Alkisah, hiduplah hakim bernama Afiyah Al-Qadhi yang diangkat menjadi qadhi atau hakim di masa Khalifah Al-Mahdi pada satu daerah yang ada di pinggiran kota Madinatus Salam (Baghdad).
Selain alim, Afiyah juga dikenal sebagai sosok ulama yang zuhud (sifat hati yang tidak terpaut kepada dunia dan segala kenikmatannya).
Suatu hari, Afiyah menemui Khalifah Al-Mahdi di istananya. Tujuan kedatangannya adalah untuk menyampaikan sesuatu yang dianggap sangat penting, Ketika bertemu dengan Khalifal Al-Mahdi, Afiyah merasa tidak sanggup lagi mengemban amanah sebagai hakim karena takut tidak bisa berlaku adil.
Dalam pertemuan tersebut, Afiyah membawa sebuah tas berisi sejumlah dokumen pengunduran dirinya yang diserahkan kepada Al-Mahdi untuk kemudian diserahkan kepada hakim baru yang akan ditunjuk sebagai penggantinya..
Merasa keputusan Afiyah itu mendadak, Al-Mahdi lantas meminta penjelasan. Diduga ada pihak yang melakukan intervensi pada Afiyah sampai mengajukan pengunduran diri. Afiyah kemudian meyakinkan khalifah bahwa pengunduran dirinya itu memang atas keinginan sendiri.
"Lalu apa sebenarnya yang terjadi hingga membuatmu mengundurkan diri dari hakim?" tanya Al-Mahdi sebagaimana tertulis dalam kitab 'Uyunul Hikayat. (Ibnu Jauzi, 'Uyunul Hikayat, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2019], halaman 273-274).
Afiyah kemudian menjawab, sekitar dua bulan yang lalu ada kasus sengketa yang melibatkan dua orang kaya terhormat di wilayah kota Madinatus Salam (Baghdad). Afiyah menilai, kasus ini cukup rumit sehingga perlu menelaah secara cermat dan teliti atas bukti dan saksi dari masing-masing pihak yang bersengketa.
“Aku kemudian meminta mereka berdua agar pulang terlebih dulu, berharap keduanya bisa berdamai dan menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan. Harapan lainnya, saya bisa membuat keputusan hukum yang tepat dan adil," ungkap Afiyah.
Ternyata, lanjut Afiyah, salah satu dari pihak yang bersengketa itu mengetahui bahwa Afiyah sangat menyukai kurma sukkar. "Dia kemudian membawa kurma sukkar terbaik ke rumahku, belum pernah aku melihat kurma sukkar sebagus itu. Engkau juga mungkin belum pernah melihat kurma terbaik itu," jelas Afiyah.
Afiyah kemudian menjelaskan, salah satu pihak yang bersengketa ini berhasil masuk ke rumahnya dengan cara menyuap sejumlah uang kepada penjaga rumahnya kala Afiyah tidak berada di rumah. "Ketika penjaga rumah masuk membawa nampan berisi kurma itu. Aku langsung marah, mengusir dan menyuruh dia mengembalikan kurma itu," terang Afiyah pada Al-Mahdi.
Hari ini, lanjut Afiyah, mereka berdua menemuiku di persidangan untuk melanjutkan kasus yang sebelumnya ditunda. "Aku sudah tidak bisa melihat mereka dengan sejajar, mereka berdua sudah tidak setara lagi dalam pandangan dan hatiku," ungkap Afiyah.
"Padahal sebelumnya aku sudah menolak dengan tegas kurma itu. Bagaimana jadinya jika saat itu aku menerima pemberiannya? Aku tidak mau celaka dan ambil risiko atas agamaku," tegas Afiyah.
Setelah mendengar penjelasan itu, akhirnya Khalifah Al-Mahdi menerima pengunduran diri Afiyah tersebut. Hikmah dari kisah ini mengajarkan tentang pentingnya prinsip, kejujuran, dan integritas dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum. Hakim harus teguh dalam prinsipnya agar tidak mudah terpengaruh oleh suap atau intervensi eksternal, sehingga supremasi hukum dapat tetap tegak dan terjaga dengan baik.