Partai Baru Bermunculan: Siapa Menjaga Netralitas Hukum?

Ketika terjadi konflik dalam tubuh partai atau antara partai dengan lembaga negara lain, penyelesaian hukum harus berpijak pada asas due process of law, bukan opini publik atau tekanan massa.
Ilustrasi partai politik. Foto pontas.id/
Ilustrasi partai politik. Foto pontas.id/

Dalam beberapa waktu terakhir, peta politik tanah air kembali ramai dengan kemunculan partai-partai baru yang langsung menarik perhatian publik. Dengan kampanye yang kreatif, dukungan figur muda, dan narasi perubahan, partai-partai baru ini tak hanya mewarnai kontestasi politik, tapi juga memunculkan harapan baru bagi sebagian masyarakat. Namun, di tengah euforia politik, ada satu hal yang tak boleh terlupakan: pentingnya menjaga supremasi hukum dan netralitas lembaga peradilan, terutama Mahkamah Agung (MA).

Partai politik adalah salah satu pilar demokrasi. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, ditegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Salah satu wujudnya adalah melalui pemilu yang diikuti oleh partai politik. Namun, agar demokrasi berjalan sehat, semua proses yang melibatkan partai-baik sengketa internal, pelanggaran administrasi, hingga perselisihan hasil pemilu-perlu penyelesaian hukum yang adil dan imparsial.

Di sinilah peran Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif tertinggi menjadi krusial. MA memiliki wewenang untuk menangani kasasi atas sengketa kepartaian serta mengawasi jalannya peradilan umum yang bisa saja menangani perkara yang melibatkan partai politik. Netralitas dan integritas hakim menjadi benteng utama dalam memastikan bahwa pengadilan tidak terseret dalam tarik menarik kepentingan politik.

Fenomena partai baru yang langsung melejit juga menimbulkan risiko penyalahgunaan kekuasaan, baik secara internal maupun eksternal. Ketika terjadi konflik dalam tubuh partai atau antara partai dengan lembaga negara lain, penyelesaian hukum harus berpijak pada asas due process of law, bukan opini publik atau tekanan massa. MA dituntut untuk terus membina para hakim, khususnya dalam menangani perkara politik yang sarat muatan emosional dan kepentingan jangka pendek.

Harapannya, partai-partai baru bisa memperkuat demokrasi, bukan justru mempolitisasi hukum. Dan Mahkamah Agung, dengan wibawa dan otoritasnya, diharapkan tetap menjadi penjaga keadilan yang berdiri tegak di atas semua kepentingan.

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews