MARINews, Bireuen-Majelis Hakim PN Bireuen yang terdiri dari Rangga Lukita Desnata, S.H., M.H., Fuadi Primaharsa, S.H., M.H., dan Rahmi Warni, S.H., mengupayakan perdamaian antara Terdakwa Rusdi Muhammad dengan keluarga korban dalam perkara kekerasan terhadap anak.
Upaya perdamaian ini, bertujuan untuk meredam rasa dendam dan mempererat kembali hubungan persaudaraan yang sempat terputus antara kedua belah pihak. Selain itu, juga berfungsi untuk memulihkan kehidupan sosial masyarakat di Gampong tersebut. Di mana, hal itu sesuai dengan Perma Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Untuk mewujudkan perdamaian tersebut, Majelis Hakim mengundang tokoh masyarakat sekaligus ulama kharismatik setempat, Abi Sulaiman, yang merupakan pimpinan Dayah (Pondok Pesantren) di Gampong Meunasah Mesjid, Simpang Mamplam.
Abi Sulaiman kemudian memberikan nasihat kepada kedua belah pihak agar mengutamakan perdamaian dan meninggalkan permusuhan sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah.
Selanjutnya, Abi Sulaiman mengakui kalau memaafkan sangat berat untuk dilakukan. Oleh sebab itu, Allah SWT memberikan ganjaran pahala yang sangat besar bagi orang-orang yang bersedia memberi maaf.
Abi Sulaiman kemudian menasihati kedua belah pihak untuk mengedepankan perdamaian dan menghindari permusuhan, sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur’an serta hadis Rasulullah. Ia juga menyampaikan bahwa memberi maaf bukanlah hal yang mudah, sehingga Allah SWT menjanjikan pahala yang besar bagi mereka yang bersedia memaafkan.
Jika perdamaian dapat terwujud, Abi Sulaiman siap memimpin langsung prosesi peusijeuk sesuai dengan adat yang berlaku di Aceh.
Sementara itu, terdakwa menyatakan keinginannya untuk berdamai dan bahkan bersedia memberikan kompensasi sebesar Rp10 juta sebagai bentuk pengakuan atas kesalahan serta permohonan maafnya.
Sebenaranya, keinginan Terdakwa tersebut diterima oleh korban, akan tetapi ditolak oleh keluarga korban yang hanya bersedia berdamai apabila Terdakwa membayar uang damai sejumlah Rp78 juta. Sehingga perdamaian antara kedua belah pihak tidak dapat terwujud.
Lantas, Majelis Hakim kemudian menanyakan kepada Terdakwa, apakah bersedia menggantikan uang kompensasi yang ditolak oleh keluarga korban dengan menyediakan makanan bagi anak-anak yatim dan santri di Dayah.
Terdakwa menyatakan kesiapannya untuk melakukan hal tersebut sebagai bentuk penebusan atas kesalahannya. Ia berencana menyembelih dua atau tiga ekor kambing untuk dimasak menjadi kuah beulangong (kari kambing), yang akan disajikan kepada anak-anak yatim, santri, serta jemaah salat Jumat di Gampong.
Selanjutnya, Majelis Hakim meminta Terdakwa untuk segera melaksanakan niat tersebut dan melaporkannya kepada penuntut umum agar dapat dipertimbangkan dalam tuntutan.
Sebelum menutup persidangan, Majelis Hakim menyampaikan harapannya agar kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan damai.
Selain itu, Majelis Hakim akan mempertimbangkan secara adil dan seimbang antara upaya perdamaian serta permintaan maaf yang telah dilakukan Terdakwa dengan sikap keluarga korban yang enggan menerimanya.