Dosa Digital: Bukti Chat dan Jejak Medsos di Ruang Sidang

Dengan sinergi antara teknologi, pemahaman hukum, dan peningkatan kualitas peradilan, kita berharap pengadilan Indonesia mampu menyongsong era digital dengan tetap menjunjung tinggi keadilan.
Ilustrasi hukum digital. Foto stockcake.com/
Ilustrasi hukum digital. Foto stockcake.com/

Zaman digital membawa banyak kemudahan, tetapi juga tantangan baru di ruang sidang. Salah satu yang kini sering muncul adalah bukti-bukti digital: tangkapan layar chat, rekaman suara, hingga direct message (DM) di media sosial. Barang bukti ini kerap diajukan dalam perkara pidana maupun perdata, mulai dari perceraian, penipuan, hingga pencemaran nama baik.

Namun, pertanyaannya: seberapa kuat bukti digital tersebut dalam pandangan hukum? Apakah tangkapan layar bisa langsung dianggap sah? Inilah tantangan besar yang dihadapi para hakim. Autentikasi atau pembuktian keaslian menjadi kunci. Misalnya, apakah percakapan itu bisa dibuktikan benar berasal dari pihak yang bersangkutan, dan tidak direkayasa?

Dalam konteks hukum, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah membuka jalan bagi pengakuan bukti elektronik. Namun, tetap dibutuhkan kehati-hatian dalam menilainya. Hakim harus memiliki literasi digital yang cukup, bukan hanya dalam memahami teknologi, tapi juga dalam menganalisis bukti secara objektif dan proporsional.

Di sinilah peran Mahkamah Agung (MA) menjadi penting. Sebagai lembaga yudikatif tertinggi, MA tidak hanya berwenang mengadili pada tingkat kasasi, tetapi juga bertanggung jawab dalam pembinaan teknis peradilan. MA diharapkan terus memperkuat kapasitas para hakim, termasuk dalam hal digital forensik dan penggunaan alat bukti elektronik. Pendidikan berkelanjutan dan pedoman teknis bisa menjadi langkah strategis.

Masyarakat juga perlu memahami bahwa jejak digital yang ditinggalkan bisa menjadi 'dosa digital' jika tidak berhati-hati. Apa yang diketik hari ini, bisa menjadi bukti di ruang sidang esok hari. Bijak dalam bermedia sosial, dan sadar hukum, adalah langkah awal menuju masyarakat digital yang sehat.

Dengan sinergi antara teknologi, pemahaman hukum, dan peningkatan kualitas peradilan, kita berharap pengadilan Indonesia mampu menyongsong era digital dengan tetap menjunjung tinggi keadilan.
 

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews