Menakar Usia Pensiun Hakim: Apakah Bijaksana Makin Tajam di Usia Senja?

Seorang hakim yang telah malang melintang dalam dunia persidangan biasanya lebih tenang, objektif, dan berani mengambil putusan yang seimbang antara kepastian hukum dan keadilan substantif.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., memimpin upacara wisuda purnabakti Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta H. Oyo Sunaryo, S.H., M.H, Kamis (26/6/2025). Foto YouTube MA.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., memimpin upacara wisuda purnabakti Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta H. Oyo Sunaryo, S.H., M.H, Kamis (26/6/2025). Foto YouTube MA.

Perbincangan mengenai usia pensiun hakim kembali mencuat, seiring dengan wacana revisi undang-undang yang mengatur tentang jabatan hakim. Banyak kalangan menilai bahwa menambah usia pensiun hakim justru bisa menjadi langkah bijaksana. Pasalnya, kebijaksanaan seorang hakim seringkali terbentuk dari akumulasi pengalaman panjang selama menjalani profesi yang sarat tanggung jawab ini.

Dalam dunia peradilan, seorang hakim tidak hanya dituntut untuk memahami hukum secara tekstual, namun juga harus memiliki kearifan dalam melihat konteks sosial dan nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat. Pada titik inilah, jam terbang menjadi nilai tambah yang tak tergantikan. Seorang hakim yang telah malang melintang dalam dunia persidangan biasanya lebih tenang, objektif, dan berani mengambil putusan yang seimbang antara kepastian hukum dan keadilan substantif.

Secara hukum, saat ini batas usia pensiun bagi hakim diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Namun, dengan dinamika zaman dan tuntutan profesionalisme yang semakin tinggi, perpanjangan usia pensiun bisa menjadi opsi strategis. Tentunya, hal ini harus dibarengi dengan sistem meritokrasi yang ketat. Hakim yang tetap menjabat di usia lanjut harus dinilai berdasarkan kompetensi, integritas, dan kesehatan fisik maupun mentalnya.

Di sinilah peran Mahkamah Agung menjadi sangat penting. MA tidak hanya sebagai lembaga pengambil kebijakan teknis yudisial, tetapi juga harus menyiapkan sistem evaluasi berkala yang transparan dan akuntabel. Jika dilakukan dengan benar, sistem ini dapat memastikan bahwa hanya hakim-hakim yang mumpuni yang tetap aktif dalam jabatan meskipun usianya telah melewati standar yang dulu dianggap ideal.

Masyarakat tentu menginginkan keadilan ditegakkan oleh orang-orang yang bijak dan berwibawa. Maka, memperpanjang usia pensiun hakim bukan semata-mata soal umur, tetapi tentang bagaimana menjaga kualitas putusan pengadilan melalui pengalaman yang matang. Dengan meritokrasi yang sehat, keadilan bisa tetap tajam-meski di usia senja.
 

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews