Berdasarkan data Sensus Penduduk 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) RI, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270 juta jiwa. Angka ini menunjukkan pertumbuhan signifikan dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia, Brunei Darussalam, maupun Singapura.
Sebagai perbandingan, pertumbuhan penduduk Malaysia hanya sekitar 0,5% per tahun, yang dinilai relatif lambat. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia ini membawa bonus demografi, di mana mayoritas penduduk berada pada usia produktif 15–64 tahun (69%), disusul usia anak-anak 0–14 tahun (24%), dan usia lanjut di atas 65 tahun hanya 6,7%.
Namun, jumlah penduduk besar juga memunculkan tantangan, seperti pemerataan akses pendidikan berkualitas, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan dasar, dan terutama hak atas hunian yang layak dan terjangkau.
Menurut data Kementerian Keuangan, harga properti-baik rumah maupun tanah-di Indonesia meningkat sekitar 5–20% setiap tahun. Kenaikan ini, menyulitkan masyarakat untuk membeli rumah, meskipun kini tersedia berbagai skema pembiayaan seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tanpa uang muka atau pola cicilan fleksibel lainnya.
Fenomena lain yang muncul adalah Generasi Z cenderung memilih menyewa rumah dibanding membelinya.
Ketentuan Hukum Sewa Menyewa di Indonesia
Berdasarkan Pasal 1548 KUHPerdata, sewa menyewa adalah perjanjian antara pihak pemilik barang (penyewa-kan) dengan pihak penyewa untuk memanfaatkan barang dalam jangka waktu tertentu, dengan membayar harga sewa yang disepakati.
Berikut beberapa ketentuan hukum sewa menyewa di Indonesia:
1. Pasal 1549 KUHPerdata: Semua jenis benda, bergerak atau tidak bergerak, dapat disewakan.
2. Pasal 1550 dan Pasal 1551 KUHPerdata: Pihak yang menyewakan wajib menyerahkan barang dalam kondisi baik, memeliharanya, dan menjamin penyewa dapat menikmatinya tanpa gangguan.
3. Pasal 1560 KUHPerdata: Penyewa wajib memelihara barang seperti “bapak rumah yang baik” serta membayar sewa tepat waktu.
Sementara, penghentian sewa diatur dalam:
1. Pasal 1570 KUHPerdata: Sewa berakhir sesuai kesepakatan tertulis tanpa perlu teguran.
2. Pasal 1571 KUHPerdata: Untuk sewa secara lisan, salah satu pihak dapat mengakhiri sewa dengan memberi pemberitahuan dan tenggang waktu sesuai kebiasaan setempat.
Contoh kasusnya adalah, tenggang waktu dapat berupa beberapa hari atau minggu untuk mengosongkan rumah atau mengembalikan barang sewaan.
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
Putusan MA Nomor 951 K/Sip/1973 tanggal 9 Oktober 1975 (Yurisprudensi MA Seri II Hukum Perdata) menegaskan bahwa ketentuan Pasal 1571 KUHPerdata terpenuhi jika pemilik barang sewaan memberikan waktu 30 hari kepada penyewa untuk mengosongkan properti setelah masa sewa berakhir.
Penghentian perjanjian sewa menyewa secara lisan sah menurut hukum apabila:
1. Salah satu pihak memberi pemberitahuan penghentian.
2. Diberikan tenggang waktu sesuai kebiasaan setempat (contoh: 30 hari).
Aturan ini berlaku untuk semua jenis benda, termasuk rumah, tanah, maupun bangunan, dan diperkuat oleh yurisprudensi MA RI.