Membedah Gacha: Perspektif Hukum Pidana terhadap Perjudian Terselubung dalam Game

Gacha merupakan bentuk judi tersembunyi yang menimbulkan kerugian finansial, kecanduan psikologis, serta dampak sosial yang luas-terutama bagi generasi muda.
Ilustrasi judi online. Foto pexels.com
Ilustrasi judi online. Foto pexels.com

Indonesia memiliki jumlah pemain permainan daring (game online) yang sangat besar, menjadikannya salah satu pasar game terbesar di dunia. Seiring dengan terus meningkatkan jumlah pemain game di Indonesia, berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Diperkirakan pada 2025, jumlah pemain game mencapai 192,1 juta orang yang tersebar di berbagai platform, dimana ponsel pintar atau smartphone menjadi platform terpopuler. Mayoritas pemain game di Indonesia adalah pengguna ponsel pintar, dengan rata-rata waktu bermain 11 jam per minggu. 

Industri game online yang berkembang secara pesat, melahirkan berbagai inovasi dalam mekanisme permainan, salah satunya adalah gacha. Gacha berasal dari kata gashapon, mesin penjual kapsul Jepang yang mengeluarkan mainan secara acak. Dalam konteks digital, istilah ini dipakai untuk menjelaskan gacha game-sebuah genre di mana pemain “menarik” (pull/roll) untuk memperoleh karakter, senjata, atau item lain yang diperlukan dalam permainan mekanisme ini, yang mengandalkan sistem undian acak untuk mendapatkan item atau karakter tertentu, telah menjadi salah satu sumber utama pendapatan pengembang game. Namun, di balik kemasan hiburannya, gacha memunculkan kontroversi karena mengandung unsur ketidakpastian, harapan mendapatkan keuntungan, dan pengeluaran nilai tertentu-unsur yang mirip dengan perjudian.

Gacha secara teknis merupakan mekanisme monetisasi dalam game yang memungkinkan pemain mengeluarkan mata uang virtual (sering kali dibeli dengan uang nyata) untuk memperoleh item digital secara acak. Namun, di balik tampilan "hiburan" ini tersembunyi pola transaksi yang secara struktural identik dengan perjudian-pemain menginvestasikan sumber daya finansial untuk memperoleh hadiah berdasarkan keberuntungan, dengan nilai ekonomi yang dapat diperdagangkan kembali di pasar sekunder.

Mekanisme ini secara cerdik memanfaatkan celah hukum dengan menyamarkan diri sebagai "konten game", padahal esensinya adalah taruhan terselubung. Karakteristik utamanya meliputi:

1. Elemen risiko dan imbalan-pemain tidak pernah mengetahui hasil pasti sebelum melakukan pembelian, menciptakan ketegangan psikologis.

2. Sistem peluang bertingkat-Item langka sengaja dirancang dengan probabilitas sangat rendah untuk memicu dorongan repetitif.

3. Ekonomi tertutup-Meskipun beberapa game melarang perdagangan item, pasar gelap tetap berkembang untuk item langka, memperkuat nilai item tersebut.

Di Indonesia, praktik perjudian secara tegas dilarang oleh KUHP maupun KUHP Baru. Namun, belum ada regulasi yang secara eksplisit mengatur gacha atau loot box dalam game.

Situasi ini menciptakan "zona abu-abu" hukum yang berpotensi dimanfaatkan oleh pengembang game, dan di sisi lain mengancam perlindungan konsumen, khususnya kelompok rentan seperti anak di bawah umur. Fenomena ini memerlukan kajian yuridis yang mendalam untuk menjawab pertanyaan: apakah gacha dapat dianggap sebagai bentuk perjudian menurut hukum pidana Indonesia, dan bagaimana kebijakan hukum yang tepat untuk mengaturnya.

Kerangka hukum pidana Indonesia dalam mengatur perjudian berpusat pada Pasal 303 KUHP yang secara eksplisit melarang segala bentuk permainan judi, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda hingga Rp25 juta bagi penyelenggara. Namun, interpretasi terhadap mekanisme gacha menghadapi tantangan teknis karena ketiadaan definisi eksplisit tentang "perjudian digital" dalam peraturan turunan. Pasal 303 bis KUHP memperluas cakupan dengan mencakup "tempat atau sarana perjudian",.

Elemen kunci yang membedakan gacha dari hiburan biasa dalam perspektif KUHP terletak pada tiga komponen:

1. Pertaruhan nilai ekonomi-Konversi uang nyata menjadi mata uang virtual untuk memperoleh item acak memenuhi unsur "taruhan" sebagaimana dimaksud Pasal 303 ayat (1) KUHP. Transaksi gacha melibatkan konversi uang riil menjadi mata uang virtual (hard currency) yang digunakan untuk "tarik" item acak. 

2. Dominasi unsur kesempatan-probabilitas drop rate item langka yang sengaja dibuat rendah menunjukkan ketergantungan pada faktor acak, permainan yang umumnya terdapat kemungkinan untuk untung karena adanya peruntungan bukan karena pemainnya mahir dan sudah terlatih.

3. Nilai tukar kembali-meskipun sebagian game melarang perdagangan item, pasar sekunder seperti Marketplace Facebook atau forum Discord menjadi bukti adanya nilai ekonomi riil.

Beberapa yurisdiksi seperti Belanda, Finlandia, Spanyol, dan Inggris telah secara resmi mengatur terkait gacha di dalam game dengan ketat sebagai bentuk tindakan preventif terhadap perjudian ilegal. Sementara Belgia 2018, Belgian Gaming Commission menyatakan dan mendefinisikan bahwa semua loot box yang bisa dibeli dengan uang asli baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui mata uang dalam game  merupakan judi. Dan untuk bisa menawarkan layanan judi, sebuah perusahaan harus mendapatkan lisensi dari pemerintah.

Namun, perusahaan game tidak bisa mendapatkan lisensi ini karena loot box tidak diatur dalam regulasi yang ada. Di Indonesia, penertiban perjudian dapat secara teoritis menjangkau praktik ini, penegakan hukum masih terhambat oleh beberapa hal seperti Ketiadaan definisi eksplisit tentang "perjudian digital" dalam peraturan perundang-undangan dan Kompleksitas pembuktian aliran dana dalam ekosistem virtual.

Mengutip beberapa kasus seperti Star Wars: Battlefront II (2017) yang memicu investigasi legislatif di AS menunjukkan potensi dampak sistem ini terhadap konsumen muda, termasuk kerugian finansial dan kecanduan perilaku. Di tingkat global, tekanan untuk regulasi semakin menguat dengan munculnya laporan tentang korelasi antara pembelian loot box/gacha dengan masalah perjudian pada remaja.

Tantangan utama dalam penegakan hukum di Indonesia adalah membedakan antara "hiburan digital" dengan "eksploitasi judi terselubung", sekaligus menyeimbangkan hak konsumen dengan dinamika industri game yang terus berkembang.

Risiko gacha (loot-box) menyentuh banyak dimensi-keuangan, psikologis, hukum, keamanan data, dan perlindungan anak; tanpa regulasi yang jelas, pemain-terutama remaja-rentan terhadap kerugian finansial, kecanduan, dan potensi pelanggaran hukum 

Gacha merupakan bentuk judi tersembunyi yang menimbulkan kerugian finansial, kecanduan psikologis, serta dampak sosial yang luas-terutama bagi generasi muda. Tanpa kerangka hukum yang spesifik, pemain tidak terlindungi secara memadai. Implementasi regulasi transparansi, batasan usia, serta edukasi publik menjadi langkah krusial untuk meminimalisir bahaya gacha dan menjamin ekosistem game yang aman, adil, dan sesuai nilai-nilai hukum Indonesia.