Potensi LLM AI (Large Language Model Artificial Intelligence) pada dunia peradilan sangat masif karena LLM AI mampu memahami dan menyusun argumentasi yang dapat digunakan sebagai dasar dari produk hukum.
Penulis sendiri menemukan, hakim di Indonesia sudah terbiasa berdiskusi dengan AI untuk membedah suatu perkara. Selain dapat digunakan oleh para hakim, LLM AI juga dapat digunakan oleh para panitera pengganti dalam membuat berita acara sidang (BAS), salah satunya untuk memeriksa hasil penulisan.
Untuk lebih lanjut menggali potensi dari LLM AI dalam pembuatan BAS, dalam tulisan ini penulis akan membuat skenario. Di mana, LLM AI akan diminta untuk menganalisa sebuah BAS. Yang dipergunakan adalah BAS rekaan yang diisi dengan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam praktik persidangan.
Penulis menggunakan DeepSeek R1 dengan pertimbangan DeepSeek R1 relatif lebih hemat sumber daya ketika dijalankan secara lokal. Idealnya, LLM AI untuk lembaga peradilan dijalankan pada server khusus. Hal ini krusial mengingat dokumen persidangan sering memuat data sensitif, seperti informasi pribadi atau masalah keamanan negara.
Berikut adalah tiga skenario yang dapat digunakan oleh panitera pengganti dalam membuat BAS:
Skenario 1, kesalahan pengetikan pada perkara perdata
Penulis melakukan pengunggahan sebuah BAS untuk permohonan perbaikan nama. Dalam berita acara tersebut, sengaja ada kesalahan dalam pengetikan. Respons DeepSeek R1 terhadap kesalahan tersebut adalah:
“Berikut adalah hasil pemeriksaan dan perbaikan untuk dokumen BAS yang Anda kirimkan. Perbaikan mencakup penyesuaian ejaan dan tata bahasa:
1. "Fotocopy" → "Fotokopi" (sesuai KBBI).
2. "bukrti" → "bukti" (paragraf ke-4).
3. "mahssiawa" → "mahasiswa" (pada identitas saksi ke-2).
4. "dilahkrn" → "dilahirkan" (jawaban saksi ke-2).
5. "Pemohin" → "Pemohon" (terdapat di beberapa bagian).
6. "tohan lahir" → "tahun lahir" (pertanyaan Hakim kepada saksi ke-2).”
Skenario 2, kesalahan diksi pada perkara perdata
Penulis melakukan pengunggahan sebuah BAS untuk permohonan perbaikan nama. Dalam berita acara tersebut sengaja ada kesalahan diksi. Respons DeepSeek R1 terhadap kesalahan tersebut adalah:
Berikut hasil pemeriksaan konsistensi dan perbaikan untuk dokumen Berita Acara Sidang:
“Meskipun dalam berita acara akhir disebutkan perubahan ijazah sekolah (yang tidak tercantum dalam permohonan awal), hal ini kemungkinan merupakan kesalahan administratif. Oleh karena itu, penetapan harus dipastikan hanya mencakup perubahan nama, bulan lahir, dan jenis kelamin sesuai permohonan asli.”
Skenario 3, kesalahan diksi pada perkara pidana
Penulis melakukan pengunggahan sebuah BAS untuk permohonan perbaikan nama. Dalam berita acara tersebut sengaja ada kesalahan diksi. Respons DeepSeek R1 terhadap kesalahan tersebut adalah:
“Berikut hasil pemeriksaan konsistensi dan alur perkara untuk dokumen Berita Acara Sidang ketiga (perkara pidana):
Barang bukti yang disebutkan (pahat, palu, jaket, topi) konsisten di seluruh dokumen. Namun, pada keterangan saksi ke-3, disebutkan barang bukti berupa "alat GPS dan Radio Orari milik M. Isa". Ini tidak konsisten dengan barang bukti sebelumnya.
→ Rekomendasi: Perjelas apakah barang bukti ini relevan dengan perkara.
Pertanyaan hakim kepada saksi ke-3:
"Sehubungan dengan masalah apa saksi dihadapkan ke persidangan ini?"
Jawaban: "Sehubungan dengan masalah Terdakwa telah melakukan percobaan pencurian sarang motor honda."
→ Ketidakkonsistenan: Perkara yang dibahas adalah pencurian sarang burung walet, bukan motor honda.
→ Rekomendasi: Perbaiki jawaban saksi agar sesuai dengan konteks perkara.”
Dari ketiga skenario di atas, dapat disimpulkan bahwa AI memiliki manfaat signifikan dalam proses pembuatan BAS, terutama dalam memeriksa kesalahan penulisan dan alur perkara. Panitera pengganti dapat lebih mendalami potensi LLM AI dengan memanfaatkannya untuk tugas-tugas yang lebih kompleks, seperti analisis konsistensi fakta atau penyusunan dokumen hukum.
Lebih lanjut, berikut merupakan catatan terhadap penggunaan LLM AI dalam membantu pembuatan berita acara sidang:
1. Keberhasilan penggunaan LLM AI bergantung pada kemampuan prompting (pemberian perintah). Misalnya, perintah 'Periksa kesalahan ejaan dalam BAS berikut' akan menghasilkan output berbeda dengan 'Identifikasi ketidakkonsistenan fakta antara kesaksian dan dakwaan.' Untuk itu, pelatihan teknis bagi panitera dalam merumuskan perintah yang spesifik dan terstruktur menjadi kunci efektivitas LLM AI.;
2. LLM AI tidak sepenuhnya menghasilkan jawaban yang tepat, panitera pengganti tetap berperan sebagai pemeriksa akhir dari sebuah berita acara sidang maka dari itu dibutuhkan kekritisan dalam menelaah produk LLM AI
3. Sampai saat ini Mahkamah Agung Republik Indonesia belum memiliki LLM AI khusus, yang tersedia adalah yang sifatnya umum seperti Grok, Deepseek dan ChatGPT yang memiliki risiko pada keamanan data. Jika panitera pengganti ingin memanfaatkan LLM AI umum tersebut lebih baik menghapus dulu data-data penting yang ada di dalam BAS.
Penggunaan LLM AI dalam praktik persidangan adalah fondasi baru bagi peradilan modern dengan mengurangi beban kerja dan meningkatkan kualitas dari produk pengadilan. Mari kita bersama terus berinovasi untuk mewujudkan peradilan yang unggul dan tangguh.