MARINews, Lampung Utara-Perkara nomor 50/Pid.Sus/2025/PN Kbu telah berakhir dengan pembacaan putusan oleh Majelis Hakim, Muamar Azmar Mahmud Farig, S.H., M.H., Annisa Dian Permata Herista, S.H., M.H., dan Sheilla Korita, S.H., pada Rabu (7/5). Terdakwa yang bernama Agus Saputra tersebut, telah menjalani pemeriksaan di pengadilan sejak Maret 2025.
Terdakwa Agus Saputra didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 oleh penyidik serta setelah melalui pemeriksaan awal oleh penuntut umum.
Terdakwa sedang membawa senjata tajam berupa pisau cap Garpu di pinggir jalan, ketika masyarakat sedang mencari pelaku peristiwa pencurian enam buah telepon genggam di SMAN 1 Abung Tengah. Walaupun tidak ada indikasi terdakwa yang melakukan pencurian, namun oleh karena masyarakat dan polisi menemukan terdakwa membawa pisau tidak pada tempatnya, sehingga segera diproses secara hukum.
Dalam persidangan, penuntut umum telah menghadirkan tiga saksi. Dari ketiga saksi tersebut, Majelis Hakim menemukan fakta hukum bahwa terdakwa memang benar membawa pisau cap Garpu tersebut di luar sawah ataupun dapur. Tujuan terdakwa membawa pisau cap Garpu adalah karena baru saja selesai menajamkan bambu untuk pembatas lahan parkir dan untuk memotong tali rafia guna pasar malam.
Setelah pembuktian, penuntut umum dalam surat tuntutannya menuntut terdakwa terbukti melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan menuntut agar terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama tujuh bulan.
Atas pembuktian dan tuntutan, Majelis Hakim mempertimbangkan fakta hukum bahwa kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 merupakan kejahatan yang tidak menimbulkan korban.
Mengingat pernyataan dari antara para saksi yang juga menyampaikan, terdakwa memiliki riwayat yang baik. Masyarakat juga telah memaafkan perbuatan terdakwa karena membawa senjata tajam tanpa hak dan izin, Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa perkara tersebut dapat dikaji dengan asas keadilan restoratif.
“Keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 memungkinkan pengadilan untuk pemulihan peristiwa hukum yang merugikan untuk kembali seperti semula. Atas ketentuan tersebut, menjadi kewajiban kami untuk mengejar perwujudan keadilan restoratif, selama hal tersebut dimungkinkan oleh ketentuan hukum yang ada,” papar Muamar Azmar Mahmud Farig, S.H., M.H.
Atas proses persidangan tersebut, terdakwa Agus Saputra ditemukan terbukti melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, namun pemidanaan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dengan mempertimbangkan keadilan restoratif, memutuskan untuk menjatuhkan pidana bersyarat kepada terdakwa Agus Saputra dengan masa percobaan satu tahun. Namun, apabila terdakwa Agus Saputra berbuat pidana dalam masa percobaan, maka terdakwa Agus Saputra akan dijatuhi pidana penjara selama satu tahun.
Ketua Pengadilan Negeri Kotabumi Ferdinaldo Hendrayul Bonodikun, S.H., M.H., mengapresiasi terlaksananya prosedur keadilan restoratif yang telah dilaksanakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kotabumi. Hal tersebut sesuai dengan misi Mahkamah Agung yang melaksanakan proses peradilan yang berkeadilan dan mengacu pada ketentuan yang ada, yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.