Surat Edaran Mahkamah Agung Mengenai PK Kedua Sebagai Petunjuk Teknis Pengadilan Tingkat Pertama Dalam Menerima PK Kedua

Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA Nomor 2 Tahun 2009, yang pada pokoknya menyatakan permohonan peninjauan kembali dalam suatu perkara yang sama
ilustrasi keadilan substantif harus didahulukan ketika kaidah substantif berbenturan dengan kaidah formal (ilustrasi dihasilkan oleh Gemini AI)
ilustrasi keadilan substantif harus didahulukan ketika kaidah substantif berbenturan dengan kaidah formal (ilustrasi dihasilkan oleh Gemini AI)

Lembaga hukum peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan hanya satu kali sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 dan Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1985 jo UU Nomor 5 Tahun 2004 jo UU Nomor 3 Tahun 2009, serta Pasal 268 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1981, yang haya dapat diajukan satu kali.

Mahkamah Agung melihat bahwa dalam perkembangannya masih ada permohonan peninjauan kembali dalam suatu perkara yang sama diajukan lebih dari satu kali ke Mahkamah Agung.

Sehingga, demi kepastian hukum dan penumpukan permohonan peninjauan kembali, Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA Nomor 2 Tahun 2009, yang pada pokoknya menyatakan permohonan peninjauan kembali dalam suatu perkara yang sama diajukan lebih dari sekali baik dalam perkara pidana maupun perdata bertentangan dengan undang-undang. 

Dengan demikian apabila suatu perkara diajukan permohonan peninjauan kembali yang kedua dan seterusnya, maka ketua pengadilan tingkat pertama mengacu pada ketentuan dalam Pasal 45 A UU Nomor 14 Tahun 985 jo UU Nomor 5 Tahun 2004 jo UU Nomor 3 Tahun 2009, permohonan peninjauan kembali tersebut dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak perlu dikirimkan ke Mahkamah Agung.

Selanjutnya dalam ketentuan yang sama tersebut, memberikan petunjuk mengenai apabila suatu obyek perkara terdapat dua atau lebih putusan peninjauan kembali yang bertentangan satu dengan yang lainnya baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana dan diantaranya ada mengajukan permohonan peninjauan kembali, maka permohonan peninjauan kembali kedua tersebut dapat diterima oleh pengadilan dan berkasnya dikirim ke Mahkamah Agung untuk diperiksa dan diputus.

Mengenai petunjuk penerimaan permohonan peninjauan kembali tersebut, kembali dikuatkan demi kepastian hukum kepada para pencari keadilan, pascaadanya amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 34/PUU-IX/2013 tanggal 6 Maret 2014 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pasal 268 Ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehinga terhadap perkara pidana dapat diajukan permohonan peninjauan kembali lebih dari satu kali.

Pasca putusan MK tersebut, selanjutnya Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014, dengan ketentuan pengajuan peninjauan kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya satu kali. 

Namun, permohonan peninjauan kembali yang diajukan lebih dari satu kali terbatas pada alasan yang diatur dalam SEMA Nomor 10 Tahun 2009, sehingga pemohonan peninjauan kembali kedua kalinya terbatas pada adanya dua atau lebih putusan peninjaun kembali yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya, baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata. 

Dengan demikian selain alasan tersebut peninjauan kembali yang kedua tidak diterima dan berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung.

Terhadap dua ketentuan SEMA tersebut diatas, Mahkamah Agung menguatkan kembali dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2023, yang ketentuannya menyatakan pengajuan permohonan peninjauan kembali kedua sebagaimana dimaksud SEMA Nomor 10 Tahun 2009 jo SEMA Nomor 7 Tahun 2014, apabila dalil pertentangan dua/lebih putusan pengadilan berbeda yang didalilkan oleh pemohon peninjauan kembali/terpidana tidak terbukti, maka amar putusan permohonan peninjauan kembali/terpidana tersebut dinyatakan ditolak.

Dikeluarkannya ketiga SEMA tersebut memberikan petunjuk teknis bagi pimpinan dan panitera pengadilan tingkat pertama dalam menerima dan tidak dapat menerima peninjauan kembali kedua, serta memberikan pemahaman kepada praktisi hukum (penuntut umum dan advokat) dan terpidana/pihakberperkara sebagai pemohon peninjauan kembali kedua.

Penulis: Andy Narto Siltor
Editor: Tim MariNews