Pada momentum 100 hari saya menjabat sebagai Kepala Badan Urusan Administrasi (BUA), saya kembali merenungkan pesan yang selalu disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung, Prof. Sunarto—sebuah pesan sederhana namun sangat fundamental bagi para pimpinan:
“Jadi pejabat dan pimpinan di Mahkamah Agung itu jangan menyengsarakan anak buah, tetapi harus mensejahterakan mereka.”
Pesan tersebut bukan sekadar nasihat moral, melainkan menjadi kompas kepemimpinan yang saya pegang teguh sejak hari pertama mengemban amanah ini.
Bagi saya, kepemimpinan bukan memperberat beban aparatur, tetapi menciptakan kepastian, kenyamanan, dan kesejahteraan bagi seluruh ASN Mahkamah Agung.
100 hari ini menjadi kesempatan untuk meneguhkan kembali bahwa setiap kebijakan—kecil maupun besar—harus selaras dengan nilai dasar tersebut.
Menangani Tenaga Honor Non-DIPA dengan Prinsip Kemanusiaan
Ketika persoalan tenaga honor non-DIPA muncul, arahan Prof. Sunarto sangat jelas:
“Cari solusi yang manusiawi, berkeadilan, dan jangan sampai merugikan mereka yang sudah lama mengabdi.”
Dengan landasan ini, penataan dilakukan secara hati-hati, bertahap, dan menghindari keresahan, memastikan tidak ada aparatur yang kehilangan kepastian penghidupan.
Restrukturisasi Organisasi Tanpa Menimbulkan Kesengsaraan
Restrukturisasi organisasi Mahkamah Agung juga kami kelola dengan prinsip yang sama. Perubahan struktur bukan sekadar memindahkan kotak dalam bagan, tetapi memastikan bahwa perubahan tidak menimbulkan ketidakpastian atau mengurangi hak aparatur.
Setiap transisi dilakukan dengan komunikasi yang jelas, tertib, dan tetap menjaga martabat pegawai.
Kesejahteraan Hakim dan Hakim Ad Hoc yang Terus Dikawal
Kesejahteraan hakim merupakan salah satu agenda strategis yang terus kami kawal. Saat ini para hakim menunggu dengan sabar terbitnya Peraturan Pemerintah yang baru, yang diharapkan dapat meningkatkan struktur penghasilan dan manfaat lainnya.
Demikian pula dengan hakim ad hoc, yang kesejahteraannya terus diperjuangkan agar seimbang dengan tanggung jawab besar yang mereka emban dalam sistem peradilan.
Peningkatan Kesejahteraan Panitera dan Jurusita
Peningkatan kesejahteraan panitera dan jurusita sedang berlangsung melalui proses izin prakarsa di Kementerian PANRB, sebagai dasar penyusunan regulasi baru.
Ini merupakan langkah afirmatif untuk memastikan bahwa peran vital mereka mendapatkan penghargaan yang layak dan proporsional.
Kesekretariatan: Usulan Remunerasi 100 Persen
Untuk aparatur kesekretariatan Mahkamah Agung, BUA sedang memproses keinginan KMA untuk mengusulkan peningkatan tunjangan kinerja atau remunerasi hingga 100 persen.
Upaya ini merupakan bagian dari pembangunan sistem SDM yang adil, profesional, dan selaras dengan beban kerja yang semakin kompleks.
Masih Banyak Kebijakan BUA Lain, tetapi Pedoman Utamanya Tetap Satu
Dalam 100 hari pertama ini, banyak kebijakan yang telah dijalankan BUA—baik dalam tata kelola, pelayanan, maupun manajemen SDM.
Namun apa pun kebijakannya, pedoman utamanya tidak pernah berubah, yaitu amanat Prof. Sunarto:
Setiap kebijakan harus membawa peningkatan, kepastian, dan kesejahteraan—bukan kesengsaraan—bagi seluruh aparatur Mahkamah Agung.
Inilah nilai dasar yang membimbing setiap langkah BUA dalam mendukung Mahkamah Agung menjadi lembaga yang modern, kuat, efisien, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Catatan dari 35.000 Kaki
Perenungan ini saya tulis di atas pesawat SQ 228, dalam penerbangan Melbourne–Singapura.
Kebetulan pesawat ini dilengkapi fasilitas WiFi, sehingga saya masih dapat berkomunikasi dengan Mbak Azizah, salah satu penulis Marinews, untuk berdiskusi mengenai susunan artikel ini.
Perjalanan panjang di udara memberi ruang bagi saya untuk merefleksikan perjalanan 100 hari pertama sebagai KABUA, dan meneguhkan kembali bahwa kesejahteraan aparatur adalah kompas utama kepemimpinan saya di BUA.