritas adalah fondasi dari setiap keputusan yang kita buat, yang akan menentukan apakah kita benar-benar memenuhi harapan masyarakat akan sebuah sistem peradilan yang adil dan tidak memihak. Tanpa integritas, kita akan kehilangan arah dalam menjalankan tugas mulia ini.

Dengan adanya peringatan ulang tahun IKAHI, kita diajak untuk kembali meneguhkan komitmen dalam menjalankan tugas mulia sebagai hakim. Ini adalah panggilan untuk memastikan bahwa kita tetap teguh pada prinsip keadilan, menjaga marwah profesi, dan memperjuangkan kebenaran dengan sepenuh hati. Inilah waktu yang tepat untuk membangkitkan semangat dan memperbaharui tekad bersama sebagai hakim yang berintegritas.

Semoga Titik Balik tidak hanya menjadi film yang ditonton, tetapi juga menjadi gerakan yang dihayati. Semoga kita tidak hanya merayakan usia IKAHI, tetapi juga membangun kesadaran baru bahwa menjaga kehormatan lembaga adalah menjaga harga diri kita sebagai hakim dan sebagai manusia.
 

Penulis: Iqbal Lazuardi
Editor: Tim MariNews